there’s something about geometry + architecture

May 29, 2017

Utopia dalam film La La Land

Filed under: architecture and other arts,ideal cities — dindaayu6 @ 11:56
Tags: , , ,

La la land adalah sebuah film bertema romantis musikal yang berasal dari negara Amerika. Film ini mulai tayang dibioskop Indonesia pada bulan Februari 2017. Disutradarai oleh Damien Chazelle dan dibintangi oleh Ryan Gosling dan Emma Stone. Film ini bercerita tentang hubungan antara dua tokoh, yaitu Mia (Emma Stone) dan Sebastian (Ryan Gosling) dengan kota Los Angeles sebagai latar belakang. Dalam cerita ini Mia dan Seb berusaha untuk menggapai mimpinya di kota Los Angeles sebagai aktris dan pemilik bar dengan tema Jazz.

Dalam film ini kota Los Angeles digambar sebagai kota utopia yang sangat berbeda dengan kenyataannya. Konsep-konsep utopia ini digambarkan dalam setiap lagu dalam film La La Land ini. Pada awal film digambarkan bahwa terjadi kemacetan di jalanan kota Los Angeles. Kemacetan ini menggamparkan perasaan Mia akan kota Los Angeles yang merupakan kota yang sibuk. Namun ditengah-tengah kemacetan ini, para warga kota bernyanyi lagu berjudul “Another Day Of Sun” dengan kostum yang berwarna warni.

Picture1a

(Sumber: http://brightlightsfilm.com/los-angeles-cinema-utopia-la-la-land-racism/#.WSuXUuuGPIU)

maxresdefault.jpg

“I think about that day / I left him at a Greyhound station / West of Santa Fé / We were seventeen, but he was sweet and it was true / Still I did what I had to do / ’Cause I just knew
Sunday nights / We’d sink into our seats / Right as they dimmed out all the lights / A Technicolor world made out of music and machine / It called me to be on that screen / And live inside each scene
Without a nickel to my name / Hopped a bus, here I came / Could be brave or just insane / Climb these hills / I’m reaching for the heights / And chasing all the lights that shine.”

Dalam lirik lagu Another Day of sun digambarkan kota Los Angeles merupakan kota impian dimana semua orang dapat menjadi orang yang sukses. Pada bagian lirik “Climb these hills/ I’m reaching for the heights/ and chasing all the lights that shine.”, menggambarkan bahwa warga kota Los Angeles merupakan orang-orang yang berusaha keras dalam mencapai mimpi-mimpinya. Lagu-lagu dalam film La La Land ini menggambarkan harapan yang dimiliki oleh warga kota Los Angeles, Mia dan Seb. Harapan merupakan ide dasar dari konsep utopia. Karena dengan adanya harapan, kehidupan yang ideal dapat diciptakan.

 Sepanjang film La La Land ini semua tokoh menggunakan kostum yang berwarna-warni dengan tone warna yang terang.

505587369.jpg

15131_1.jpg

Melalui kostum yang berwarna-warni ini, menggambarkan di dalam kota Los Angeles terdapat banyak warna pada setiap warga yang mendiaminya. Waran-warna ini dapat merepresentasikan beragam ras manusia dalam kota Los Angeles. Namun walaupun berbeda-beda warna, warga Los Angeles hidup dengan harmonis. Kehidupan yang harmonis ini yang menyebabkan tidak adanya kemiskinan, kriminalitas dan tindakan-tindakan rasis diantara warga kota Los Angles.

Selain itu Kota Los Angeles dalam film ini digambarkan sebagai kota yang penuh cinta dan harapan yang tersebar seperti cahaya di dalam kota ini. Film ini menggambarkan Kota Los Angeles sebagai wadah satu komunitas manusia yang memiliki ketertarikan secara komunal dan aktivitas kolektif. Warga kota ini digambarkan sebagai orang-orang yang senang-senang saja dengan yang terjadi di dalam kehidupannya, sebagai contoh Mia bekerja sebagai barista di sebuah kafe, namun Ia merasa cukup dengan gajinya yang tidak seberapa dan tetap berusaha menggapai mimpinya menjadi seorang aktris. Dalam film ini digambarkan tidak ada warga kota yang digolongkan dalam golong working-class, gay dan lesbian, kulit putih dan non-kulit putih. Hal ini digambarkan pada karakter Seb yang merupakan seorang pemain musik Jazz. Padahal musik Jazz merupakan musik yang populer dalam kalangan orang non-kulit putih, namun pada film ini musik Jazz digambarkan sebagai genre musik yang universal. Bahkan pada salah satu scene digambarkan bahwa Seb bermain musik Jazz di klub malam yang penuh dengan orang-orang kulit hitam. Dari penggambaran ini, diketahui bahwa Kota Los Angeles merupakan kota yang sangat harmonis.

