there’s something about geometry + architecture

April 3, 2012

Transformasi dari Permainan Tetris 2 Dimensi menjadi Karya Arsitektur 3 Dimensi

Filed under: Uncategorized — meidesta @ 20:52
Tags: , , ,

Image

Pada permainan, berbagai macam tetromino yang terdiri dari empat balok akan jatuh. Tujuan dari permainan ini adalah dengan memanipulasi tetromino yang jatuh, dengan mengerakannya ke samping atau memutarnya, sehingga akan terbentuk garis horizontal tanpa celah, ketika sudah terbentuk, tetromino tersebut akan menghilang, sehingga tetromino diatasnya akan terjatuh. Ketika permainan berlanjut, tetromino tersebut akan jatuh lebih cepat. Permainan akan berakhir apabila tetromino berikutnya terhalang sehingga tidak bisa masuk. (www.wikipedia.org)

     Jika menilik kembali ke masa lalu, permainan masa kecil menjadi salah satu memori yang tidak terlupakan. Anak-anak seusia kita, sekitar belasan tahun lalu sudah cukup senang ketika bisa dimanja hanya oleh sebuah mainan genggam yang bahkan layarnya belum berwarna. Foto diatas mengingatkan kita tentang bagaimana serunya menghabiskan waktu di depan TV sambil sibuk memencet tombol-tombol handheld game. Kita fokus untuk menata brick-brick yang jatuh secara bergantian, memutar-mutar brick untuk menemukan posisi yang paling sesuai sekaligus mengambil nafas dalam-dalam karena deg-degan atas keterbatasan waktu, sampai tiba-tiba kesal karena kadang brick-brick yang kita paksa untuk turun lebih cepat akhirnya tidak jatuh ke tujuan awal. Sebagian dari kita semestinya familiar dengan fitur mainan utama pada handheld game yang sangat populer sejak awal tahun 1985, yaitu tetris. Tetris ditemukan oleh Alexey Pajitnov. Tetris menjadi sebuah games yang sangat dan dianggap sebagai permainan terbaik sepanjang masa. Ketika dulu tetris bisa dinikmati melalui permainan di handheld game, kini tetris pun dapat dimainkan di komputer, handphone, sampai IPad. Pada awal kemunculannya, bentuk tetris hanya terdiri dari beberapa bentuk tetromino dengan warna hitam putih saja. Sesuai dengan perkembangan zaman dan teknologi, tetris kini sudah memiliki beragam kemasan dan bentuk permainan. Ketika saya mencoba googling kata “tetris”, yang muncul pada tampilan layar komputer saya adalah sebagai berikut

Image

Image

     Dari gambar diatas kita dapat melihat perkembangan tetris sebagai permainan sepanjang masa yang sangat kuat dengan karakter bentuk-bentuk geometris yang tersusun rapi dan membentuk komposisi baru tanpa celah. Meskipun terkesan sederhana, permainan taktik penumpukan pola tetromino lah yang kemudian membuat orang-orang ketagihan untuk memainkan tetris.

 
   

     Saya penasaran mengenai hubungan tetris dan arsitektur. Kemudian saya mencoba memasukkan keyword “tetris architecture” dan yang muncul pada tampilan layar komputer saya adalah sebagai berikut

Image

Image

     Dari foto diatas kita dapat melihat bahwa memang banyak bangunan dan furniture yang menggunakan konsep dasar tetris sebagai ide desain. Dari berbagai macam desain bangunan dan furniture tersebut, saya tertarik dengan sebuah bangunan flat “VM House” di Copenhagen yang didesain oleh Bjarke Ingels dan Julien De Smedt. Sesuai dengan ide “tetris”, bangunan flat ini terdiri atas berbagai macam komposisi dari brick-brick yang disusun sehingga bangunan terlihat solid tanpa celah namun terlihat indah karena paduan tetromino yang saling bertumpuk dan tersusun dari beragam warna. Bentuk elemen bangunan yang serupa dengan tetromino pada tetris tidak diulang lebih dari duabelas kali sehingga keunikan dan ciri khas tetris yang memiliki komposisi acak namun tanpa celah semakin terlihat menonjol pada bangunan. 

