there’s something about geometry + architecture

March 28, 2016

The Crucial Role of Geometry in Islamic Art

Anneli Puspita Xenia

1306449473

 

Menurut Nigel Pennick pada buku-nya yang berjudul Sacred Geometry pada tahun 1994, rasio dan proporsi geometri telah diberlakukan pada desain sakral dan seremonial pada peradaban tradisional sejak zaman lampau. Rasio dan proporsi geometri selalu tercipta dari dimensi-dimensi yang menggabungkan angka-angka matematis, kesatuan yang konstan, dan rasio, seperti halnya ‘golden/sacred mean’ . Dan penggunaan geometri berdasarkan akar-akar yang proporsional, bujur sangkar yang proporsional, dan segitiga phytagoras.
Pada seni dan arsitektur Islam, geometri telah diberlakukan sejak awal dan sebagai bentuk penolakan Islam terhadap gambar-gambar figuratif dan pagan yang dapat memicu berhala. Seni Islam, atau lebih tepatnya seni sakral, adalah seni yang diciptakan sebagai bentuk ketaatan spritual, ekspresi rohani, dan bentuk pengingatan akan Tuhan. Di mana memiliki arti yang berbeda dari seni biasa yang diciptakan untuk meng-ekspresikan cerita atau pesan dari si seniman sendiri. Di mana si seniman Islam melepaskan belenggu diri-nya dari pujian atau pengakuan terhadap karya-nya.
Geometri pada umumnya dan geometri tertentu memegang peranan penting pada proses desain dari seni Islam, yang direpresentasikan pada elemen-elemen utama-nya, geometri, biomorphic laws, dan kaligrafi, yang semuanya berdasarkan hukum geometri atau proporsi. Geometri adalah sentral dari seni Islam.
Desain geometri pada Islam tercipta dari kombinasi-kombinasi bujur sangkar dan lingkaran yang mengalami repetisi, yang dapat mengalami overlap, interlace, dan arabesque di mana setelah itu akan membentuk desain yang kompleks dan berbelit-belit.
Dan ternyata, pola-pola yang ada pada desain Islam dapat dilihat sebagai kunci metode dari bagaimana Islam meng-ekspresikan estetika cosmological. Sebagai tambahan untuk representasi cosmological dan struktur filosofis pada level bentuk, pola-pola geometri dalam Islam juga dapat dilihat sebagai bentuk yang efisien dan kuat untuk merepresentasikan beberapa konsep-konsep ‘sentral’ yang mengkarakteristikan pembahasan Islam dalam hal ‘Divine Nature’. Pola-pola pada Islam adalah sebagai bentuk visual tools untuk merenungkan sifat matematis pada alam yang tersembunyi, yang menuntun pada sifat dari keindahan, yang merupakan kekuasaan Tuhan pada alam semesta ciptaan-Nya.

Geometric Proportional Systems
Pada seni dan arsitektur Islam, sistem proporsi geometri yang paling penting adalah:
-Golden mean / golden ratio
– Proporsi tiga akar utama yaitu √2, √3 and √5

Proporsi Golden Mean adalah sistem proporsi di mana dua elemen ber-relasi satu sama lain di dalam satu set proporsi.

1-s2-0-s2095263512000635-gr1

The golden mean proportion: a/b=(a+b)/A=1.61803.

Pada gambar di atas, dua segmen dari a dan b yang berbeda nilainya adalah berada pada satu proporsi a/b=(a+b)/a. Disini terdapat inti yang memisahkan satu garis menjadi segmen-segmen dengan proporsi-proporsi kualitatif. Ini merupakan refleksi dari lipat ganda yang terjadi dalam satu unity dalam istilah geometri. Jika garis ini dibagi menjadi dua garis yang sama nilainya, dua segmen itu akan menjadi repetisi monoton dari satu sesuatu yang sama, bukan lah lipat ganda (multiply) atau kesatuan (unity) dalam geometri.
Sedangkan untuk proportional rectangles atau proportional roots adalah berdasarkan dari geometri segi banyak.

1-s2-0-s2095263512000635-gr2

The proportional roots: (a) the √2 proportion, (b) the √3 proportion, and (c) the golden mean (Phi) proportion.

untitled

The root proportions based on the square.

Seniman-seniman Muslim menciptakan proporsi-proporsi geometri ini dari lingkaran ‘Unity’. Sebagai salah satu dari bentuk umum yang ada di alam, lingkaran ini merefleksikan secara simbolik adalah tanda-tanda dari ciptaan-Nya, seperti salah satunya contohnya adalah matahari yang menjadi simbol universal (Guenon, 1995).

untitled

Unity in multiplicity and multiplicity in unity primary circle symbolizing wholeness, completion, unity and infinity.

The circle of the unity atau kesatuan lingkaran merupakan suatu bentuk yang signifikan karena lingkaran-lingkaran itu saling mengelilingi bagian yang di tengah-tengah. Dan sangat penting untuk mengetahui bahwa bentuk-bentuk geometri dapat diciptakan dari lingkaran, dan dari lingkaran-lingkaran itu muncul-lah segi banyak, yang menyertakan perhitungan akar-akar dan proporsi-proporsi.

This picture (Vesica Pisces realm) shows a symbolic relationship between the absolute and the relative, represented by two circles overlapped

untitled
Di dalam Vesica Pisces, primary proportional roots, seperti √2, √3, and √5 atau golden mean, semuanya ditemukan pada daerah ‘relatively absolute’.
Geometry in man, nature, and cosmos
Geometri seolah-olah menjadi sesuatu yang tidak terlihat pada seni dan arsitektur Islam, akan tetapi jika manusia memahaminya sebenarnya pola matematis geometri itu sendiri dapat ditemukan pada manusia, alam, dan kosmos. Pola-pola ini yang mencakup nilai estetika dan filosofis dapat ditemukan pada semua aspek dalam proses desain seni Islam. Telah dipercayai bahwa geometri-geometri ini sebenarnya diturunkan dari hukum-hukum alam.