Picture6a.jpg

la-la-head.jpg

Dinda Ayu Prameswari

1306403674

Sumber:

Los Angeles Cinema and the Utopia of La La Land

http://www.popmatters.com/feature/la-la-land-is-a-delightful-return-to-mise-en-scene-cinema/

La La Land: A Leninist Reading

March 24, 2017

Golden Ratio dalam Seni Aquascape

Filed under: architecture and other arts — dindaayu6 @ 13:33
Tags: , ,

aqua-4

The Incredible Underwater Art of Competitive Aquascaping

Aquascape adalah seni menata tanaman air dan elemen-elemen lainnya seperti batu, karang,koral, kayu pada akuarium. Aquascape dapat dianggap sebagai simulasi dari sebuah bentuk ekosistem dalam air. Namun yang lebih ditekankan dalam aquascape adalah pada penataan tumbuhan air, sedangkan ikan hanya sebagai pelengkap saja.

Aquascaping is an exciting outlet for imagination and learning that results in a living creation. This art involves the parameters of design, the knowledge of particular biology, and an awareness of available technology.” (Martin, 2013:17)

Dalam pembuatan aquascape diperlukan pengetahuan dalam bidang biologi, pengetahuan desain dan pengetahuan tentang teknologi.

Aquascaping requires knowledge of plants and aquarium basics including the tem- perature and lighting requirements of specific plants, water chemistry, substrates, and design principles. This knowledge and experience will allow you to experiment and use more materials and plant types as well as create more complex and stun- ning aquascapes as you progress” (Martin, 2013:20)

Karena tujuan utama dalam membuat aquascape ini adalah membentuk estetika pada lingkungan dalam sebuah akuarium. Aquascape sangat memperhatikan proporsi dengan menggunakan prinsip golden ratio. Golden ratio memberikan panduan dalam mengatur komposisi, sehingga komposisi yang terbentuk dapat menjadi menarik di mata manusia.

A sketch of the Golden Ratio Grid by The Green Machine

Aquatic Layout Guide- Rules of Composition: The Golden Ratio, Creating Perspective and Layout Shapes

Penerapan golden ratio digunakan saat mengatur komposisi elemen-elemen yang ingin diletakkan dalam akuarium. Penerapan tersebut dapat dilihat dari gambar diatas. Pertama kita perhatikan terlebih dahulu garis-garis merah. Terdapat garis-garis yang membelah menjadi 9 bagian yang sama ukurannya. Setiap titik perpotongan garis-garis tersebut merupakan titik fokus dari golden ratio. Titik-titik tersebut merupakan tanda dimana komponen-komponen seperti batu, tanaman air, koral dan lain-lain diletakkan. Ketinggian tanaman air atau ketinggian hardscape yang digunakan memiliki proporsi 1:3 atau 2:3 dari ketinggian akuarium. Namun peletakkan tersebut harus memperhatikan pada perkiraan seberapa tinggi tumbuhan air tersebut akan tumbuh. Dengan menggunakan proporsi ini, tampilan aquascape akan menarik dipandang.

http://www.aqua-rebell.com/aquascaping/golden-ratio.html

Dengan menggunakan golden ratio, perspektif juga dapat terbentuk. Perspektif dalam aquascape dipengaruhi komposisi peletakkan komponen-komponen. Peletakkan tersebut juga dilihat dari ukuran dan warna dari komponen yang akan diletakkan. Seperti komponen yang berukuran besar diletakkan pada bagian belakang dan semakin ke depan ukuran komponen menjadi semakin kecil. Dengan cara ini, dapat terbentuk sebuah perspektif yang menarik.

