there’s something about geometry + architecture

June 3, 2017

Topologi Commuter Line

Filed under: Uncategorized — mrraudhi @ 23:21

Dalam menggunakan commuter line sehari – hari mungkin kita sering bertanya tanya, kenapa harus selalu ke Manggarai dulu, membuat jarak menjadi jauh dan waktu banyak terbuang. Orang dari Bekasi harus ke Manggarai dulu untuk mencapai Universitas Indonesia. Jika kita melihat peta commuter line, kita mungkin akan merasa sebal, kenapa tidak dibuat saja hubungan langsung antara stasiun – stasiun yang jauh dari Manggarai. Topologi commuter line Jakarta cukup menyebalkan dengan minimnya knot, menyebabkan Manggarai menjadi pusat segala perjalanan via commuter line.

Diagram-Rute-Jarak-Stasiun-2015-KRL-Commuter-Line-Jabodetabek-TransportUmum

Peta commuter line Jakarta

Selain Manggarai hanya ada sedikit knot (stasiun transit) yaitu Jatinegara, Citayam, Tanah Abang, Duri, Jakarta Kota, dan Kampung Bandan.

Mari kita coba bandingkan dengan beberapa commuter line di negara lain.

map-lrt-ktm-monorail-kuala-lumpur-big

Peta commuter line Klang Valley

Knot ada di KL Sentral, Subang Jaya, Kuala Lumpur, Masjid Jamek, Hang Tuah, Chan Sow Lin, Bandar Tasik Selatan,  Titiwangsa, dll. Selain jumlah knot yang lebih banyak, hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana knot menghubungkan antara jalur – jalur linier (Line) yang jauh dari pusat seluruh jalur, KL Sentral. Orang yang ingin ke Titiwangsa (Ampang Line) dari Gombak (Kelana Jaya Line) misalnya, tidak berlu jauh – jauh ke KL Sentral dulu hanya untuk menunggu kereta lagi karena antara kedua Line ada penghubungnya (Monorail Line).

Selanjutnya adalah Singapur. Singapur sebagai negara maju sepatutnya memiliki infrastruktur yang lebih baik, dengan topologi yang lebih baik.

Singapore_mrt_lrt_system_ma

Peta commuter line Singapur

Dibandingkan dengan dua peta di atas, peta ini tampak jelas memiliki knot yang lebih banyak serta menghubungkan Line dengan lebih menyeluruh. Selain itu, pada peta ini tidak ada pusat yang terlalu kuat, membuat perjalanan tidak harus melulu melewati Manggarai pusat dan berkeliling kota menjadi lebih mudah dan cepat.

Selanjutnya adalah London dan Tokyo. Kedua peta ini lebih rumit, namun dengan banyaknya knot, perjalanan bisa menjadi lebih singkat.

londoncommutefrommap1

Peta commuter line London

tokyo-subway-map

Peta commuter line Tokyo

Bisa dilihat kompleksitas kedua peta ini jauh di atas peta – peta sebelumnya. Kompleksitas ini sebetulnya membantu untuk mempersingkat perjalanan dengan menyediakan alternatif rute.

Dari sini, kita bisa melihat seberapa pentingnya knot dalam topologi. Aplikasinya pada rute commuter line juga akan sangat membantu karena dapat mempersingkat perjalanan yang akan meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan pariwisata dalam kota.

2 Comments »

  1. Haii, pembahasan mengenai membaca peta commuter line ini menarik. Apabila diperbandingkan antara commuter line di Jakarta dengan di negara lain seperti yang telah anda tuliskan di atas, memang terlihat perbedaan dari segi kompleksitas jalur yang kemudian terkait dengan efisiensi jarah tempuhnya. Namun menurut saya, sebelum pembuatan commuter line di Jakarta ini, baik pelaksana maupun penentu kebijakan tentu telah mempelajari bagaimana type yang ada pada commuter line lainnya. Esensi dari bagaimana commuter line itu bekerja sudah didapatkan, namun untuk pengaplikasian pembahasaan secara geometri – pengaturan jalurnya tampak lebih ‘sederhana’. Hal tersebut terjadi menurut saya karena penyesuaian dengan konteks di Jakarta terkait human needs dan environmental force-nya, sehingga type tersebut mengalami reduksi di mana commuter line di Jakarta ini dibutuhkan pembangunan yang cepat untuk dapat segera mengatasi persoalan kemacetan. Untuk ke depannya jalur commuter line di Jakarta tentu akan semakin berkembang, hopefully. :’)

    Comment by benitaariyani — June 4, 2017 @ 11:55

  2. Halo Odie,

    Pembahasan yang sangat menarik mengenai pentingnya knot dalam sebuah desain commuter line. Saya juga berpendapat sama dengan anda bahwa banyaknya knot sangat dibutuhkan dalam membentuk sistem transportasi kota yang lebih efektif dan efisien. Hal yang ingin saya garis bawahi adalah apakah banyaknya knot di kota Jakarta bukannya malah mempersingkat waktu jalan dan malah memperlebar kemungkinan adanya miss pada setiap jadwal kereta? Kota seperti London, Tokyo, dan bahkan Singapura sudah memiliki kereta tak berawak yang otomatis menyesuaikan dirinya sendiri dengan sistem yang telah diterapkan oleh pengelolanya. Commuter Line kita sendiri yang masih mengandalkan manual system justru seharusnya akan dipermudah dengan minimnya knot sehingga jadwal dapat diatur dengan lebih baik. Menurut saya, mungkin kita harus membenahi terlebih dahulu sistem perjalanannya baru kemudian menambahkan kemungkinan knot pada jalur kita sehingga keuntungan yang didapatkan akan lebih komprehensif dan malah bukan menimbulkan bencana.

    Terimakasih atas pengetahuan sudut pandang barunya 🙂

    Comment by raynaldsantika — June 6, 2017 @ 12:13


RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment