there’s something about geometry + architecture

March 28, 2016

Geometri dari Alam Semesta

Sudah banyak bahasan mengenai geometri dari benda atau objek kecil yang ada di sekitar kita. Namun, kita harus bertanya-tanya bagaimanakah geometri dari Alam Semesta yang kita tinggali ini? Apakah Semesta mempunyai batas dalam ukuran? Jika iya, apakah bagian luar dari alam semesta? Jawaban untuk pertanyaan ini melibatkan pembahasan geometri dari alam semesta.

Dalam membahas hal ini, penting bagi kita untung mengingat bahwa ada perbedaan antara kelengkungan ruang (negative, positif, atau flat) dan topologi alam semesta (apa bentuknya). Ketika melihat keduanya sebagai dua hal yang berbeda kita bisa melihat kemungkinan bentuk lengkung yang berbeda, contohnya bentuk torus (donat). Topologi yang mungkin dari alam semesta dapat berupa spherical, cyclindrical dan juga cubical, inilah ketiga tipe yang paling dasar.

Pada dasarnya ada tiga bentuk yang mungkin untuk alam semesta berdasarkan tiga kemungkinan garis sejajar (Riemannian Geometry):

  • flat Universe (Euclidean atau kelengkungan nol)
  • spherical atau closed Universe (kelengkungan positif)
  • hiperbolic atau open Universe (kelengkungan negatif)

Mengukur kelengkungan alam semesta bisa dilakukan karena kemampuan untuk melihat jarak yang jauh dengan teknologi baru. Teknologi saat ini memungkinkan kita untuk melihat lebih dari 80% dari ukuran alam semesta, cukup untuk mengukur kelengkungan.

Seperti ruang yang memiliki cermin-cermin, alam semesta yang terlihat tak berujung, pada kenyataannya, menjadi terbatas. Sebuah kotak cermin dapat memberi illusi bahwa semesta  terbatas tapi terlihat tidak berujung. Kotak berisi tiga bola, namun cermin tersebut menghasilkan jumlah tak terbatas. Tentu saja, di alam semesta yang sebenarnya tidak ada batas dari mana cahaya dapat memantul.

Topologi menunjukkan bahwa sepotong datar ruang-waktu dapat dilipat menjadi torus ketika ujung-ujungnya menyentuh. Dengan cara yang sama, kertas yang datar bisa diputar untuk membentuk Moebius Strip.

Contoh 3D dari strip Moebius adalah Klein Bottle, di mana ruang-waktu terdistorsi sehingga tidak ada di dalam ataupun di luar, hanya satu permukaan.

Alam semesta Euclidean atau hiperbolik yang simply connected memang akan menjadi tak terbatas, tapi alam semesta mungkin multiply connected seperti torus. Dalam hal ini seorang pengamat akan melihat beberapa gambar dari setiap galaksi dan bisa dengan mudah salah menafsirkan mereka galaksi sebagai berbeda di ruang tak berujung, sebanyak pengunjung ke ruang cermin memiliki ilusi melihat kerumunan besar.

Ruang hyperbolik dapat dibentuk dari persegi  (donutspace / Euclidean 2-torus) atau octagon (two-holed pretzel) yang sisi berlawanannya terhubung, sehingga apapun yang melintasi salah satu ujungnya akan kembali dari tepi berlawanan.

Penting untuk diingat bahwa gambar di atas adalah bayangan 2D pada ruang 4D, karena tidak mungkin untuk menjabarkan geometri dari alam semesta di selembar kertas.

Referensi:
http://phys.org/news/2014-09-geometry-universe.html
http://starchild.gsfc.nasa.gov/docs/StarChild/questions/question35.html
http://csep10.phys.utk.edu/astr162/lect/cosmology/geometry.html
http://abyss.uoregon.edu/~js/cosmo/lectures/lec15.html

Rifqi Pratama Putra
Arsitektur
1306367132

The Crucial Role of Geometry in Islamic Art

Anneli Puspita Xenia

1306449473

 