Image

Berikut elemen-elemen bentuk pada flat tersebut yang identik dengan bentuk-bentuk brick atau tetromino pada tetris

Image

Image

Image

Image

     Melihat pola perkembangan tetris yang kemudian juga diaplikasikan dalam dunia arsitektur, saya semakin melihat bahwa ternyata dalam beberapa pembentukan desain arsitektur terdapat unsur-unsur geometri yang sudah lebih dahulu dikenal dan dengan berbagai macam pendekatan bentuk geometri yang berbeda-beda. Tetris, sebuah permainan sederhana yang fenomenal dan dianggap sebagai permainan sepanjang masa pun menjadi ide sebuah karya arsitektur sehingga menciptakan ruang-ruang yang memiliki beragam komposisi dan warna. Karya arsitektur tersebut berangkat dari sebuah permainan di layar dua dimensi, ditransformasikan dalam bentuk tiga dimensi dan menjadi ruang gerak bagi manusia yang beraktivitas di dalamnya. Menakjubkan!

Sumber Pustaka

http://inilah-rusia.blogspot.com/2012/03/tetris.html “Tetris”, 28 Maret 2012

http://it.toolbox.com/blogs/composite-apps/the-tetris-architecture-pattern-12911 “The Tetris Architecture Pattern”, 13 N0vember 2006

http://www.faconnable.com/en/corporate/blogs/tetris-architecture/ “Tetris Architecture”, 30 Januari 2011

http://bldgblog.blogspot.com/2006/07/architectural-tetris.html “Architectural Tetris”, 12 Juli 2006

March 25, 2011

Leonardo Da Vinci : Geometri Tanpa Batas

Leonardo Da Vinci : seorang buta huruf. Benarkah ??? Demikianlah sebaris teks terjemahan yang tersebutkan dalam buku “Sains Leonardo “ karangan Fritjof Capra di baris pertama halaman dua pada bagian pendahuluan. Sebuah buku yang mencuri perhatian saya akan keagungan sejati dari sang Genius Leonardo Da Vinci- sang Penafsir alam semesta yang terus mengiangi pikiran sadar saya dalam kelas Geometri dan Arsitektur. Omo sanza lettere, begitulah kira-kira teks aslinya. Namun, itu bukan soal yang harus digarisbawahi karena quotes itu melainkan hanya semacam ironi dan kebanggaan Leonardo atas metode barunya. Sehingga saya pun ikut tergelitik untuk meng-copy paste teks itu dan menaruhnya pada bagian awal tulisan ini.

Tidak salah jika ada yang mengatakan bahwa Leonardo adalah representasi peradaban sintesis antara sains dan seni, atau lebih ekstrim lagi bahwa sesungguhnya Leonardo adalah pendiri sejati sains modern, bukan Galileo Galilei yang selama ini diagung-agungkan. Mengapa tidak ? andai saja para pemikir ilmiah barat telah menemukan notebook nya yang memuat kurang lebih 13.000 halaman dan langsung mempelajarinya secara detail setelah kematiannya.  Karya-karyanya yang sungguh luar biasa membuktikan kepada kita bahwa betapa imajinasi itu tanpa batas dan bisa melampaui pengetahuan yang ada. Namun, tidak banyak yang tergerak untuk mempelajari karyanya pada masa itu (masa Renaisans) karena belum terekspos, barulah beberapa abad setelah kematian nya, transkrip-transkrip ilmiahnya tergali dan memberikan dentuman yang sangat keras di tiap masanya dengan berbagai karya disiplin ilmu.

Salah satu yang menjadi ketertarikan saya adalah  bagaimana Leonardo mengeksplorasi bentuk geometri dalam kajian ilmiahnya. Ada tiga jenis transformasi kurvilinear yang sering digunakan Leonardo dengan berbagai kombinasi. Pada jenis pertama, sebuah bentuk dengan satu sisi kurvilinear digeser ke sebuah posisi baru sedemikian sehingga kedua bentuk itu saling overlap (lihat gambar 1). Karena kedua bentuk tersebut identik, dua bagian yang tersisa ketika bagian yang dimiliki bersama itu (B) dikurangi, pasti mempunyai luas yang sama (A=C). Teknik ini memungkinkan Leonardo mengubah bidang apa pun yang dibatasi oleh dua kurva identik menjadi sebuah bidang segi empat, artinya, “mengubah menjadi segi empat”.


