Ketika membahas mengenai ideal city pada kuliah geometri, yang pertama kali diperkenalkan adalah tentang “The Island of Utopia” yang dibuat oleh Thomas More. Saya tertarik pada kata ‘utopia’ ini, karena meskipun saya sering mendengar kata ini, saya tidak mengerti artinya.
Setelah saya mencari referensi mengenai Island of Utopia ini, saya menemukan terjemahan dari penjelasan mengenai Utopia tersebut, berikut sedikit kutipan dari penjelasannya:
“The island of Utopia is in the middle just 200 miles broad, and holds almost at the same breadth over a great part of it; but it grows narrower towards both ends. Its figure is not unlike a crescent: between its horns, the sea comes in eleven miles broad, and spreads itself into a great bay, which is environed with land to the compass of about five hundred miles, and is well secured from winds.”
“There are 54 cities in the island, all large and well-built: the manners, customs, and laws of which are the same…”
“Every city sends three of their wisest senators once a year to Amaurot [the capital] to consult about their common concerns; for that is chief town of the island, being situated near the centre of it, so that it is the most convenient place for their assemblies.”
Dilihat dari penjelasannya, Thomas More mendeskripsikan Utopia tersebut dari kondisi fisik dan pemerintahannya. Penggambaran kondisi wilayahnya pun tampaknya menunjukkan bahwa wilayah tersebut memiliki sistem yang teratur, contohnya dari kata2 ‘well secured from winds’, berarti kota tersebut aman dari terjangan angin yang dapat membahayakan wilayahnya, kemudian di wilayah tersebut ada senator yang dapat menjadi tempat berkonsultasi yang berada di pusat sehingga memudahkan untuk pertemuan, sebuah situasi yang memudahkan interaksi antara rakyat dengan wakil rakyat. Berarti, dapat disimpulkan bahwa maksud dari Thomas More dalam Utopia ini adalah menunjukkan seperti itulah kota yang baik.
Sebenarnya, apa pengertian dari kata utopia itu sendiri? Ada beberapa pengertian mengenai utopia dari beberapa sumber:
Dari beberapa pengertian tersebut, ‘utopia’ tersebut mengacu pada dua hal yaitu ‘ideal’ dan ‘perfect’. Kota ideal, itulah yang digambarkan Thomas More dalam Utopia-nya, kota dengan segala keteraturannya. Karena kota tersebut digambarkan begitu sempurna, masyarakat yang tinggal di dalamnya mungkin akan hidup sejahtera dan merasa aman, dengan kata lain, everybody is happy. Selain dari sumber teks, saya juga tertarik untuk mencari apa itu ‘utopia dari segi visualnya. Gambar di bawah ini adalah beberapa hasil yang saya peroleh ketika saya mencari tentang ‘utopia’ dari Google Images:
Sungguh menarik dan terlihat sangat imajinatif, bukan? 🙂
Ketiga gambar di atas ternyata memiliki penggambaran yang berbeda; gambar pertama terlihat seperti kota yang keadaannya damai, berada di antara bukit, dan terlihat bangunan yang di sekelilingnya terdapat benteng, seperti kota-kota pada abad pertengahan. Pada gambar kedua digambarkan sebuah pemandangan alam yang indah, tergambar dari danau dan langit yang berwarna biru menawan serta tumbuhan dan hewan dapat dapat hidup di sana. Gambar ketiga merupakan kota yang futuristik, kota yang mungkin secara visual akan seperti ini bertahun-tahun yang akan datang. Namun dari ketiga gambar tersebut terdapat kesamaan, yaitu ketigannya sama-sama menggambarkan suasana yang indah, sempurna, dan teratur.
Dari hasil yang saya temukan dari Google Images tersebut,ternyata saya tidak melihat ‘sesuatu yang nyata’, atau sesuatu yang bisa kita lihat sehari-hari, yang sudah ada pada kenyataannya sekarang. Semua gambar tentang ‘utopia’ yang saya dapatkan hanya gambar fiksi atau imajinasi seseorang yang menggambarkan bagaimana ‘utopia’ menurut mereka. Dari sinilah, saya setuju dengan pernyataan “utopia itself means literally ‘no-place'”, atau ‘utopia’ itu merupakan ‘a form of nothingness’. Jadi, kalau sesuatu yang ‘utopis’ atau ideal tersebut tidak ada, mengapa muncul istilah ‘ideal city’? Sebenarnya, apa itu ‘ideal city’?’ Mengutip dari pernyataan Eaton, yang dimaksud dengan ‘ideal city’ menurutnya yaitu “cities whose life begins (and usually ends) in the form of ideas and which are often presented as being as close to perfection as possible“. Bagian akhir dari pernyataannya itulah yang sebenarnya menyangkal mengenai keadaan yang perfect, karena yang bisa dilakukan manusia hanyalah berusaha untuk mendekati keadaan yang sempurna tersebut, maka dari itulah ‘utopia’ hanya ada dalam imajinasi manusia, dengan persepsi yang bisa berbeda-beda.
Bagi saya, utopia atau ideal city tersebut merupakan hanya sebuah visi. Visi tersebutlah yang secara tidak langsung mengungkapkan keinginan manusia akan adanya tempat tinggal bagi mereka yang sempurna; tempat yang indah, tentram, semua kebutuhannya dapat dipenuhi tanpa ada yang kurang, atau dengan kata lain, sempurna. Oleh karena itu, lahirlah usaha-usaha para perancang kota untuk mencapai keadaan tersebut, misalnya Le Corbusier dengan City of Tomorrow-nya yang kemudian menghasilkan sesuatu yang sekarang kita sebut sebagai zoning.
Referensi:
http://www.bl.uk/learning/histcitizen/21cc/utopia/more1/island1/island.html
You must be logged in to post a comment.