Menurut Nigel Pennick pada buku-nya yang berjudul Sacred Geometry pada tahun 1994, rasio dan proporsi geometri telah diberlakukan pada desain sakral dan seremonial pada peradaban tradisional sejak zaman lampau. Rasio dan proporsi geometri selalu tercipta dari dimensi-dimensi yang menggabungkan angka-angka matematis, kesatuan yang konstan, dan rasio, seperti halnya ‘golden/sacred mean’ . Dan penggunaan geometri berdasarkan akar-akar yang proporsional, bujur sangkar yang proporsional, dan segitiga phytagoras.
Pada seni dan arsitektur Islam, geometri telah diberlakukan sejak awal dan sebagai bentuk penolakan Islam terhadap gambar-gambar figuratif dan pagan yang dapat memicu berhala. Seni Islam, atau lebih tepatnya seni sakral, adalah seni yang diciptakan sebagai bentuk ketaatan spritual, ekspresi rohani, dan bentuk pengingatan akan Tuhan. Di mana memiliki arti yang berbeda dari seni biasa yang diciptakan untuk meng-ekspresikan cerita atau pesan dari si seniman sendiri. Di mana si seniman Islam melepaskan belenggu diri-nya dari pujian atau pengakuan terhadap karya-nya.
Geometri pada umumnya dan geometri tertentu memegang peranan penting pada proses desain dari seni Islam, yang direpresentasikan pada elemen-elemen utama-nya, geometri, biomorphic laws, dan kaligrafi, yang semuanya berdasarkan hukum geometri atau proporsi. Geometri adalah sentral dari seni Islam.
Desain geometri pada Islam tercipta dari kombinasi-kombinasi bujur sangkar dan lingkaran yang mengalami repetisi, yang dapat mengalami overlap, interlace, dan arabesque di mana setelah itu akan membentuk desain yang kompleks dan berbelit-belit.
Dan ternyata, pola-pola yang ada pada desain Islam dapat dilihat sebagai kunci metode dari bagaimana Islam meng-ekspresikan estetika cosmological. Sebagai tambahan untuk representasi cosmological dan struktur filosofis pada level bentuk, pola-pola geometri dalam Islam juga dapat dilihat sebagai bentuk yang efisien dan kuat untuk merepresentasikan beberapa konsep-konsep ‘sentral’ yang mengkarakteristikan pembahasan Islam dalam hal ‘Divine Nature’. Pola-pola pada Islam adalah sebagai bentuk visual tools untuk merenungkan sifat matematis pada alam yang tersembunyi, yang menuntun pada sifat dari keindahan, yang merupakan kekuasaan Tuhan pada alam semesta ciptaan-Nya.

Geometric Proportional Systems
Pada seni dan arsitektur Islam, sistem proporsi geometri yang paling penting adalah:
-Golden mean / golden ratio
– Proporsi tiga akar utama yaitu √2, √3 and √5

Proporsi Golden Mean adalah sistem proporsi di mana dua elemen ber-relasi satu sama lain di dalam satu set proporsi.

1-s2-0-s2095263512000635-gr1

The golden mean proportion: a/b=(a+b)/A=1.61803.

Pada gambar di atas, dua segmen dari a dan b yang berbeda nilainya adalah berada pada satu proporsi a/b=(a+b)/a. Disini terdapat inti yang memisahkan satu garis menjadi segmen-segmen dengan proporsi-proporsi kualitatif. Ini merupakan refleksi dari lipat ganda yang terjadi dalam satu unity dalam istilah geometri. Jika garis ini dibagi menjadi dua garis yang sama nilainya, dua segmen itu akan menjadi repetisi monoton dari satu sesuatu yang sama, bukan lah lipat ganda (multiply) atau kesatuan (unity) dalam geometri.
Sedangkan untuk proportional rectangles atau proportional roots adalah berdasarkan dari geometri segi banyak.

1-s2-0-s2095263512000635-gr2

The proportional roots: (a) the √2 proportion, (b) the √3 proportion, and (c) the golden mean (Phi) proportion.

untitled

The root proportions based on the square.

Seniman-seniman Muslim menciptakan proporsi-proporsi geometri ini dari lingkaran ‘Unity’. Sebagai salah satu dari bentuk umum yang ada di alam, lingkaran ini merefleksikan secara simbolik adalah tanda-tanda dari ciptaan-Nya, seperti salah satunya contohnya adalah matahari yang menjadi simbol universal (Guenon, 1995).

untitled

Unity in multiplicity and multiplicity in unity primary circle symbolizing wholeness, completion, unity and infinity.

The circle of the unity atau kesatuan lingkaran merupakan suatu bentuk yang signifikan karena lingkaran-lingkaran itu saling mengelilingi bagian yang di tengah-tengah. Dan sangat penting untuk mengetahui bahwa bentuk-bentuk geometri dapat diciptakan dari lingkaran, dan dari lingkaran-lingkaran itu muncul-lah segi banyak, yang menyertakan perhitungan akar-akar dan proporsi-proporsi.