Transformasi jenis kedua diperoleh dengan memotong sebuah segmen dari suatu bentuk tertentu, misalnya sebuah segitiga, dan kemudian melekarkannya lagi pada sisi yang lain (lihat gambar 2). Bentuk kurvilinear yang baru, mempunyai luas yang sama dengan segitiga awal. Seperti diterangkan oleh Leonardo dalam teks yang menyertainya: “Aku akan mengambil b dari segitiga ab, dan aku akan melekatkannya lagi pada c…Kalau aku melekatkan lagi kepada suatu bidang apa yang telah kuambil darinya, maka bidang itu kembali pada keadaan semula”. Ia sering menggambar segitiga-segitiga kurvilinear semacam itu, yang diberi nama falcate (falcates), diturunkan dari istilah falce, kata dalam bahasa Italia yang berarti sabit (scythe).

Transformasi jenis ketiga Leonardo melibatkan deformasi bertahap dan bukannya gerakan bentuk-bentuk tetap, misalnya, deformasi sebuah persegi panjang, seperti ditunjukkan dalam gambar 3. Kesetaraan kedua bidang datar ditunjukkan dengan membagi persegi panjang menjadi potongan-potongan tipis paralel, dan kemudian mendorong setiap potongan ke posisi baru, sehingga kedua garis lurus vertikalnya berubah menjadi kurva.

<img src="

Leonardo begitu senang dalam menggambar berbagai variasi tanpa akhir persamaan topologis ini, sebagaimana para matetmatikawan Arab pada abad-abad sebelumnya takjub ketika mengeksplorasi berbagai variasi persamaan aljabar. Namun yang khas dalam geometri Leonardo adalah variasi bentuk-bentuk geomteris tanpa batas di mana luas atau volum selalu dipertahankan, dimaksudkan untuk mencerminkan transmutasi tanpa lelah pada bentuk-bentuk alam yang hidup, dalam kuantitas materi yang tak terbatas dan tak berubah.
Satu lagi metode disain yang dapat menjadi terapan dasar eksplorasi kita dalam studio perancangan. Selain itu, tidak menutup kemungkinan kita dapat menemukan ragam bentuk dan konsepsi yang lebih kaya lagi dari tipologi geomteri Leonardo ini. Oleh karena itu, saya menyarankan kenpa kita tidak mencobanya…
(Sumber : Saduran dari buku “Sains Leonardo : Menguak Kecerdasan Terbesar Masa Renasisan” karya Fritjof Capra, 2007)

March 22, 2011

Leonardo Da Vinci : Geometri Tanpa Batas

Filed under: classical aesthetics,process — miktha24 @ 08:36
Tags: , ,

Leonardo Da Vinci : seorang buta huruf. Benarkah ??? Demikianlah sebaris teks terjemahan yang tersebutkan dalam buku “Sains Leonardo “ karangan Fritjof Capra di baris pertama halaman dua pada bagian pendahuluan. Sebuah buku yang mencuri perhatian saya akan keagungan sejati dari sang Genius Leonardo Da Vinci- sang Penafsir alam semesta yang terus mengiangi pikiran sadar saya dalam kelas Geometri dan Arsitektur. Omo sanza lettere, begitulah kira-kira teks aslinya. Namun, itu bukan soal yang harus digarisbawahi karena quotes itu melainkan hanya semacam ironi dan kebanggaan Leonardo atas metode barunya. Sehingga saya pun ikut tergelitik untuk meng-copy paste teks itu dan menaruhnya pada bagian awal tulisan ini.

Tidak salah jika ada yang mengatakan bahwa Leonardo adalah representasi peradaban sintesis antara sains dan seni, atau lebih ekstrim lagi bahwa sesungguhnya Leonardo adalah pendiri sejati sains modern, bukan Galileo Galilei yang selama ini diagung-agungkan. Mengapa tidak ? andai saja para pemikir ilmiah barat telah menemukan notebook nya yang memuat kurang lebih 13.000 halaman dan langsung mempelajarinya secara detail setelah kematiannya.  Karya-karyanya yang sungguh luar biasa membuktikan kepada kita bahwa betapa imajinasi itu tanpa batas dan bisa melampaui pengetahuan yang ada. Namun, tidak banyak yang tergerak untuk mempelajari karyanya pada masa itu (masa Renaisans) karena belum terekspos, barulah beberapa abad setelah kematian nya, transkrip-transkrip ilmiahnya tergali dan memberikan dentuman yang sangat keras di tiap masanya dengan berbagai karya disiplin ilmu.