1-s2-0-s2095263512000635-gr7

1-s2-0-s2095263512000635-gr8

1-s2-0-s2095263512000635-gr9

Geometric Proportions As A Tool of Design: Study Model
The Planning Stage : menentukan sistem proporsi berdasarkan unit pola di dalam circle of unity, yang ditentukan oleh keinginan menunjukkan arti simbolis di balik pola geometri dan kaitannya dengan mikro dan makro kosmos.
The Division Phase : konstruksi dari pola geometri dasar
Pattern Order and Structure : inisiasi membentuk garis bersinggungan untuk menciptakan bentuk yang artistik dari pola yang bertemu karena garis-garis itu. Ini menyebabkan munculnya titik-titik yang dapat digunakan untuk mengembangkan pola.
Desired Pattern Revealing : menciptakan variasi geometri dari pola dan menebalkan garis. Ini diturunkan dari semua proporsi vital berdasarkan single unit. Proses ini dapat dilakukan secara repetisi, membuat bagian tengah nya bisa muncul di mana-mana atau tidak muncul sama sekali.

Fourhold to Eighthold Pattern

untitled

 

1-s2-0-s2095263512000635-gr12

Construction stage of eight pointed patterns based on √2 proportions.

1-s2-0-s2095263512000635-gr13

Applications of the octagon based on eight pointed patterns in architecture “And the angels will be on its sides, and eight will, that Day, bear the throne of thy Lord above them” (The Holy Quran, Chapter 69, verse 17).

 

Fivehold to Tenfold Pattern

untitled

1-s2-0-s2095263512000635-gr15

 

Sixfold to Twelvehold Pattern

1-s2-0-s2095263512000635-gr16

1-s2-0-s2095263512000635-gr17

1-s2-0-s2095263512000635-gr181

1-s2-0-s2095263512000635-gr19

 

Referensi:

Guenon, Rene. 1995. The Reign of Quantity and the Sign of the Times. Sophia Perennis, Ghent.

Pennick, Nigel. 1994. Sacred Geometry: Symbolism and Purpose in Religious Structures. Capall Bann Publishing, San Francisco, USA.

Schneider, Michael. 1994. A Beginner’s Guide to Constructing the Universe: The Mathematical Archetypes of Nature, Art and Science. Harper Collins, New York.

Nasr, Sayyed. 1978. An Introduction to Islamic Cosmological Doctrines. Thames and Hudson, UK.

Singer, Lynette. 2008. The Minbar of Saladin: Reconstructing a Jewel of Islamic Art. Thames and Hudson, London, UK.

March 29, 2015

Peran Geometri pada Masa Modernisme dan Post-Modernisme

Filed under: perception — sunflowers @ 20:55
Tags: , , ,

Less is more” yang dibanggakan oleh Ludwig Mies van der Rohe, merupakan jargon yang sering kita dengar berkaitan dengan masa modernism. Para arsitek pada masanya menganggap bahwa rancangan yang bersih dan tertata rapih menandakan keindahan yang dimiliki oleh sebuah arsitektur.
Namun, pada tahun 1960an, terjadi suatu perubahan di dunia arsitektur. Para arsitek mulai berpikir bahwa keberadaan modernism berarti membatasi kreativitas seseorang, menghilangkan identitas dengan menyederhanakan semua rancangan dan menyamaratakannya. Masa ini kemudian dikenal dengan nama post-modernisme, dengan buku yang diterbitkan oleh arsitek Robert Venturi yang mengatakan “less is a bore

Kedua masa tersebut memiliki perbedaan dalam pembentukan form masing-masing. Namun keduanya tidak luput dari permainan geometri di dalamnya.

Pada masa modernism, pembentukan forma arsitektur didasarkan selalu pada fungsi dan efisiensi dari bangunan itu sendiri tanpa elemen-elemen penghias. Hal ini salah satunya disebabkan oleh keadaan para arsitek pada masa itu yang harus menghadapi keadaan paska perang dunia dan revolusi industri yang terjadi di berbagai macam tempat, karena itu bentuk-bentuk dasar geometri digunakan untuk menjawab tantangan design tersebut.

Dengan adanya bentuk-bentuk yang sederhana dan mudah diproduksi massal, hal ini menjadi salah satu nilai unggul bagi negara yang mampu membangun kembali negara mereka setelah terjadi keruntuhan. Kemudahan dalam membangun dan fungsi dari geometri dasar merupakan nilai yang diangkat oleh para arsitek pada zaman tersebut.

cid_2465382.250
Unite d’Habitation, Le Corbusier

cid_1136145405_3_32.250
Bauhaus, Walter Gropius

Sisi keindahan bagi para arsitek modernis ini bergantung pada kesederhanaan rancangan itu sendiri. Masing-masing arsitek memiliki rulesnya sendiri, seperti Walter Gropius dengan rasionality, functionalism and simplicity, Le Corbusier dengan 5 points of architecture, Mies van der Rohe dengan honest architecture, dan lain-lain.

cid_2507331.250
Villa Savoye, Le Corbusier

cid_1160283473_Crown_Hall_06.250
Crown Hall, Mies van der Rohe

(more…)

May 31, 2013

D’Arcy Thompson dan Doraemon

Filed under: architecture and other arts,nature and architecture — letalestari @ 11:31
Tags: ,

Berangkat dari pemikiran bahwa “force sebagai penentu form” yang diperkenalkan oleh D’Arcy Thompson, saya melihat adanya hubungan wacana ini dengan sebuah ekspresi. Ekspresi wajah seseorang merupakan sebuah komposisi yang terbentuk dari banyak hal yang akhirnya bisa menyampaikan sebuah pesan secara non-verbal. Bila ekspresi ini dianalogikan sebagai sebuah form, maka force yang kemudian mempengaruhi form tersebut tidak lain merupakan bagian tubuh yang mendukung ekspresi tersebut.