This picture (Vesica Pisces realm) shows a symbolic relationship between the absolute and the relative, represented by two circles overlapped

untitled
Di dalam Vesica Pisces, primary proportional roots, seperti √2, √3, and √5 atau golden mean, semuanya ditemukan pada daerah ‘relatively absolute’.
Geometry in man, nature, and cosmos
Geometri seolah-olah menjadi sesuatu yang tidak terlihat pada seni dan arsitektur Islam, akan tetapi jika manusia memahaminya sebenarnya pola matematis geometri itu sendiri dapat ditemukan pada manusia, alam, dan kosmos. Pola-pola ini yang mencakup nilai estetika dan filosofis dapat ditemukan pada semua aspek dalam proses desain seni Islam. Telah dipercayai bahwa geometri-geometri ini sebenarnya diturunkan dari hukum-hukum alam.

1-s2-0-s2095263512000635-gr7

1-s2-0-s2095263512000635-gr8

1-s2-0-s2095263512000635-gr9

Geometric Proportions As A Tool of Design: Study Model
The Planning Stage : menentukan sistem proporsi berdasarkan unit pola di dalam circle of unity, yang ditentukan oleh keinginan menunjukkan arti simbolis di balik pola geometri dan kaitannya dengan mikro dan makro kosmos.
The Division Phase : konstruksi dari pola geometri dasar
Pattern Order and Structure : inisiasi membentuk garis bersinggungan untuk menciptakan bentuk yang artistik dari pola yang bertemu karena garis-garis itu. Ini menyebabkan munculnya titik-titik yang dapat digunakan untuk mengembangkan pola.
Desired Pattern Revealing : menciptakan variasi geometri dari pola dan menebalkan garis. Ini diturunkan dari semua proporsi vital berdasarkan single unit. Proses ini dapat dilakukan secara repetisi, membuat bagian tengah nya bisa muncul di mana-mana atau tidak muncul sama sekali.

Fourhold to Eighthold Pattern

untitled

 

1-s2-0-s2095263512000635-gr12

Construction stage of eight pointed patterns based on √2 proportions.

1-s2-0-s2095263512000635-gr13

Applications of the octagon based on eight pointed patterns in architecture “And the angels will be on its sides, and eight will, that Day, bear the throne of thy Lord above them” (The Holy Quran, Chapter 69, verse 17).

 

Fivehold to Tenfold Pattern

untitled

1-s2-0-s2095263512000635-gr15

 

Sixfold to Twelvehold Pattern

1-s2-0-s2095263512000635-gr16

1-s2-0-s2095263512000635-gr17

1-s2-0-s2095263512000635-gr181

1-s2-0-s2095263512000635-gr19

 

Referensi:

Guenon, Rene. 1995. The Reign of Quantity and the Sign of the Times. Sophia Perennis, Ghent.

Pennick, Nigel. 1994. Sacred Geometry: Symbolism and Purpose in Religious Structures. Capall Bann Publishing, San Francisco, USA.

Schneider, Michael. 1994. A Beginner’s Guide to Constructing the Universe: The Mathematical Archetypes of Nature, Art and Science. Harper Collins, New York.

Nasr, Sayyed. 1978. An Introduction to Islamic Cosmological Doctrines. Thames and Hudson, UK.

Singer, Lynette. 2008. The Minbar of Saladin: Reconstructing a Jewel of Islamic Art. Thames and Hudson, London, UK.

March 27, 2016

Penggunaan Euclidean Geometry pada Pembentukan Fractal Geometry

“Clouds are not spheres, mountains are not cones, coastlines are not circles, and bark is not smooth nor does light travel in a straight line” (Mandelbrot, Benoit B. 1982. The fractal Geometry of Nature)

Kutipan diatas adalah salah satu quotes terkenal mengenai geometri fraktal. Dimana geometri fraktal membicarakan mengenai geometri yang terinspirasi dari alam. Inspirasi dari alam itulah yang membuat bentuk dari geometri ini tidak teratur, dan masuk kedalam golongan geometri non-euclidean. Contoh observasi geometri fraktal di alam yang sering digunakan adalah awan, pohon, bunga, aliran air, dll.