Salah satu yang menjadi ketertarikan saya adalah  bagaimana Leonardo mengeksplorasi bentuk geometri dalam kajian ilmiahnya. Ada tiga jenis transformasi kurvilinear yang sering digunakan Leonardo dengan berbagai kombinasi. Pada jenis pertama, sebuah bentuk dengan satu sisi kurvilinear digeser ke sebuah posisi baru sedemikian sehingga kedua bentuk itu saling overlap (lihat gambar 1). Karena kedua bentuk tersebut identik, dua bagian yang tersisa ketika bagian yang dimiliki bersama itu (B) dikurangi, pasti mempunyai luas yang sama (A=C). Teknik ini memungkinkan Leonardo mengubah bidang apa pun yang dibatasi oleh dua kurva identik menjadi sebuah bidang segi empat, artinya, “mengubah menjadi segi empat”.

Gambar 1 : Transformasi dengan translasi (pergeseran)

Transformasi jenis kedua diperoleh dengan memotong sebuah segmen dari suatu bentuk tertentu, misalnya sebuah segitiga, dan kemudian melekarkannya lagi pada sisi yang lain (lihat gambar 2). Bentuk kurvilinear yang baru, mempunyai luas yang sama dengan  segitiga awal. Seperti diterangkan oleh Leonardo dalam teks yang menyertainya: “Aku akan mengambil b dari segitiga ab, dan aku akan melekatkannya lagi pada c…Kalau aku melekatkan lagi kepada suatu bidang apa yang telah kuambil darinya, maka bidang itu kembali pada keadaan semula”. Ia sering menggambar segitiga-segitiga kurvilinear semacam itu, yang diberi nama falcate (falcates), diturunkan dari istilah falce, kata dalam bahasa Italia yang berarti sabit (scythe).

Gambar 2 : Transformasi sebuah segitga menjadi falcate

Transformasi jenis ketiga Leonardo melibatkan deformasi bertahap dan bukannya gerakan bentuk-bentuk tetap, misalnya, deformasi sebuah persegi panjang, seperti ditunjukkan dalam gambar 3. Kesetaraan kedua bidang datar ditunjukkan dengan membagi persegi panjang menjadi potongan-potongan tipis paralel, dan kemudian mendorong setiap potongan ke posisi baru, sehingga kedua garis lurus vertikalnya berubah menjadi kurva.

Gambar 3 : Deformasi sebuah persegi panjang

Leonardo begitu senang dalam menggambar berbagai variasi tanpa akhir persamaan topologis ini, sebagaimana para matetmatikawan Arab pada abad-abad sebelumnya takjub ketika mengeksplorasi berbagai variasi persamaan aljabar. Namun yang khas dalam geometri Leonardo adalah variasi bentuk-bentuk geomteris tanpa batas di mana luas atau volum selalu dipertahankan, dimaksudkan untuk mencerminkan transmutasi tanpa lelah pada bentuk-bentuk alam yang hidup, dalam kuantitas materi  yang tak terbatas dan tak berubah.

Satu lagi metode disain yang dapat menjadi terapan dasar eksplorasi kita dalam studio perancangan. Selain itu, tidak menutup kemungkinan kita dapat menemukan ragam bentuk dan konsepsi yang lebih kaya lagi dari tipologi geometri Leonardo ini. Oleh karena itu, saya menyarankan kenapa kita tidak mencobanya…

(Sumber  : Saduran dari buku “Sains Leonardo : Menguak Kecerdasan Terbesar Masa Renasisan” karya Fritjof Capra, 2007)

June 2, 2010

Transformasi Permainan Domino

Filed under: contemporary theories,everyday geometry — andisuryakurnia @ 14:24
Tags: , ,

Pada dasarnya manusia suka bermain, yang disebut “Homo Ludens” (Man The Player) oleh ahli sejarah Johan Huizinga. Permainan yang mem-’bumi’ ialah permainan kartu, ’domino’ adalah salah satu jenis permainan yang paling populer di kalangan anak-anak maupun orang dewasa. Kartu domino ialah kartu yang memiliki ’dot’ berbentuk lingkaran penuh berwarna sebagai penunjuk ’muatan’ kartu.

Permainannya ialah dengan menyambung salah satu ujung dari kartu tersebut sesuai dengan muatan yang tertera pada ujung kartu tersebut. Pemenang didasarkan pada pemain yang berhasil melengkapi sambungan kartu tersebut dengan sempurna, dan jika belum sempurna maka pemain yang memiliki jumlah muatan terbanyak dari kartu ’sisa’ dianggap sebagai pemain yang kalah.

Muatan dari kartu berupa ’dot’ ini menjadi penanda dalam pikiran untuk menyelesaikan permainan. Pada bidang yang lain (baca: psikologi), kartu domino juga dapat digunakan untuk mengasah kemampuan otak anak-anak dalam mengingat dan membaca kata-kata yang terucap dalam bahasa Inggris.