Image

Dalam bahasan ini saya menggunakan berbagai ekspresi doraemon sebagai media eksplorasi untuk melihat seberapa besar pengaruh force terhadap form. Bila dilihat dari berbagai ekspresi doraemon pada gambar di atas, kita bisa melihat berbagai perbedaan ekspresi tersebut datang dari berbagai perbedaan force yang terjadi pada elemen yang ada pada wajah dan tangan. Sederhananya, bentuk mulut pada saat doraemon merasa bangga, marah, dan takut tercipta dari force yang berbeda. 

Image

Namun, hal yang menarik dari sini adalah saat beberapa ekspresi memiliki bentuk mulut dan tangan yang sama tapi kemudian pesan dari ekspresi tersebut berbeda karena adanya force lain yang masuk, yaitu bentuk kumis dan mata, seperti pada ekspresi bahagia dan licik pada doraemon. 

Image

Disini kita bisa melihat bila suatu form X terbentuk dari force A-B-C-D, namun ketika force C dalam komposisi X dirubah menjadi force E, maka ekspresi tersebut bisa jauh berubah menjadi bukan ekspresi X. Perubahan ekspresi yang dipengaruhi oleh force inilah yang kemudian menjadi ide awal pencarian ekspresi (form) lain dari pengkomposisian elemen wajah (force) yang belum digambarkan sebelumnya.

Image

 

Setelah dilakukan komposisi force pada wajah doraemon, akhirnya saya menemukan stidaknya ada 3 ekspresi yang sebelumnya tidak tergambarkan dari kumpulan ekspresi pada gambar di atas. Dari sini bisa terlihat bahwa perbedaan sedikit force pun akan membentuk form yang berbeda.

April 4, 2012

Geometri di Angkasa

Filed under: perception — noviapanisti @ 09:51
Tags: , ,

Semua orang tahu mengenai zodiak. Masing-masing orang pasti mengetahui zodiak mereka; pernah membaca ramalan bintang atau bahkan sering. Namun, tidak semua orang mengetahui bentuk rasi dari zodiak mereka, bukan? Dalam ramalan bintang di majalah-majalah yang sering dibaca oleh orang-orang yang diperlihatkan adalah gambar-gambar lambing zodiak, seperti timbangan, kalajengking, dan lain sebagainya.

Disadari atau tidak, konstelasi di ruang angkasa sana memiliki banyak bentuk geometri yang sebenarnya terbentu dari garis-garis lurus yang saling terhubung menciptkan variasi bentuk.

Pada awalnya, terlihat bahwa mereka hanyalah titik-titik yang tersebar dengan lokasi tertentu, sehinga jika disambungkan akan membentuk suatu bangun yang berbeda-beda. Karena merupakan sambungan dari titik-titik, tidak ada rasi yang bentuknya halus seperti kurva. Mungkin dengan menyambungkan banyak titik lain kita dapat menemukan rasi bintang yang baru karena jumlah bintang di luar sana tidak terbatas. Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa memang elemen yang paling dasar dari suatu bentuk adalah titik. Dari titik-titik tersebut kemudian terciptalah garis, yang kemudian bila digabung dengan garis lainnya akan menghasilkan bentuk yang variasi bentuknya tidak terhingga.

Sumber:

Astropixie. Astronomical Geometry. 31 Agustus, 2007. http://amandabauer.blogspot.com/2007/08/astronomical-geometry.html. Diakses tanggal 3 April 2012.

Gaiu. Rasi Bintang. 11 Januari, 2011. http://gayuhprima.com/astronomy-stuffs/rasi-bintang/. Diakses tanggal 3 April 2012.

Anonim. Golden Mean Geometry, Zodiac Symbalas. 2011. http://www.symbalaworld.com/symbalas/Print/GMGZodiacSymbalas.htm?cid=. Diakses tanggal 3 April 2012.

April 2, 2012

Form and Gender Perception

Filed under: perception — mezanomuhammad @ 22:37
Tags: ,

Pernahkah anda iseng untuk mencoba menyebutkan gender apakah barang-barang di sekitar anda? Misalnya garpu dan sendok di meja makan, ataupun benda-benda kecil di sekitar anda yang lainnya. Saya kerap kali mencoba untuk iseng menyebutkan gender dari bentuk-bentuk yang umum kita lihat di sekitar kita. Hasilnya, sering kali saya menemukan orang lain berpendapat sama akan apa yang saya sebutkan. Dari situ, saya mencoba membuat riset kecil dalam keluarga saya (7 orang responden), dengan menanyakan apakah gender dari benda-benda berikut:

Manakah yang masculine dan manakah yang feminine?

Hasil yang cukup mengejutkan bahwa semua responden mengasosiasikan bentuk-bentuk tersebut pada gender yang sama, dari respon yang diberikan, semua responden menjawab sebagai berikut:

Jawaban responden

Lalu apakah yang didapat dari riset kecil ini? Mutlaknya jawaban responden atas gender preference dari bentuk-bentuk diatas menandakan adanya persepsi pada pikiran manusia yang secara umum memandang karakteristik sebuah bentuk yang diasosiasikan pada suatu sifat, baik masculine maupun feminine. Bagaimanakah persepsi pandangan ini dapat terbentuk dalam pikiran kita? Saya mencoba mencari sebab-sebab kecil yang mungkin mentrigger terbentuknya persepsi kita akan karakteristik bentuk-bentuk tersebut.

Karena dalam hal ini saya membicarakan mengenai sifat masculine dan feminine dari suatu bentuk, saya mencoba mengembalikan persepsi tersebut pada bentuk dasar dari masculine dan feminine, yaitu tubuh manusia. Berikut ialah gambar dari proporsi ideal tubuh pria dan wanita.

Proporsi ideal tubuh pria dan wanita

Dari bentukan proporsi tubuh tersebut, bisa kita lihat bahwa tubuh pria lebih digambarkan menggunakan garis-garis yang tegas dan kaku, sementara penggambaran tubuh wanita lebih menggunakan garis yang lembut dan melengkung. Tentunya garis-garis pembentuk proporsi tubuh manusia ini seringkali menjadi acuan saat kita sendiri mencoba menggambar pria ataupun wanita. Saat kita mencoba menggambar seorang pria, sesuai dengan proporsi tubuh diatas, garis yang kita gunakan akan berbeda dengan saat kita mencoba menggambar seorang wanita.

Menggambar sosok pria dan wanita

Dari garis-garis tersebutlah saya mencoba mencari titik temunya dengan bentuk-bentuk pada kuesioner di awal tadi. Ternyata, bentuk yang dianggap memiliki gender ‘pria’ atau bersifat masculine, cenderung menggunakan garis-garis yang tegas dan kaku, sementara kebalikannya, bentuk feminine lebih menggunakan garis yang meliuk dan melengkung sebagai pembentuk formnya.

Garis tegak = Masculine? , Garis Lengkung = Feminine?

Mungkin, secara tidak sadar, otak kita seringkali mengasosiasikan bentuk dan garis-garis pada suatu benda dengan garis-garis masculine dan feminine yang ada dialam persepsi kita. Apakah memang suatu bentuk dapat membuat otak kita mengklasifikasikannya menjadi golongan-golongan tertentu berdasarkan karakteristik sifat garisnya? Atau elemen-elemen lain seperti warna juga dapat mempengaruhi persepsi kita akan sifat dari suatu bentuk? Tentu ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi persepsi kita akan suatu bentuk. Mungkin ini pun hanya persepsi dari saya, karena bisa saja anda berpendapat berbeda dari yang dipaparkan diatas 😀

April 4, 2011

Simple Geometrical Forms and Pure Primary Color

Filed under: architecture and other arts — arichichristika @ 20:22
Tags: , , , ,

Mungkin gaya atau gerakan de stijl atau the style atau yang disebut juga dengan neoplasticsm adalah bentuk aliran yang tepat untuk merepresentasikan judul di atas: simple geometrical form and pure primary color.
De stijl adalah sebuah gerakan yang diusung oleh beberapa seniman belanda yang muncul pada tahun 1917. Menurut saya berbeda dengan gerakkan-gerakkan lainnya ( seperti modern, retro,dll) de stijl yang menyebut gerakkan ini sebagai bentuk penyederhanaan seni menjadi hal yang paling murni, yaitu memainkan komposisi dari garis serta warna primernya; and believed highly simplified art could model a harmonious ideal world( mondrian). Gerakan ini mempengaruhi tidak hanya dari segi seni, yaitu lukis, tetapi merambah sampai arsitektural, interior bahkan desain grafis pertama pada saat itu bahkan fashion.

Mungkin kalau dilihat semata, lukisan atau karya-karya yang muncul sering dianggap sepele, karena terlihat hanya dari komposisi dari perpotongan garis hitam diatas kertas putih yang membentuk banyak persegi panjang dan ada beberapa persegi panjang yang diwarnai dengan warna merah, kuning dan biru. Tetapi tanpa disadari basic form seperti itu adalah dasar dari semua bentuk, warna primer tersebut juga merupakan induk dari percampuran dan turunan dari perpaduan dua warna yang dihasilkan. Maka penemuan dari hasil komposisi yang seimbang dengan perpaduan warna primer tersebut mengandung sesuatu yang indaah dari kesederhanaannya yang ternyata tidak sederhaana.
Beberapa karya de stijl.

Dalam beberapa karya de stijl saya ingin memperlihatkan bagaimana bentuk dasar dari geometry dan terlihat seperti “bermain-main” ternyata tidak bermanin main

1. composition II in red, blue and yellow by Piet Mondrian 1930

Kotak biru yang ada di dalam tersebut menunjukan pengulangan dengan komposisi yang sama dari komposisi keseluruhan lukisan, maka akan deitemukan lagi kotak yang lebih kecil lagi pada kotak yang telah diberi warna biru dan seterusnya-dan seterusnya. Dan lukisan ini mengaplikasi the golden rectangle.

2. Rietveld schroder House by Gerrit Rietveld 1924

Ini adalah foto interior dari “rumah lemari” yang dibuat oleh rietveld. Dengan konsisten menggunakan bentuk-bentuk rectangular basic form dengan warna primer pada interiornya.

Rietveld mengatakan bahwa conventional house menyebabkan manusia yang ada di dalamnya hidup secara pasif.In Rietveld’s opinion, conventional houses lead to a passive life style. He wanted living in a home to be a conscious act. The design of the Rietveld Schröder House is based on this conviction. Whatever the occupant wanted to do – bathe, sleep, cook – she always had to give it some thought and do something for it: . oleh karena itu rietviekd merancang sebuah rumah dengan banyak folding partition yang membuat rumah tersebut dapat berbeda-beda fungsi serta rasa yang ditimbulknanya, bahkan ada sebuah jendela yang dapat diputar 90 derajat dari bentuk aslinya yang mebuat view yang terlihat berbeda-beda.

3. furnitures by Rietvield

a. berlin chair (1923) b. shcroder table ( 1924) c. zigzag chair ( 1934)

rietvield selain rumah schroder, ia memang lebih dikenal sebagai pembuat furniture. Gambar-gambar diatas adalah beberapa furniture karyanya. Pada berlin chair kalau dilihat secara seksama, maka akan ditemui bagaimana bentuk-bentuk geometry basic dapat saling terhubung dengan cara yang unik ditambah dengan bagaimana konstruksi seperti ‘main-main tersebut’ dapat berdiri sebuah keterbangunan yang indah.