Namun, bagaimana bila dalam pencapain geometri fraktal tersebut dapat dilakukan dengan penggunaan geometri euclidean? Seperti yang kita ketahui geometri euclidean kerap akan permainan garis, bidang planar, ataupun platonic solid. Dengan eksplorasi lebih jauh bentuk geometri euclidean inilah muncul bentukan alam yang dapat kita bilang sebagai geometri fraktal.

 

Gambar diatas menunjukan permainan bidang planar persegi, dan juga segitiga yang dapat membentuk bentuk pohon.

 

fractalsnowflake

Bidang segitiga yang dimainkan dan kemudian membentuk butiran salju.

 

Gambar diatas adalah eksplorasi digital dari penggunaan persegi yang mereplika bentuk permukaan laut.

Selain itu, tidak hanya bidang planar (2d) sajalah yang bila diekplorasi dapat membentuk geometri fraktal. Permainan platonic solid juga dapat digunakan dan membentuk geometri fraktal.

PythagorasDragon5

Kubik yang di overlap terus menerus dan kemudian membentuk ranting pohon.

4038c5cdf198f44532b1962cef2bd4ea

 

Vania Alisha

1306392720

Referensi:

 

April 1, 2012

Symmetry in Nature: The Hidden Discoveries

Filed under: nature and architecture — gitamanohara @ 00:42
Tags: ,

Saya pernah mendengar bahwa hal yang paling indah adalah hal yang paling memiliki kesimetrisan. Pertanyaan yang selanjutnya muncul adalah, mengapa?? Sepertinya ada suatu hal mendasar yang kita tidak sadari mengenai kata ‘simetri’ ini. Ada suatu alasan mengapa manusia secara alamiah tertarik pada kesimetrisan.

Saya menemukan suatu buku yang sangat menarik mengenai hal itu, berjudul “Symmetry: A Journey into The Patterns of Nature” karya Marcus du Sautoy. Marcus du Sautoy ini adalah seorang ahli matematika, yang awalnya tertarik dalam dunia matematika karena satu hal: simetri. Ia menemukan bahwa dalam pencarian kesimetrisan, terdapat bahasa matematika tertentu yang mewakilinya. Yang lebih menariknya lagi, ternyata hal tersebut banyak sekali ditemukan di alam, dan dari alam lah ilmu matematika itu terbentuk dan berkembang.

Gambar 1. Golden ratio in shells

Kesimetrisan dalam alam bukanlah masalah estetika. Pada alam, ternyata kesimetrisan adalah hal komunikasi. Untuk lebah misalnya, kesimetrisan menyangkut hal bertahan hidup. Penglihatan lebah sangatlah terbatas. Mereka buta warna dan tidak memiliki kemampuan menilai jarak, sehingga kita sering melihat lebah yang menabrak sekitarnya untuk menjelajah ruang. Namun ada satu hal yang merangsang mereka, yaitu kesimetrisan. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa lebah lebih tertarik pada bunga-bunga yang simetris. “The honeybee likes the pentagonal symmetry of honeysuckle, the hexagonal shape of clematis, and the highly radial symmetry of the daisy and sunflower. The bumblebee prefers mirror symmetry, such as the symmetry of the orchid, pea, or foxglove,” (du Sautoy, 2008).

Gambar 2. Radial symmetries in flowers

Penemuan berikutnya adalah ternyata bunga yang memiliki kesimetrisan adalah bunga yang lebih dapat bertahan hidup. Keindahan simetri membutuhkan energi yang besar dan bunga yang dapat bertahan hidup lebih lama adalah bunga yang dapat menyisihkan energinya untuk berkembang menjadi bentuk yang simetris. Hasil daripada kesimetrisan itu adalah nektar yang lebih banyak dan lebih manis sehingga akhirnya lebah lebih tertarik kepada mereka. Di situlah tanda yang menunjukkan bahwa pada alam, kesimetrisan adalah esensi untuk berkomunikasi.

Contoh sebelumnya juga merupakan penemuan bahwa dalam alam, kesimetrisan menunjukkan keunggulan. Ada penelitian ilmu zoologi yang menghasilkan kesimpulan bahwa kesimetrisan menunjang kemampuan motorik yang superior. Hampir semua kemampuan motorik bergantung pada kesimetrisan tubuh, seperti misalnya kemampuan lari yang cepat bergantung pada seberapa simetris bentuk kakinya. Ditemukan bahwa hewan atau bahkan manusia yang bisa lari lebih cepat adalah yang bentuk kakinya paling simetris karena otot-ototnya tertunjang dengan lebih baik.