A sketch of how to create perspective in an aquascape by The Green Machine

Aquatic Layout Guide- Rules of Composition: The Golden Ratio, Creating Perspective and Layout Shapes

the golden ratio

http://jurnalaquascape.com/the-golden-ratio/

the golden ratio

http://jurnalaquascape.com/the-golden-ratio/

Understanding the Golden Ratio in the Aquascape

Understanding the Golden Ratio in the Aquascape

Dinda Ayu Prameswari

1306403674

Referensi:

Martin, Moe. 2013. Aquascaping: Aquascaping Like a Pro. California: Smashword [online]

Aquatic Layout Guide- Rules of Composition: The Golden Ratio, Creating Perspective and Layout Shapes

http://www.aqua-rebell.com/aquascaping/golden-ratio.html

http://www.aquaessentials.co.uk/blog/2016/01/aquascaping-layout-the-golden-ratio.html

 

March 19, 2017

The ‘Beauty’ of Beaux Arts in Architecture

What Is Beaux Arts Architecture?

Di Perancis, istilah Beaux Arts (/ˌboʊˈzɑːr/) berarti seni rupa atau seni yang indah. Gaya arsitektur Beaux Arts ini berasal dari Perancis, berdasarkan ide-ide mengajar di sekolah seni legendaris di Paris, yaitu L’École des Beaux Arts, yang berasal dari Neoclassicism (menggabungkan arsitektur klasik dari Yunani kuno dan Roma dengan ide-ide Renaissance) yang juga menjadi bagian dari gerakan Renaissance Amerika antara akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 (Draper, 1977). Karena ukuran dan kemegahan bangunan yang menjadi salah satu ciri dari gaya Beaux Arts, maka gaya ini paling sering digunakan untuk bangunan umum seperti museum, opera, stasiun kereta api, perpustakaan, bank, gedung pengadilan, dan gedung-gedung pemerintah (Fricker, 1998).

Geometri yang digunakan dalam arsitektur Beaux Arts berfokus pada lingkaran dan grid. Bentuk grid juga dapat diperluas menjadi persegi panjang yang proporsional agar sesuai dengan kebutuhan ruang fungsional dan sebagai sarana untuk mengembangkan hierarki dan kesatuan dalam komposisi (Drexler, 1977). Teknik untuk mengembangkan hierarki adalah penggunaan sumbu simetri yang dapat ditelusuri ke bacaan Vitruvius, The Ten Books on Architecture, dimana salah satu prinsip dasar arsitektur berada pada simetri dan harmoni. Sementara, komposisi diperlukan untuk keindahan, ‘beauty’, dari keseluruhan komposisi yang ada terhadap Beaux Arts. Disini, saya mengambil contoh terhadap dua bangunan yang sekiranya cukup dikenal akan gaya  Beaux Arts-nya dan memperlihatkan ‘beauty’ yang dimiliki:

  • Palais Garnier, Paris, Perancis.

Palais Garnier (/palɛ ɡaʁnje/) di Paris, Perancis adalah opera house dengan 1.979 kursi yang dibangun pada 1861-1875 untuk Paris Opera. Awalnya disebut sebagai Salle des Capucines, karena lokasinya di Boulevard des Capucines yang kemudian menjadi dikenal sebagai Palais Garnier sebagai pengakuan atas kemewahan bangunan dan arsiteknya sendiri, Charles Garnier. Bangunan ini memiliki popularitas yang sama dengan bangunan terkenal di Perancis lainnya, seperti  Notre Dame Cathedral, Louvre, atau Sacré Coeur Basilica. (https://en.wikipedia.org/wiki/Palais_Garnier)

1

https://en.wikipedia.org/wiki/File:Paris_Opera_full_frontal_architecture,_May_2009.jpg

2

https://en.wikipedia.org/wiki/File:Palais_Garnier_plan_d%27ensemble_-_Nuitter_1875_p196_-_Google_Books.jpg

4

https://en.wikipedia.org/wiki/File:Opera_Garnier_Grand_Escalier.jpg

5

https://en.wikipedia.org/wiki/File:Palais_Garnier_auditorium_and_stage.jpg

6

https://en.wikipedia.org/wiki/File:Op%C3%A9ra_Garnier_facade_with_sculpture_labels.jpg

  • Thomas Jefferson Building, Washington, D., Amerika Serikat.