Pada gambar schroder table juga seperti itu, bentuknya sangat sederhana, cenderung hanya menggabungkan beberapa bentuk dan agak mempertanyakan apakah meja itu kuat? Dan bentuk yang sangat sederhana tersebut dapat menjadi karya seni yang bernilai tinggi.

Pada gambar zigzag chair, inovasi dengan memiring kan suatu bidang mulai terlihat disini dan mungkin konstruksi keterbangunan seperti inilah yang ternyata cikal bakal munculnya furniture-furniture seperti panthom chair dllnya.

4. Mondrian et De Stijl : Theo van Doesburg, Hans Arp et Sophie Taeuber-Arp. L’Aubette, Strasbourg, 1928

Dalam gambar di atas, bentuk geometry sederhana muncul sebagai elemen interior yang menghiasi dinding serta plafon. Penerusan dari komposisi bentuk-bentuk tersebut yang diteruskan dari dinding ke plafon membuat ruangan tersebut menjadi blur batasnya antara dinding dan plafonnya, dan hal tersebut sangat menarik ketika komposisi hal-hal yang sederhana dapat juga mengecoh mata penonton yang melihat.

Dari penjabaran diatas, saya menangkap bahwa segala sesuatu hadir dari bentuk yang paling sederhana, dan ternyata komposisi bentuk-bentuk sederhana tersebut dapat menghasilkan sesuatu yang tidak kalah menarik dari bentuk-bentuk rumit yang biasanya sangat ingin kita tampilkan.

http://gogeometry.com/wonder_world/piet_mondrian_broadway_boogie_woogie_golden.html
http://poulwebb.blogspot.com/2010/06/gerrit-rietveld.html
http://www.puretrend.com/media/decryptage-mondrian_m448950
http://zeospot.com/old-house-renovation-rietveld-schroder-house-by-gerrit-rietveld/house-space-interior-design/

March 16, 2011

Human Section dan Arsitektur

Filed under: classical aesthetics,nature and architecture — nurrisinda @ 20:21
Tags: ,

Section atau potongan atau irisan adalah istilah yang sering dipakai dalam arsitektur. Berbagai istilah yang menggunakan kata section sudah sering didengar. Salah satu yang terkenal adalah Conics Section atau kurva hasil perpotongan 2 buat kerucut yang saling berhadapan ujung kerucutnya dengan sebuah bidang. Yang menarik dari ini adalah bahwa suatu bentuk, jika mengalami irisan atau potongan akan menjadi bentuk yang baru dan mungkin tidak terduga. Namun dari hasil perpotongan itu bisa dijadikan lagi suatu eksplorasi yang menarik hingga bisa menghasilkan hal yang unik lainnya. Seperti contohnya pada tubuh manusia.

Human Section

Seperti pada gambar di atas ini. Sebuah human section, ternyata memberikan bentukan yang berbeda dari manusia umumnya, terlihat dari gambar ini, kepalanya jadi terlihat lebih kecil dibanding tubuhnya, serta tangannya yang pendek, dan juga kakinya yang jadi seperti kaki hewan. Namun dibalik itu, bisa dipelajari bagian dalam yang tersusun sedemikian rupa mengenai badan manusia, susunan otot, dan juga susunannya di dalam tubuh, dan masih banyak lagi hal bisa dipelajari.

conics section human

Gambar diatas menurut pembuatnya, yakni Al-Mehdari dari Bartlett School of Architecture, bahwa bahkan dari studi mengenai pergerakan tubuh manusia, bisa jadi suatu basis dalam tipe baru dari bentukan arsitektural. Hal ini menunjukan bahwa irisan bisa menunjukan sesuatu yang berbeda daripada yang seharusnya, membuatnya semakin terlihat artistik, sampai-sampai bisa dijadikan inspirasi dalam bentuk-bentuk arsitektur.

seperti bangunan di bawah ini, tubuh manusia menjadi inspirasi dalam merancang bangunan. Baik secara ekplisit seperti dibawah ini

corpus museum

Maupun secara implisit seperti ini

turning torso

Keduanya merupakan hasil dari irisan manusia, yang kemudian menjadi inspirasi dalam arsitektur. Tentu saja selain diatas, masih banyak contoh lain mengenai Human Section yang menjadi inspirasi dalam arsitektur. Tapi yang pasti dari tubuh manusia bisa dijadikan banyak pembelajaran untuk perancangan arsitektur.

Sumber:
http://bldgblog.blogspot.com/2009/09/body-baroque.html
http://en.wikipedia.org/wiki/Conic_section
http://www.corporeality.net/museion/2010/08/06/a-kind-of-medical-museum-i-have-quite-mixed-feelings-about/
http://www.arcspace.com/architects/calatrava/torso/