Dalam permainan domino ini, pikiran kita sudah ter-’doktrin’ untuk melihat salah satu sisi dari satu kartu (yang dipisahkan oleh garis tengah berwarna yang sama). Permainan di alam pikiran ini kemudian menggerakkan saya untuk melakukan intervensi terhadap permainan domino secara utuh dengan memasukkan konsep pembuatan kemasan (baca: 3 prinsip dasar) yang bertujuan untuk memberikan tantangan baru dalam membaca dot-dot yang tertera dalam sebuah kartu. Kebiasaan umum permainan yang hanya menyambung kartu berdasarkan salah satu sisi kartu coba saya kaji lebih jauh. Ternyata jika diselipkan prinsip dasar kemasan maka saya dapat memperoleh muatan lain dari dot yang hadir pada kedua sisi dalam satu kartu domino. Hal ini saya angkat untuk memberikan alternatif penyambungan kartu pada saat kartu yang kita miliki tidak berjumlah dot yang sama dengan jumlah dot pada salah satu sisi kartu domino ini, selain itu juga untuk memberikan alternatif strategi baru dalam menyelesaikan permainan dengan bantuan ’lipatan’ dalam pikiran (tidak nampak nyata).

Tiga prinsip dasar kemasan saya aplikasikan dalam penentuan ’muatan’ baru yang ditampilkan oleh jumlah dot-dot kartu sebagai berikut:

Struktur Dasar ]Domino]

Sebagai kumpulan kartu permainan, domino memiliki struktur dasar berupa dot-dot (bisa juga kosong) pada kedua sisi dalam satu kartu yang dipisahkan oleh sebuah garis tengah. Garis tengah yang pada umumnya dilihat sebagai garis pemisah kedua sisi kemudian saya asumsikan sebagai garis ’lipat’ yang juga hadir pada pola pembuatan kemasan. Dengan melipat kartu ini maka kedua sisi pada kartu tersebut dapat dipertemukan. Proses pelipatan ini kemudian memberikan ’jejak’ pada kedua sisi yang baru saja bertemu. Jejak yang membekas ini kemudian menjadi komponen dot pada kedua sisi tersebut. Dan dari semua struktur dasar kartu domino, terditeksi enam buah kartu yang dapat memiliki muatan yang berbeda dari tampilan yang terlihat (1-2, 2-2, 2-3, 3-3, 3-4, 4-1). Keenam kartu ini kemudian di’lipat’ untuk memberikan muatan baru.

Metode Kunci ]Dot]

Hasil dari proses pelipatan ini kemudian dikembalikan pada struktur dasar kartu, seperti metode kunci pada kemasan, sehingga didapatkan kartu dengan struktur yang menyerupai hasil pelipatan. Hal ini juga berlaku pada proses kelima kartu lainnya sehingga seakan-akan didapatkan beberapa kartu ’tambahan’ untuk dapat menyambung kartu domino yang ada dalam permainan ini.

Proses Penyusunan [Kartu]

Setelah didapat ’kartu tambahan’ ini maka permainan mendapatkan alternatif baru dalam proses penyusunan kartu domino. Dengan ’bentuk’ baru ini, permainan domino mampu menstimulus otak untuk berpikir ’melipat’ dalam mencari penyelesaian dan memunculkan alternatif strategi untuk memenangkan permainan. Jadi permainan yang kasat mata dapat dikembangkan menjadi permainan di alam pikiran dan tetap asyik untuk dimainkan.

Dari percobaan kecil yang diintervensi ini saya belajar bagaimana koneksi menjadi penting dalam proses (penyusunan) baik dalam permainan maupun bidang serius (tidak main-main) lainnya yang lebih luas dan kompleks. Sekali lagi hal ini menunjukkan pula peran geometri dalam sebuah proses, tak terkecuali proses berarsitektur untuk menghasilkan alternatif-alternatif baru sebagai tanggapan atas perkembangan dunia arsitektur itu sendiri.

Bagaimana tanggapan anda?