Di alam, dapat ditemukan betapa banyaknya obyek yang memiliki kesimetrisan. Tetesan air misalnya, tidak berbentuk seperti gambar-gambar yang kita kenal, melainkan berbentuk bola sempurna yang tentunya memiliki kesimetrisan mutlak. Salju, virus HIV, atom karbon pada berlian, bintang laut, sel-sel daun, sarang lebah, kupu-kupu, sayap burung, pola bulu pada jerapah, pola sisik ular, struktur internal buah, dan masih banyak lagi.  Memang benar pernyataan bahwa hampir semua pola atau bentuk yang kita lihat dalam alam memiliki kesimetrisan, baik simetri tipe radial, bilateral, reflective, rotational, tessellations, dan lainnya.

Gambar 3. Symmetrical patterns in nature

Secara alamiahnya, mungkin memang begitulah cara alam bekerja. Secara tidak kita sadari, kita tertarik dengan kesimetrisan, karena kesimetrisan menunjukkan keunggulan, keindahan alamiah. Penelitian yang sama terhadap contoh-contoh yang saya paparkan tadi menemukan bahwa hewan maupun manusia tertarik dengan lawan jenis yang fitur-fiturnya simetris, karena hal tersebut dianggap membuat si subyeknya menjadi lebih indah, baik ganteng maupun cantik.  Dari awal kita berkembang dalam alam ini, kita terbentuk dengan dasar kesimetrisan, dan kesimetrisan lah yang biasa kita lihat sehari-hari (walaupun tidak kita sadari). Mungkin kita tertarik dengan kesimetrisan karena sebenarnya kita dikelilingi oleh kesimetrisan.

“Human and animals are genetically programmed to look upon these shapes as beautiful.”

“Beauty of form is extravagance.”

— Marcus du Sautoy

REFERENCE

Du Sautoy, Marcus. 2008. Symmetries: A Journey into The Patterns of Nature. Harper Collins e-books

June 5, 2011

Arsitektur dan Sabun

Filed under: nature and architecture — austronaldo @ 22:50
Tags: ,

“Nature is not copied but made comprehensible”– Frei Otto
Mengutip pernyataan dari seorang arsitek Jerman- Frei Otto, kita dapat mempelajari bahwa arsitektur dapat menjadi suatu alat untuk memahami kekuatan-kekuatan alam yang terjadi di sekitar kita. Ketika kita berbicara mengenai sabun, kita mengasosiasikannya dengan air, mandi, licin, busa dll. Namun terdapat karakteristik dari sabun yang tidak dapat dilihat dengan kasat mata dan juga tidak dapat kita rasakan begitu saja. Karakteristik tersebut misalnya adalah bagaimana sabun dapat terbentuk dan bagaimana bubbles yang dihasilkan dapat mempertahankan bentuknya yang bulat meskipun memiliki layer yang sangat tipis. Mengapa bubble memiliki bentuk bulat? Mengapa tidak berbentuk kubus, limas, piramid atau bentuk geometris lainnya? Hal ini menjadi menarik untuk dibahas. Seingat saya ketika mempelajari mengenai bubbles adalah bahwa hal ini dikarenakan internal forces berupa surface tension dari bubbles tersebut. Tension dari layer bubble berusaha untuk menyusutkan bubble menjadi bentuk geometris yang memiliki surface area paling kecil yaitu bentuk bulat ini. Coba saja kita meniup bubbles. Pertama-tama bentuknya mengalami suatu distorsi dan lambat laun ketika seluruh permukaan bubbles bersentuhan dengan udara, maka bentuknya berubah menjadi bulat karena harus mempertahankan surface area yang minim (lihat tahapan pembentukan bubbles dari bentuk tak beraturan sampai menjadi bulat yang sempurna pada Gambar1). Dari sini kita dapat menemukan bahwa bentuk bubbles tidak melulu berbentuk bulat. Sebenarnya bubbles juga dapat diciptakan menjadi bentuk-bentuk geometris lain seperti kubus maupun tetrahedron namun harus ada external force (gaya dari luar) yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Lalu bagaimana fenomena ini dapat diterapkan dalam arsitektur?

Karakteristik dimana layer yang sangat tipis dapat menjadi kuat diaplikasikan pada atap Munich Stadium oleh Frei Otto. Apabila kita melihat gambar stadium ini, bentuknya tidak bulat seperti bubble namun mengambil karakteristik desain dengan menggunakan minimal surface seperti pada bubble sabun. Munich stadium memiliki bentang lebar (1443 kaki) sehingga Otto memperlakukan atap seperti layer bubble yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga tension dari material fabric yang digunakan dapat membuat struktur menjadi stabil. Karena fabric ditahan oleh struktur berupa kabel maka bentuk atap dapat menajdi macam-macam (tidak hanya bulat). Maka aplikasi dimana bubbles dapat dibentuk menjadi bentuk yang bermacam-macam asal ada external force yang menyebabkannya dipalikasikan pada atap stadium ini. Kabel ini menjai suatu external force yang dapat mempertahankan atap dengan layer yang sangat tipis supaya dapat tetap berdiri (tidak collapse). Ini merupakan salah satu contoh bagaimana arsitektur dapat berperan untuk memahami fenomena alam dari soap bubbles yang ada di sekitar kita. Kita juga dapat meneliti lebih lanjut mengenai proses pembuatan sabun untuk mengahasilkan suatu karya yang baru.

Referensi: http://www.exploratorium.edu/ronh/bubbles/
http://www.the-scientist.com/news/display/53443/

March 23, 2011

Perbandingan Agung secara Geometri yang Tersebar di Alam Semesta

Filed under: classical aesthetics — evita18 @ 14:48
Tags:

Perbandingan agung yang ditemukan di alam ini tidak hanya ditemukan pada manusia saja, kali ini saya akan membahas mengenai pembagian agung dan deret Fibonacci yang ditemukan pada benda-benda lainnya di alam semesta ini. Kalau kita perhatikan corak sayap kupu-kupu, mereka juga mengikuti Pembagian Agung. Perbandingan anggota tubuh serangga, burung pinguin, ikan lumba-lumba dan sebagainya ternyata juga tidak terlepas dari Pembagian Agung ini
Demikian juga pada tumbuhan, pertumbuhan cabang-cabangnya, panjangnya mengikuti Pembagian Agung sedangkan jumlah cabangnya mengikuti Deret Fibonacci.

Selain itu, pembagian agung pun ditemukan dalam pembangunan kuil2 yunani kuno dengan pilar-pilar yang besar. Misal pada kuil Parthenon, kuil ini dibuat dengan memperhatikan komposisi pembagian agung ini. Dalam bagian luar katedral notredame ini pun dilakukan pembagian agung.

sumber : pranaindonesia.wordpress.com

April 5, 2010

Proporsi pada Daun

Filed under: nature and architecture — reniafriani07 @ 10:41
Tags:

Ternyata alam memang sangat bisa dijadikan sebagai suatu objek untuk membandingkan dengan objek lain, menjadi indikator perbandingan proporsi yang baik, karena alam itu sendiri memiliki proporsi yang baik pada dirinya sendiri, seperti adanya suatu pohon yang memiliki perbandingan batang dengan daunnya 1:2, dan pada gambar diatas terdapat sebuah daun yang memiliki perbandingan ruas tulang daun yaitu 1:2:3.

Ukuran a = 3 cm, panjang daun = 6a (6×3=18), lebar daun = 3a (3×3=9), jadi daun ini mempunayi bentuk dasar adalah persegi panjang, dan yang jauh lebih menarik lagi adalah daun memiliki jarak antara ruas tulang satu dengan lainnya adalah kelipatannya (yang bergaris putus-putus, 0,3 cm; 0,6 cm; 1,2 cm).

March 31, 2010

Bentuk (Form) Alam yang Berbasis Logika Geometri

Filed under: nature and architecture — meitha28 @ 20:45
Tags: ,

Dalam alam kita dapat menemukan beberapa bentuk geometri seperti contoh adalah bentuk dari sarang lebah yang merupakan susunanan dari bentuk dasar geometri berupa segi enam yang berkoloni untuk tiap sisinya hingga membentuk satu kesatuan. Namun ada beberapa contoh lain yang tanpa kita sadari ternyata memiliki bagian yang dari alam ternyata memiliki banyak bentuk geometri yang terbentuk dengan secara main set manusia (sudah dari sananya seperti itu) atau dengan kata lain tidak ‘mau’ untuk menjelaskan lagi padahal jika diteliti lebih lanjut bahwa bentuk tersebut memiliki dasar yang dapat masuk logika walaupun bentuk tersebut belum tentu terjadi seperti itu namun setidaknya bentuk ini masih dapat dijelaskan dengan cara logika geometri, hal ini sebagai contoh adalah black hole. Apa yang melatar belakangi bentuk dari ‘hole’? dan mengapa harus berbentuk hole? Saya akan mencoba untuk menjawab pertanyaan ini bagaimana jika kemampuan yang menghisap menentukan betuk dari black hole itu sendiri.