June 2, 2010

Fractal Architecture

Filed under: contemporary theories — arumthequeen @ 14:18
Tags: ,

Fractal, pada saat kita mendengar kata ini kita pasti akan langsung mengaitkannya dengan matematika, pelipat gandaan dan geometry. Beberapa definisi yang saya temukan berkenaan dengan fractal menyatakan bahwa fractal adalah sebuah kajian didalam matematika yang mempelajari mengenai bentuk atau geometri yang didalamnya menunjukan sebuah proses penggandaan yang tanpa batas. Geometri yang dilipat gandakan tersebut memiliki kemiripan bentuk satu sama lain (self-similarity), dan pada penyusunan pelipatgandaannya tersebut tidak mengacu pada satu pakem orientasi tertentu bahkan cenderung meliuk liuk dengan detail dan dimensi yang beragam mulai dari kecil hingga besar.
Fractal ini banyak ditemui di alam, seperti pada pola yang terdapat di daun, ranting ranting disebuah pohon, pada detail yang bisa kita lihat pada sebuah kepingan salju, di sayur brokoli yang kita makan, di gugusan awan putih yang kita pandang, di dalam riak ombak, dan banyak lagi bila kita mencoba memperhatikan sekitar kita secara lebih teliti.
Fractal bisa dikatakan sebagai sebuah simetri yang terbentuk di alam. Simetri yang selama ini kita kenal terutama yang biasa digunakan dalam Euclydian Geometri adalah simetri yang sama dan sebangun. Sementara simetri yang terdapat di dalam fractal geometri mengandung campuran antara unsur order seperti yang terdapat di dalam simetri euclydian sekaligus memiliki unsur kejutan di dalam bentuk komposisi ritmis yang tidak dapat ditemui di dalam euclydian geometri.
Kaitannya dengan desain dan arsitektur, euclydian geometri dianggap tidak menunjukkan adanya alur dengan unsur kedalaman tekstur di dalamnya, bahkan bila kita amati lebih lanjut, bentuk yang terdapat di dalam euclydian geometri hanya terdiri dari garis dan lengkung. Dan di dalam arsitektur menurut Carl Bovill di dalam bukunya Fractal Geometry In Architecture And Design, penggunaan bentuk bentuk euclydian geometri di dalam arsitektur menghasilkan karya arsitektur yang datar dan tidak alami, sementara penggunaan fractal geometri dianggap lebih mendekati bentuk dan proses transformasi bentuk yang terjadi di alam. Terutama dalam menghasilkan komposisi ritmis yang lebih kompleks, yang dapat memberikan elemen order dan surprise pada saat yang bersamaan.
Fractal di dalam arsitektur dipahami sebagai komponen dari bangunan yang mengulangi bentuknya kembali di dalam skala skala yang berbeda. Beberapa arsitek ternama dunia ternyata telah menggunakan pendekatan fractal geometry di dalam karya arsitektur mereka. Seperti contohnya yang dilakukan oleh Le Corbusier pada Villa Savoye atau Frank Llyod Wright pada Palmer House. Bila kita tarik mundur jauh ke belakang, ternyata karya karya arsitektur klasik atau beberapa arsitektur tradisional pun dapat dijelaskan melalui matematika fractal. Dalam hal ini saya melihat Candi Borobudur dengan sebaran stupanya dapat diurai dan dijelaskan dengan geometri fractal.
Sementara untuk arsitek postmodern atau contemporer sekarang ini banyak dari mereka yang menggunakan pendekatan geometri fraktal dalam karya karyanya. Seperti yang bisa kita lihat pada beberapa karya Zaha Hadid, salah satunya yaitu kompleks Masjid di Strasbourg, Prancis. Yang oleh Zaha Hadid dikatakan merupakan sebuah bangunan yang dirancang dengan pendekatan ‘fractal space’, terinspirasi oleh geometri Islami, bentuk fisik dan simbolik dari air, metafora kaligrafi dan metodelogi pembentukan pola, yang menurutnya gabungan dari semua itu menghasilkan karya yang puitis dengan bentuk yang mengalir.

Click to access Jsalaworkshop.PDF

http://en.wikipedia.org/wiki/Fractal
http://books.google.co.id/books?id=9YxYdih3TEoC&pg=PT47&lpg=PT47&dq=zaha+hadid+fractal
Carl Bovill, Fractal Geometry in Architecture and Design. Boston: Birkhauser Verlag ag, 1996.

May 31, 2010

Pelipatan, Martabak.

Filed under: contemporary theories,everyday geometry — agungsetyawan89 @ 23:27
Tags:

Martabak: makanan jenis ini banyak sekali ditemui, baik dijual pedangan kaki lima maupun restoran.. sedangkan yang paling jamak ditemui adalah penjual martabak dipinggir jalan martabak telur ataupun manis yang kadang berlabel martabak bangka.

Proses pembuatan martabak telur, dari mulai membuat kulitnya sampai masuk ke dalam dus kecil
menjadi atraksi tersendiri yang cukup menarik sambil menunggu makanan tersebut siap di santap ataupun dibawa pulang.

kurang lebih prosesnya seperti ini
(jangan jadikan ini panduan membuat martabak sungguhan)

Minyak dipanaskan di atas wajan ceper. Siapkan pula isian berupa telur daging cincang potongan daun bawang beserta bumbu dikocok dalam gelas stainless yang khas.

Kemudian atraksi utama pun dimulai, yakni:
Pembuatan kulit martabak dari adonan yang kurang lebih ukurannya sekepalan tangan balita.

Proses yang paling mengagumkan ini bermula dari menaruh adonan ke atas papan(biasanya batu marmer) yang sudah cukup licin karena diberi sedikit minyak, menaruhnya juga tidak kemayu, tapi sedikit di banting agar si adonan ini agak gepeng. Selanjutnya di tekan-tekan agar semakin pipih dan lebar, lalu… wah ini saya kehabisan kata-kata untuk menggambarkannya. Bahkan mungkin sipembuat juga akan kebingungan ketika harus menjelaskan proses ini tanpa dipraktekkan langsung.

Adonan seperti dibolak balik, dengan memegang pangkalnya, sehingga adonan tersebut akan semakin melar. Dengan begitu adonan yang bakal menjadi kulit ini akan menyerupai lingkaran, sampai kurang lebih berdiameter 40cm.

Kulit ini kemudian di goreng diatas wajan ceper, kemudian isian yang sudah disiapkan tadi dituang ke tengah dari kulit tersebut, namun masih menyisakan pinggiran yang nanti dilipat agar dapat menutupi isinya.

hmm. mungkin dengan penjelasan dengan cara sedikit matematis akan lebih mudah dipahami.

Dari kulit yang krg lebih berdiameter 40 cm, kita letakkan isi di bagian tengah, dengan sedikit melebar. pelipatan ini seperti melipat amplop, dari empat sisi membentuk persegi panjang dengan ukuran krg lebih 30×12.