Sumber:

http://teachingkinders.com/pages%20for%20samples/left.html

Transformasi me-Ruang

Filed under: process — andisuryakurnia @ 14:22
Tags: , ,

Proses yang berlangsung dalam pembuatan kemasan, dari pola yang terdapat pada bidang dua dimensi (dwimatra) menjadi wujud tiga dimensi (trimatra), menunjukkan suatu perubahan yang dikenal dengan istilah transformasi. Istilah ini dapat ditemukan dalam beragam aplikasi di dunia ini seperti musik, permainan, dan film. Belum lama ini dunia dipukau oleh film layar lebar yang menggabungkan teknologi industri film dengan teknologi komputer tingkat tinggi, berjudul ‘Transformer’, yang menggangkat tema perhelatan dunia di masa yang akan datang dimana terjadi interaksi antara manusia dan robot yang ‘hidup’ sebagai suatu transformasi dari bermacam-macam alat sederhana seperti perkakas dapur sampai pada alat transportasi canggih seperti jet kecepatan tinggi.

Dalam konsep me-‘ruang’ juga ditemukan beberapa contoh proses transformasi yang diaplikasikan baik dalam perencanaan maupun produk akhirnya, seperti pada furniture ‘transformer-shelf‘. Furniture ini bertujuan untuk dapat menampung berbagai material (seperti buku, alat tulis, perkakas, aksesoris, dsb), seperti layaknya sebuah rak atau lemari, pada ruang yang relatif sempit sehingga tidak membuat sesak ruangan yang ada dengan membagi lemari tersebut menjadi beberapa komponen yang memiliki fungsi penyimpanan masing-masing dan peng-’operasi’-annya ialah dengan menggeser komponen lemari lainnya sehingga efektifitas penggunaan lemari tersebut menjadi lebih tinggi.

Keringkasan menjadi dasar pertimbangan dalam pengadaan produk interior ini. Tujuan untuk meringkas suatu produk interior juga diperlihatkan melalui contoh lainnya dengan prinsip kerja yang berbeda yaitu dengan menumpuk (obelisk-transformer-chairs) atau menggabungkan komponen-komponen dari furniture tersebut  sehingga menjadi suatu bentuk yang compact (tennis-arm-chair).

Lain halnya dengan contoh karya arsitektur yang menjadi contoh aplikasi konsep transformasi yang dilakukan oleh OMA, Rem Koolhaas pada proyek ruang fashion terkemuka Prada di Korea Selatan (2008) tepat di kawasan bersejarah istana Gyeonghui. Transformasi diterapkan pada konsep perubahan wujud dan fungsi perusahaan fashion internasional Prada dimana mewadahi pelbagai event yang akan dilakukan di dalamnya – fashion exhibition), film festival, art exhibition, Prada fashion show). Transformasi didasarkan pada area lantai dasar yang dapat diputar bergantian dengan empat bentuk geometri seperti lingkaran, cross, segi empat, dan segi enam. Masing-masing bentuk geometri tersebut mewakili fungsi yang terkait dengan event dalam kurun waktu pergantian sebanyak 4 kali dalam setahun (3 bulan/event).

Transformasi yang terjadi mungkin tidak sehebat yang diilustrasikan pada film ‘Transformer‘, namun sebagai suatu pemikiran yang kemudian tertuang dalam dimensi yang dapat di-‘tinggal’-i oleh manusia menjadi fenomena baru dalam proses berarsitektur. Dengan perputaran bentuk dan fungsi (form and function) maka kaidah form follow function ataupun function follow form bukan menjadi hal yang utama lagi. Yang menjadi perhatian utama adalah proses transformasi itu sendiri sehingga berbagai event dalam space dapat dinaungi oleh place di posisi yang sama. Skala bangunan ini kemudian berdampak pada skala kota yang lebih luas dimana atmosfer di sekitar bangunan turut terpengaruh oleh atmosfer event yang sedang berlangsung dalam kurun waktu tertentu.

Dari contoh-contoh ini kita dapat belajar bahwa dunia ini tidak statis melainkan dinamis, selalu terjadi perkembangan yang menunjukkan peningkatan pemikiran manusia terhadap dunia. Dan secara sadar pemikiran manusia juga mengalami transformasi, sehingga kondisi unreal dalam film ‘Transformer‘ bisa jadi real pada beberapa sektor kehidupan. Hal ini tak terelakkan dengan penemuan-penemuan mutakhir dari teknologi komputerisasi sebagai suatu bentuk transformasi sebuah peradaban. Aplikasi teknologi dalam ruang juga sangat dimungkinkan sehingga ruang nyata sekarang ini mampu bertransformasi menjadi cyber-space.

Siapkah kita menghadapi transformasi ini?

Sudah sejauh mana transformasi yang terjadi pada diri anda? Pemikiran dan ‘ruang’ anda?