Merupakan yang tertua dari tiga bangunan United States Library of Congress, Gedung Thomas Jefferson dibangun di tahun 1890 – 1897. Desain dan konstruksinya memiliki sejarah yang berliku-liku; arsitek utama bangunan ini adalah Paul J. Pelz, awalnya dalam kemitraan dengan John L. Smithmeyer, dan digantikan oleh Edward Pearce Casey selama beberapa tahun terakhir pembangunan. Bangunan bergaya Beaux Arts ini dikenal dengan fasad yang meniru gaya klasik dan interior dengan dekorasi rumitnya. (https://en.wikipedia.org/wiki/Thomas_Jefferson_Building)

a1

https://www.loc.gov/item/2007684215/

a3

https://www.aoc.gov/capitol-buildings/thomas-jefferson-building

a2

http://www.loc.gov/pictures/item/2002719567/

a4

https://librarymom12.wordpress.com/2013/04/24/happy-213th-birthday-library-of-congress/

a5

http://www.loc.gov/pictures/resource/highsm.03185/

Terlihat dari dua contoh yang ada, bahwa beberapa hal yang mendefinisikan karya arsitektur dengan gaya Beaux Arts terhadap ‘beauty’-nya adalah; fokus pada hirarki simetri ruang interior yang dirancang sedemikian rupa untuk menyampaikan adanya kesan monumental, detail klasik pada kolom (corinthian) dan pedimen, interior yang sangat dekoratif, patung-patung yang melekat pada façade, dan lantai pertama yang dinaikkan. Gaya ini terlihat sangat mempertimbangkan fungsi ruang; merincikan kebutuhan pengguna dan menerapkan prinsip-prinsip sirkulasi untuk berfungsi secara praktis dan efisien pada masanya.

Rafi Mentari

1606842000

Bibliografi:

Fricker, Jonathan; Fricker, Donna; Duncan, Patricia. Louisiana Architecture: A Handbook on Styles. Lafayette, Louisiana: Center for Louisiana Studies, University of Southwestern Louisiana, 1998.

Draper, Joan. The Ecole des Beaux-Arts and the Architectural Profession in the United States: The Case of John Galen Howard. Dalam: The Architect: Chapters in the History of the Profession, Spiro Kostof, ed., Oxford University Press, NY 1977.

Drexler, Arthur; Richard Chafee. The Architecture of the École des beaux-arts.  New York : Museum of Modern Art; Cambridge, Mass. Distributed by MIT Press, 1977.

May 9, 2016

Menemukan Geometri di Dalam Geometri pada Jigsaw Puzzle

Filed under: architecture and other arts,perception,Uncategorized — kharismannisa @ 22:25
Tags: , , , , ,

Ada geometri yang tersembunyi di dalam geometri dari Jigsaw Puzzle, yang kemudian kita cari agar sebuah Jigsaw Puzzle itu dikatakan selesai.

“For the purpose of teaching geography,” John Spilsbury, a teacher in England, created the first Jigsaw Puzzle in the year 1767.

Jigsaw Puzzle pertama dibuat untuk kepentingan belajar geografi, yaitu dipelajari keterhubungan dari setiap koordinat lokasi. Dalam hal ini, puzzle membantu dalam menyusun grid. Pada waktu itu, puzzle ini masih terbuat dari kayu dan belum ada sistem interlocking pada setiap bagiannya. Kemudian, lama-kelamaan baru berkembang sistem interlocking untuk memudahkan mengunci bagian yang sudah benar susunannya. Fungsinya pun bertambah, yaitu sebagai permainan dan diperuntukkan juga untuk anak-anak. Gambarnya juga lebih beragam.

Puzzle, selain menyenangkan, juga berperan dalam perkembangan otak, khususnya anak-anak. Banyak geometri yang dapat dipelajari, yaitu menyambung dan mengunci puzzle (interlocking system), menyambung gambar melalui garis, bentuk, dan warna yang sesuai antar bagian puzzle.