Proses pelipatan ini ternyata cukup menentukan, bahkan menurut bbrp sumber asal kata martabak ialah melipat.
Pertama, agar isian tertutup, sehingga martabak dapat dibalik dan dapat matang seluruhnya. Kedua, agar bentuk akhir dapat sesuai dengan keinginan, dalam hal ini bentuk persegi panjang.

Setelah matang, martabak tersebut di tiriskan, lalu siap dipotong menjadi dua bagian, ditumpuk kemudian dipotong lagi menjadi tiga sehingga didapat 12 potongan martabak berukuran kurang lebih 6x6cm, ukuran yang cukup sesuai untuk diambil dengan tangan. lalu semua dimasukkan ke dalam dus berukuran 15×10.

Demikian kira-kira runutan dari proses pembuatan satu dus martabak. berisi 12 potong martabak yang pas ditangan. tulisan ringan ini, semoga dapat mengingatkan bahwa geometri dapat berlaku pada banyak aspek keseharian. Digunakan dengan dalih berbeda-beda namun kebanyakan bertujuan untuk dapat mempermudah kegiatan manusia.

Sumber lain:
http://www.strov.co.cc/2010/05/martabak.html

April 1, 2010

Geometry: Between Religion and Facing the Nature?

Filed under: classical aesthetics — datunpaksi @ 20:00
Tags: ,

Geometri sebagai salah satu turunan langsung dari matematika sudah membuktikan dirinya sedemikian rupa mempengaruhi hampir dari seluruh aspek dalam kehidupan kita. Dalam konteks bahasan arsitektur, tidak terbantahkan lagi. Bentukan-bentukan yang kita hasilkan adalah berawal dari studi tentang garis, titik, garis, bidang, sudut, bentuk dua dimensi dan tiga dimensi dasar yang hampir selalu digunakan dalam arsitektur. Dalam perkembangannya, dapat kita sebut satu persatu keterkaitan hal lain diluar arsitektur yang bersentuhan kuat dengan geometri, seni rupa, lukis, patung, seni musik, film dan sinematografi sampai penerapannya dalam bentuk mental-geometric dalam dunia advertising dan mode. Merunut dokumentasi tertua dalam geometri ditemukan di Mesopotamia, Mesir dan Lembah Indus sekitar 3000 tahun sebelum Masehi berisikan tentang konsep panjang, sudut, luasan dan volume yang pada saat itu dikembangkan untuk keperluan praktis dalam konstruksi, survei dan astronomi. Lalu barulah pada tahun 300 sebelum Masehi buku teks terpenting dalam geometri ditulis oleh Euclid yang memuat definisi dasar elemen-elemen dalam geometri.

Pada awalnya, tulisan ini hanya akan mencoba merangkai pertanyaan tentang jejak geometri yang dibakukan di Yunani, diklaimnya Golden Section sebagai suatu ketentuan baku kesempurnaan sebuah komposisi. Adakah bisa dirunut lebih jauh lagi dari itu. Bahwa ternyata seperti kita ketahui, konsep geometri, angka dan bentuk-bentuk yang kita pahami sekarang dibaca dan mengalami dialog sedemikian rupa dengan manusia sebagai penterjemah utamanya. Kesadaran manusia dengan proporsi tubuh yang dimilikinya, mungkin adalah sebuah pijakan awal berpikir tentang proporsi pada bidang-bidang yang lain. Telaah geometri yang berkaitan dengan religi dan kepercayaan dipercaya juga telah hadir jauh sebelum geometri terpetakan secara keilmuan. Dalam Islam misalnya, konsep geometri hadir pada awal abad 9 SM, dengan keterlibatan Al-Khawarizmi, yang memberikan cukup banyak kontribusi dalam dunia aljabar, algoritma dan geometri di dunia. Tradisi Yunani pun tidak bisa lepas dari perkembangan tradisi filsafat Timur. Secara historis pasti akan terjadi saling keterkaitan di dunia ini, bagaimana sebuah kawasan dan kelompok cendekiawan akan bersama-sama mengadaptasi sebuah penemuan dan pemikiran.

Dalam arsitektur cukup banyak terdapat bentuk-bentuk geometri yang erat berhubungan dengan upaya memaknai hubungan yang terjalin antara manusia dan Tuhannya. Ajaran Tauhid atau Maha Tunggal dalam Islam menghilangkan penggambaran Tuhan dengan menggunakan simbol maupun ikon. Pasalnya, Allah SWT itu sangat Agung, sehingga keAgungan-Nya tak mungkin bisa digambarkan oleh manusia secerdas dan sehebat apapun. Pola arabes yang tak terbatas juga menggambarkan kehadiran Tuhan yang ada di mana-mana tak terbatas oleh ruang dan waktu. Arabes dianggap sebagai karya seni terindah di dunia Islam. Selain karena tidak menggambarkan kefanaan seperti binatang dan manusia, karya tersebut juga sesuai ajaran Islam yang melarang penggambaran mahkluk bernyawa. Terlebih lagi arabes merupakan sebuah penggambaran dari sifat Ilahiyah, yang tanpa batas baik oleh ruang maupun waktu. Sehingga arabes pantas menghiasi masjid-masjid yang merupakan representasi rumah Allah SWT. Termasuk fenomena Piramida yang diklaim memiliki banyak hal-hal yang belum terpecahkan, bahwa mereka adalah model bumi, bahwa mereka merupakan bagian dari bagan bintang besar, bahwa poros mereka selaras dengan bintang tertentu, bahwa mereka adalah bagian dari nominal sistem navigasi untuk membantu musafir di padang pasir menemukan jalan mereka, dan seterusnya. Mungkin dalam perkembangan secara sudut pandang yang luas melihat geometri, semua hal di luar manusia, apakah itu agama dan kepercayaan kita kepada Tuhan, ciptaan Tuhan berupa alam semesta dan bahkan diri kita sendiri akan menjadi titik-titik penting yang dijadikan tolak ukur berpikir. Akan seperti itukah? Perkembangan geometri bergerak maju, mungkin bisa mundur untuk mengambil poin penting di masa lalu sebagai pijakan sejarah, tetapi pada intinya geometri bisa tampil dengan wajah apapun.

Ninadwihandajani.

Referensi.

http://www.parapemikir.com/indo/filsafat-islam-dalam-bingkai-sejarah.html http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_works_designed_with_the_golden_ratio http://www.dartmouth.edu/~matc/math5.geometry/unit2/unit2.html

March 31, 2010

Bentuk (Form) Alam yang Berbasis Logika Geometri

Filed under: nature and architecture — meitha28 @ 20:45
Tags: ,

Dalam alam kita dapat menemukan beberapa bentuk geometri seperti contoh adalah bentuk dari sarang lebah yang merupakan susunanan dari bentuk dasar geometri berupa segi enam yang berkoloni untuk tiap sisinya hingga membentuk satu kesatuan. Namun ada beberapa contoh lain yang tanpa kita sadari ternyata memiliki bagian yang dari alam ternyata memiliki banyak bentuk geometri yang terbentuk dengan secara main set manusia (sudah dari sananya seperti itu) atau dengan kata lain tidak ‘mau’ untuk menjelaskan lagi padahal jika diteliti lebih lanjut bahwa bentuk tersebut memiliki dasar yang dapat masuk logika walaupun bentuk tersebut belum tentu terjadi seperti itu namun setidaknya bentuk ini masih dapat dijelaskan dengan cara logika geometri, hal ini sebagai contoh adalah black hole. Apa yang melatar belakangi bentuk dari ‘hole’? dan mengapa harus berbentuk hole? Saya akan mencoba untuk menjawab pertanyaan ini bagaimana jika kemampuan yang menghisap menentukan betuk dari black hole itu sendiri.

Utility à make a form

Tanpa disadari pun alam telah membuatnya seperti itu dengan kemampuan secara fungsionalnya dia dapat menghasilkan form itu. Sebagaimana benang merah form of black hole terhadap utility (funsionalnya) bahwa black hole memiliki fungsi sebagai/ memiliki fungsi yang menarik/menyedot (kecenderungannya) benda lain dari titik manapun secara luas menuju terpusat hal ini yang dapat menjadi dasar logika bentuk black hole titik manapun dari suatu benda merupakan asumsi dari lingkaran dimana lingkaran jika ditarik menuju manapun atau dihubungkan dengan titik lain yang segaris (titik sebrangnya) maka akan bertemu dipusat. Maka hal ini yang dapat menjadi alasan form of black hole.

Lalu bagaimana dengan segitiga Bermuda???

March 2, 2009

More Efficient: Square or Circle?

Filed under: classical aesthetics — meurin @ 16:48
Tags: , ,

Dalam kuliah geometri, 23 Februari 2009, tentang relevansi classical aesthetic dengan contemporary architecture. Di sela-selanya, sempat disebutkan Jean Nicholas Louis Durand ( 1760-1834), penulis buku “Receuil et parallele des édifices en tout genre, anciens et modernes” yang memuat berbagai gambar bangunan modern dan kuno dan “Precis des lecons d’architecture données à l’ecole polythechnique” tentang metode perancangan dan analisis bangunan yang merupakan temuannya sendiri. Dikatakan bahwa ada yang menafsirkan bahwa Durand menganggap square is the most beautiful because it is very efficient and circle is the second. Tidak jelas, itu efisien dalam segi apa? Segi pembentukan? Keuangan? Daya tampung?

Namun, menurut hemat saya, dari segi pembentukan, justru lingkaran itu lebih efisien daripada persegi. Mengapa? Coba perhatikan, ketika kita hendak menggambar bujur sangkar baik tanpa maupun dengan penggaris, kita harus terputus-putus untuk membuat empat garis. Maksudnya kita harus menarik satu garis dari atas ke bawah, lalu berhenti. Kemudian menorehkan garis lagi dari kiri ke kanan dan berhenti. Selanjutnya, kita menarik garis dari bawah ke atas. Sesudah itu , berhenti lagi. Lalu buat garis lagi dari kanan ke kiri dan selesailah bentuk bujur sangkar itu.

Berbeda dengan lingkaran yang pembuatannya hanya tinggal menggoreskan garis dengan jalan melingkar tanpa terputus-putus baik dengan tangan maupun alat bantu seperti jangkar. Melihat kemudahan ini, mungkin itulah yang menyebabkan banyaknya rumah tradisional yang berbentuk lingkaran, kurva, kubah, atau kerucut. Aku tahu mungkin kurva, kubah, atau kerucut mungkin kurang relevan dengan lingkaran. Tetapi saya mengacu pada bentuk kurva dan kubah karena memiliki kesamaan dengan lingkaran yaitu bentuk yang melengkung dan kemudahan pembuatan. Kerucut, ini diambil karena alas lingkarannya. Bayangkan, ketika kita membuat maket dari kawat, kita tinggal melengkungkan kawat guna mendapatkan kubah atau kurva. Atau mengikat sebuah himpuanan potongan-potongan kawat pada satu ujung saja untuk memperoleh bentuk kerucut. Lain dengan persegi yang memerlukan empat simpul atau bulatan lem tembak di setiap sudutnya atau membengkokkan kawat sebanyak empat kali.

Sebagai contohnya, Yurt, rumah portable kaum penggembara asal Mongol. Karena harus berpindah ke padang rumput lain untuk mendapatkan makanan bagi gembalanya, mereka memerlukan shelter yang praktis dan cepat pembuatan. Dalam ini, bentu tabung dengan atap kerucut diambil karena gampang dibuat. Mereka tinggal menyusun kerangka melingkar itu lalu ditutup dengan kain wol. Pendirian ini memakan waktu 30 menit. Atau bisa juga lihat contoh rumah tradisional Indian Amerika yang berentuk kerucut.