Utility à make a form

Tanpa disadari pun alam telah membuatnya seperti itu dengan kemampuan secara fungsionalnya dia dapat menghasilkan form itu. Sebagaimana benang merah form of black hole terhadap utility (funsionalnya) bahwa black hole memiliki fungsi sebagai/ memiliki fungsi yang menarik/menyedot (kecenderungannya) benda lain dari titik manapun secara luas menuju terpusat hal ini yang dapat menjadi dasar logika bentuk black hole titik manapun dari suatu benda merupakan asumsi dari lingkaran dimana lingkaran jika ditarik menuju manapun atau dihubungkan dengan titik lain yang segaris (titik sebrangnya) maka akan bertemu dipusat. Maka hal ini yang dapat menjadi alasan form of black hole.

Lalu bagaimana dengan segitiga Bermuda???

April 7, 2009

Hidden Geometry

Filed under: classical aesthetics,contemporary theories — Kiekie21 @ 01:02
Tags: ,

Pernahkah anda merasakan, bahwa terdapat sebuah garis yang menghubungkan sebuah objek dengan objek lain di kehidupan sehari-hari? Secara tidak sadar hal yang sama saya rasakan saat saya melihat sebuah keteraturan yang ada. Walau tidak ada yang sangat presisi tetapi jika anda pernah merancang pasti anda pernah merasakan perasaan ingin meletakan sesuatu terhadap sesuatu yang lain dalam kondisi yang fit.

Seperti yang telah dibahas oleh tezza pada “Alam sebagai Basis Perancangan, Kaidah Proporsi dan Arsitektur”. Saya berpikiran bahwa manusia telah menyederhanakan bentuk kedalam kaidah geometri sederhana. Dimana didalamnya terdapat sebuah garis yang tidak tercitra secara nyata, yang hanya ada dalam pikiran manusia, yang kemudian dijadikan patokan (standard) dalam skala proporsi dan ritme. Seperti yang sering ditampilkan dalam perancangan arsitektur klasik.

Photobucket
Lalu apakah sekarang garis-garis bantu tersebut tidak terpakai lagi? Bila kita lihat perkembangan arsitektur dari classic – modern – postmodern – hingga sekarang ini maka banyak yang masih menggunakan garis imaginer tersebut terhadap metode perancangan mereka. Contohnya mungkin grid dan garis as untuk menentukan kolom dan tembok. Lalu bagaimana dengan geometri pada arsitektur ‘Zaha Hadid’? apakah masih menggunakan hidden geometri yang sama dengan yang digunakan vitruvius jaman dahulu?

Walau belum mendapatkan sumber yang jelas mengenai hal ini, tetapi saya memiliki judgment sendiri. Ketika jaman arsitektur modern orang beranggapan yang mengikuti garis adalah yang indah. Lalu pada jaman post-modern beranggapan bahwa yang rapi-rapi tersebut sangatlah membosankan. Sehingga timbul ‘less is bore’ sebuah counter dari ‘less is more’ sehingga mengubah posisi dan sumbu garis imaginer yang sebelumnya dijadikan standard utama merancang menjadi relatif dan cenderung berantakan, Seperti yang diperagakan Frank Gerry. Satu titik yang mengahiri jamannya adalah ketika orang sudah mulai bosan melihatnya. Maka jaman yang baru telah tiba dimana arsitektur bergaya futuristik lahir sebagai sebuah utopia baru. Sehingga bila saya gambarkan dalam garis akan seperti demikian.

Photobucket

April 2, 2009

Alam sebagai Basis Perancangan, Kaidah Proporsi dan Arsitektur

Filed under: classical aesthetics,nature and architecture — tezzanurghina @ 08:13
Tags: , ,

Hampir sepuluh tahun yang lalu, saya menonton sebuah film kartun yang berjudul “Donald in Mathmagic Land”. Maklum, karena sepuluh tahun lalu saya masih duduk di bangku SD, saya kurang memahami isi dari film kartun ini karena menggunakan Bahasa Inggris dan tidak ada subtitle-nya. Apalagi saya tidak tertarik untuk menontonnya karena film kartun ini membahas matematika. Tetapi dari sinilah awal saya mengenal geometri dalam arsitektur, walaupun masih dalam pengertian sederhana.

Di dalam film ini diceritakan bahwa bentuk-bentuk alam memiliki geometri yang ‘ajaib’. Bintang adalah salah satu bentuk (wujud) yang sangat banyak ditemukan pada alam, misalnya pada bunga, dan beberapa jenis organisme air. Bintang merupakan bentuk geometri yang ‘ajaib’ karena garis-garis penyusun bentuk bintang dapat menghasilkan golden proportion.

Natural forms

Dari golden proportion, dapat terbentuk golden rectangles, yang bila disusun terus menerus seperti pada ilustrasi berikut akan menghasilkan pola bentuk spiral, seperti pola spiral pada keong.

golden-rectangles

Kemudian, golden rectangles ini banyak diaplikasikan sebagai suatu kaidah perancangan pada arsitektur klasik. Contohnya pada bangunan Parthenon berikut, yang menggunakan kaidah golden rectangles (atau golden proportions) mulai dari lingkup bangunan secara keseluruhan sampai pada detail terkecilnya. Tidak hanya digunakan pada arsitektur, kaidah tersebut juga banyak diaplikasikan pada karya seni klasik, seperti patung atau lukisan.

parthenon

sculpture-and-paintings

Manusia banyak terinspirasi dari alam. Manusia cenderung hidup dengan belajar dari alam sekitarnya, mensarikan yang ia pelajari, kemudian mengaplikasikan hasil pembelajarannya tersebut terhadap apa yang ia ciptakan.
.. For Aristotle, imitation (mimesis in Greek) is the natural human ability to envision things as they ought to be, as a modified version of the way they are.. (Crowe:1999)

.. Vitruvius therefore is saying that mimesis is natural to man, that it involves learning from things as they are found to be and then building upon that knowledge to make things “as they ought to be”.. (Crowe:1999)

Saya melihat ada suatu kesinambungan antara bentuk-bentuk alam, proporsi, dan arsitektur. Menurut saya, pada zaman arsitektur klasik, manusia mempelajari geometri dari bentuk-bentuk alam dan mensarikan pola-pola yang berhasil terungkap. Seperti bentuk bintang tadi yang banyak ditemukan di alam, ternyata menghasilkan golden proportion. Atau tubuh kita sendiri yang ternyata juga mengandung kaidah golden proportion. Dan kaidah tersebut diterapkan pada karya-karya manusia, termasuk arsitektur.

Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah, bila saat itu manusia memang mempelajari bentuk-bentuk alam, mengapa “rumusan” yang dihasilkan berupa kaidah proporsi yang cenderung terkotak-kotak (ber-grid-grid), dan penuh dengan perhitungan matematis (seperti pada golden proportion atau teori Fibonacci)?

Eugene Tsui, seorang pengarang buku Evolutionary Architecture (Nature as a Basis for Design), mengatakan …the designation of space is determined by purely responsive and compositional elements, not as a grid-plane layout… (Tsui:1999)

Ruang merupakan sesuatu yang memiliki variasi bentuk dan pola, dinamis, dapat menekuk, melengkung, dan berliku-liku. Tidak ada order. Bila alam adalah basis untuk merancang, mengapa harus membuatnya terkotak-kotak?

Nature does not come forth with a predetermined shape (like the box) and then try to negotiate forces acting on that shape. In nature, the shape is determined by the forces act on it. (Tsui:1999)

Kembali lagi kepada film kartun “Donald in Mathmagic Land” dan perhatikan ilustrasi berikut. Siluet seorang gadis menggambarkan proporsi yang “ideal”, dan Donald digambarkan tidak memiliki postur yang proporsional. Jika siluet gadis saya analogikan sebagai arsitektur klasik yang menerapkan kaidah-kaidah proporsi golden rectangles, dan Donald Duck adalah arsitektur yang tidak memenuhi prinsip golden rectangles. Donald Duck tidak akan ada bila ia tidak menyimpang dari kaidah proporsi golden rectangles. Begitupula dengan arsitektur kontemporer, arsitektur kontemporer tidak ada bila tidak menyimpang dari kaidah proporsi arsitektur klasik. Arsitektur tidak harus memenuhi kaidah proporsi golden rectangles, bukan?

donald-trying-to-be-proportional1

Sumber:
1. VCD Donald in Mathmagic Land by Walt Disney Pictures
2. Evolutionary Architecture by Eugene Tsui
3. Nature and the Idea of a Man-Made World by Norman Crowe