Tingkat kesulitan puzzle bergantung pada jumlah bagian dari puzzle. Semakin kecil, akan semakin sulit. Selain itu juga bergantung pada kompleksitas gambar (garis, bentuk, dan warna). Semakin kompleks dan detil akan semakin sulit. Hal ini berkaitan dengan kompleksitas geometri yang berubah ketika setiap bagian semakin kecil dan gambarnya semakin kompleks. Namun, ada beberapa kondisi:

  • Apabila bagian puzzle diperkecil, sedangkan gambarnya tetap, maka memakan waktu lebih lama karena harus memasang bagian-bagian parsial dari puzzle, kemudian baru bentuknya lebih terlihat. Karena, ketika bagian puzzle lebih kecil, geometri yang terlihat di satu bagian menjadi clueless. Karena bisa saja yang terlihat hanya satu warna, ataupun hanya satu garis.
  • Apabila gambar lebih kompleks dan detil, sedangkan besar setiap bagiannya tetap, maka memakan waktu lebih cepat. Karena pada satu bagian puzzle sudah terlihat banyak garis dan warna, bentuknya pun mulai terlihat. Ada banyak garis dan warna yang dapat disambungkan ke bagian puzzle yang lainnya, sehingga lebih banyak clue.
  • Apabila puzzle diperkecil dan gambarnya lebih kompleks dan detil, maka akan memakan waktu yang lebih lama dari kondisi sebelumnya. Karena, pada setiap bagian puzzle yang kecil-kecil itu harus diteliti banyak garis dan warna, sehingga lebih sulit untuk mencocokkan dengan bagian yang lainnya.

 

 

Elemen geometri pada puzzle:

1280px-Jigsaw_Puzzle.svg

Interlocking Tiling dari Jigsaw Puzzle Tanpa Gambar (Image from Commons.wikimedia.org)

 

Merupakan interlocking pieces yang membentuk tiling. Bentuk geometri ini mempunyai beberapa tipe bentuk yang di-tile dengan sistem interlocking. Kombinasinya adalah sebuah bagian dengan 4 sisi yang dapat membentuk lekukan ke dalam, lekukan ke luar, dan bagian yang rata.

+

1280px-Jigsaw_Puzzle 2

Gambar Bunga (Image from Pexels.com – Free Stock Photos)

Gambar-gambar menarik dimasukan pada susunan Jigsaw Puzzle agar lebih menarik dan lebih menantang. Sebuah gambar utuh pun kemudian menjadi bentuk geometris yang lebih menarik ketika terpecah menjadi bagian-bagian puzzle.

=

1280px-Jigsaw_Puzzle

Interlocking Tiling dari Jigsaw Puzzle dengan Gambar (Image from Photoshop Editing)

 

 

Bentuk geometris berupa tiling dari Jigsaw Puzzle ditambah dengan pecahan geometris yang memiliki garis, bentuk, dan warna memperkaya pengalaman geometris pada permainan ini. Yaitu, kita diharuskan mencari bentuk geometris utuh di dalam kepingan geometris yang lainnya.

Silahkan mencoba bermain Jigsaw Puzzle dengan aplikasi di bawah ini! 🙂
preview54 pieceSimpsonsFuturama

 

 

Sumber Referensi:

Ament, Phil. “Jigsaw Puzzle History – Invention Of The Jigsaw Puzzle”. Ideafinder.com. N.p., 2016. Web. 9 May 2016.

Jigsaw Planet. Tibo Software, 2011.

“File:Jigsaw Puzzle.Svg – Wikimedia Commons”. Commons.wikimedia.org. N.p., 2008. Web. 9 May 2016.

“Flower Images · Pexels · Free Stock Photos”. Pexels.com. N.p., 2016. Web. 9 May 2016.

 

 

 

oleh Annisa Kharisma, Arsitektur, 1306403655

March 26, 2016

Impossible Geometry in Monument Valley

What kind of geometry is monument valley? Euclidean or Non-Euclidean?

Apakah yang dimaksud dengan euclidean geometry? Berikut ini adalah postulat euclid:

1. A straight line segment can be drawn joining any two points.

2. Anystraight line segment can be extended indefinitely in a straight line.

3. Given any straight line segment, a circle can be drawn having the segment as radius and one endpoint as center.

4. All right angles are congruent.

5. If two lines are drawn which intersect a third in such a way that the sum of the inner angles on one side is less than two right angles, then the two lines inevitably must intersect each other on that side if extended far enough.

 

 

 

 

 

 

 

Watch Monument Valley Trailer

monument valley

Images from google.com

Monument Valley is a surreal exploration through fantastical architecture and impossible geometry. The player guides the silent princess Ida through mysterious monuments, to uncover hidden paths, unfold optical illusions and outsmart the enigmatic Crow People.    -(UsTwo)

Monument Valley, didesain oleh seorang seniman surreal artist M. C. Escher, merupakan game kembangan perusahaan Apple yang dirilis pada tahun 2014. Game yang dikembangkan dengan basis arsitektur ini, memberikan pengetahuan geometri yang sangat menarik. Ilustrasi yang dibuat dengan teknik aksonometrik memungkinkan adanya penrose triangle, segitiga aksonometrik yang kontinu seluruh permukaannya, yang pada dunia nyata hal ini menjadi tidak mungkin. Ilusi mata pada dunia nyata terjadi secara nyata dan dijalankan pada game ini. Gravitasi dan parallel postulate tidak bekerja. Atas bisa menjadi bawah, atau kanan, atau kiri. Daratan bisa tenggelam, bisa mengapung, atau mendarat di permukaan.

Ketika bermain game ini, skenario yang akan terjadi sangat sulit untuk ditebak. Path dari awal bermain hingga menemukan tujuannya baru diketahui ketika game dijalankan.

Gif Image from Monument Valley Blog

Gif Image from reddit.com

 

Monument Valley in Real Life:

La Muralla Roja housing in Spain by Ricardo Bofill. Photo courtesy of Ricardo Bofill, via ArchDaily.

Chand Baori stepwells in India. Photo by Sitomon/Flickr via Atlas Obscura.

Drawing for Frank House (House VI) in Cornwall, Connecticut by Peter Eisenman (1973). Courtesy of Peter Eisenman Architects via Architectural League.

Bentuk geometri pada monument valley diambil dari dunia nyata, namun aplikasinya berbeda. Tidak ada gravitasi, tidak ada orientasi yang salah. Dogma euclidian terkadang membuat orang yang bermain akan kebingungan bahkan frustasi karena yang ia lihat terlihat tidak mungkin.

‘Apa yang dilihat mata, benar seperti kelihatannya’

Bentuk-bentuk yang dipakai terdiri dari modul cube dan setengah lingkaran. Disusun mengikuti axis x, y, dan z, secara tegak lurus. Secara sadar mengikuti postulat Euclid. Namun, setelah digerakkan, bentuk-bentuk tersebut bertransformasi. Titik-titik yang terhubung terlepas dan terhubung dengan titik yang lainnya. Menghasilkan dua skenario path berbeda dalam satu gerakan. Garis-garis yang parallel dapat bertemu. Elevasi yang berbeda dapat dicapai hanya dengan translasi horizontal.

Berikut ini adalah beberapa skenario ilusi geometri yang terjadi pada beberapa level di monument valley:

 

Secara tidak sadar, game ini dapat membuat orang yang bermain dapat lepas dari dogma euclidian dan berpikir akan kemungkinan-kemungkinan geometri yang baru. Perpindahan atau tranlasi yang terjadi tetap pada koordinat cartesius, namun hasil operasinya ternyata berbeda. Hal ini mungkin saja terjadi karena pemilihan sudut tertentu yang membuat axis x dan y terhubung dengan axis z.

 Referensi:

http://blog.monumentvalleygame.com/

http://www.curbed.com/2015/6/29/9945084/spotting-realworld-architecture-in-monument-valley

http://mathworld.wolfram.com/EuclidsPostulates.html

https://ustwo.com/what-we-do/monument-valley

Screen Capture dari Game Monument Valley

 

Annisa Kharisma, 1306403655

Arsitektur

March 30, 2015

Geometry in Contemporary Dance

Filed under: Uncategorized — AlishaShabrina @ 07:12
Tags: , , ,

Tarian merupakan cerminan ekspresi manusia yang divisualisasikan melalui gerakan-gerakan yang mencerminkan emosi dan membuat orang yang melihatnya dapat merasakan keindahan baik dari segi visual maupun emosional. Tarian  Tarian dapat berupa cerita dan/atau pesan yang diutarakan dengan secara baik implisit maupun eksplisit dalam gerakan.

Tari kontemporer merupakan gaya tari ekspresif yang menggabungkan unsur-unsur dari beberapa genre tari seperti modern, jazz, dan balet. Tari kontemporer menghubungkan pikiran dan tubuh dan diekspresikan melalui gerakan untuk menunjukan suatu perasaan atau ide. Dalam gerakannya, tari kontemporer terlihat tidak teratur (disordered) dan memiliki perubahan yang tidak terduga dalam ritme, kecepatan, dan arah, namun tetap bergantung pada teknik. Disinilah elemen geometri menjadi sangat penting, karena tanpa itu gerakan terlihat terputus-putus dan tidak disengaja.

Penggunaan geometri dalam tarian

Penggunaan geometri dalam tari kontemporer

Geometri membantu dalam menentukan titik referensi dari unsur tari, khususnya unsur bentuk dalam tarian. Memiliki pemahaman tentang jenis bentuk yang digunakan penari membantu kita untuk menentukan konsep tari dengan geometri yang harus difokuskan pada saat melakukan gerakan.

Bentuk-bentuk geometri yang diaplikasikan ke tubuh manusia melalui gerakan menghasilkan elemen lain berupa ekspresi perasaan yang dapat ditentukan melalui gerakan yang mengacu kepada proporsi dan bentuk tubuh manusia saat melakukan gerakan tari.

Hal tersebut menunjukkan eratnya hubungan geometri dan manusia. Bahwa geometri merupakan unsur penting dalam gerakan dan spasial manusia yang diekspresikan melalui tarian. Kesinambungan antara dua bidang yang berbeda, yakni ilmu pasti geometri dan kebebasan seni. Hal ini dapat dilihat melalui Euclidean Geometri yang mendefinisikan ruang yang terbentuk dari garis, sudut, jarak, arah, dan bentuk.

“Every movement made by a human being, and far back of that, in the animal kingdom, too, has a design in space; a relationship to other objects in both time and space; an energy flow, which we will call dynamics; and a rhythm.”


Book “The Art of Making Dances” by Doris Humphrey

Gerakan manusia membentuk ruang dan memiliki hubungan dengan benda-benda lain, bagaimana kita melihat dan memanfaatkan ruang yang diekspresikan melalui tari. Dalam gerakan tari, terdapat titik awal atau titik akhir yang spesifik. Dalam Geometri Eucledian, satu titik tidak dapat didefinisikan ruang dan ruang harus terus menerus. Dari satu titik terdapat garis tak terhingga (infinite) dan bahwa satu titik dan titik lain tidak akan bertemu sehingga memberikan ide bahwa terdapat ruang yang kontinu. Titik pada ruang menggambarkan kontinuitas dalam gerakan tari yang membuat orang yang melihat gerakan tersebut merasa seolah-olah berada di ruang dan waktu yang kontinu. Hal tersebut diaplikasikan dalam tarian dimana terdapat satu titik yang diikuti garis dengan arah dan jarak yang berbeda yang menghasilkan gerakan-gerakan tari.

Ilustrasi koreografi tarian yang berawal dari titik membentuk garis dengan arah dan jarak yang berbeda

Ilustrasi koreografi tarian yang berawal dari titik membentuk garis dengan arah dan jarak yang berbeda

Uniknya, dari ide geometri Eucledian yang memuat ide bidang datar (planar) dan satu titik tidak akan bertemu dengan titik lain karena planar sehingga garis yang ada menjadi tak terhingga, sebuah tarian dapat mentransformasi sesuatu yang planar tersebut menjadi suau hal yang lebih dinamis yakni geometri Non-Eucledian dimana suatu titik dapat bertemu kembali ke titik awal karena gerakan tubuh manusia dapat membentuk gerakan sirkular yang membuatnya tidak lagi datar.

Dengan demikian, geometri merupakan benang merah antara bidang pasti dan kebebasan karena keterkaitannya yang erat dengan manusia dan hubungannya dengan ruang. Geometri merupakan dasar pemikiran pasti untuk hal yang bersifat bebas, serta merupakan unsur penting dalam kehidupan sehari-hari.

Referensi:

http://educationcloset.com/2012/11/15/the-geometry-of-dance/

Click to access preprint.pdf

Click to access dancinggeometry.pdf

http://wesscholar.wesleyan.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=2080&context=etd_hon_theses

Cut Alisha S.Z. – 1206263553

May 31, 2013

Permainan Visual Perception pada Horsemanning

Filed under: architecture and other arts,perception — anthyadwita @ 20:37
Tags: ,

Dunia fotografi memang sangat menyenangkan untuk diulik, dengan menggunakan teknik-teknik foto dalam mengatur komposisi dan proporsi dalam sebuah foto bisa dihasilkan sebuah karya yang unik dan brilian. Kali ini saya akan membahas tentang horsemanning, sebuah permainan ilusi dalam foto.  Walau fotonya terkesan agak menyeramkan, namun horsemanning justru menyenangkan dan lucu untuk dilihat dengan berbagai pose karena sebenarnya mudah untuk dilakukan siapa saja. Berikut contoh-contoh fotonya,

large Horsemanning

Horsemanning yang mulai populer pada tahun 1920-an ini namanya diambil dari Headless Horseman, seorang karakter tanpa kepala di “The Legend of Sleepy Hollow.”  lalu pada pertengahan tahun 2011, horsemanning kembali menjadi tren. Horsemanning menggunakan trik ilusi seolah-olah kepala sang model lepas dari badan, untuk menghasilkan foto ini harus dilakukan dalam sebuah teamwork dengan ketepatan angle yang tepat saat mengambil fotonya.

Horsemanning menggunakan permainan optical illusion dalam mengelabui persepsi orang yang melihatnya, sesuai dengan hukum Gestalt mengenai law of continuity. Dalam aplikasi law of continuity, pose horsemanning ini menggunakan tangan sebagai objek yang meneruskan atau menghubungkan antara satu objek sengan objek lainnya agar terlihat seakan masih dalam satu kesatuan objek (kontinu). Dengan begitu persepsi visual kita akan menangkap bahwa objek badan (A) dan kepala temannya (B) merupakan satu kesatuan karena secara refleks, pandangan kita akan bergerak mengikuti alur hubungan antara si badan (A) dan kepala (B) yang dihubungkan oleh tangan. Hal ini membuktikan bahwa hukum Gestalt ternyata bisa diterapkan dalam banyak hal, termasuk seni fotografi dan seni. Ingin mencoba horsemanning ini? Berikut step-step yang mudah dilakukan untuk mendapatkan pose horsemanning:

1. Duduk di sofa, taruh kepala kita ke belakang sampai tidak terlihat dari sudut pandang kamera.

2. Minta teman anda untuk duduk di belakang sofa dan hanya memperlihatkan kepalanya saja.

3. Pegang kepala teman anda solah-olah anda memegang kepala anda sendiri yang lepas dari leher anda.

4. Saatnya mengambil foto! Bisa menggunakan tripod atau self timer agar efek kamera tidak bergoyang-goyang.

Mudah bukan? Selamat mencoba! 😀

Sumber referensi:

http://www.horsemanning.com/ (Diakses pada 31 Mei 2013, pukul 20.00)

Sani, Starin. “Creative photo techniques.” Gogirl Magazine, No. 93, Oktober 2012, h. 28.

http://en.wikipedia.org/wiki/Horsemaning (Diakses pada 31 Mei 2013, pukul 20.00)

http://en.wikipedia.org/wiki/Gestalt_psychology (Diakses pada 31 Mei 2013, pukul 20.00)

Sumber gambar:

http://www.horsemanning.com/ (Diakses pada 31 Mei 2013, pukul 20.00)

April 4, 2011

Graffiti dan Ideal City

Filed under: architecture and other arts,ideal cities — mahasiswainterior @ 20:27
Tags: , ,

Tulisan ini akan membahas mengenai graffiti yang menurut saya adalah salah satu pembentuk ideal city.

Sebelumnya, graffiti adalah coretan-coretan pada dinding yang menggunakan komposisi warna, garis, bentuk, dan volume untuk menuliskan kata, simbol, atau kalimat tertentu. Dalam perkembangannya kini, graffiti sering digunakan sebagai sarana ekspresi ketidakpuasan terhadap keadaan sosial maupun politik. Karena itu, banyak orang yang beranggapan bahwa graffiti merupakan salah satu bentuk vandalism/perusakan sarana umum yang merusak atau mengotori ruang publik.

Pandangan yang demikian menurut saya adalah pandangan yang terlalu sempit dan sebelah mata. Bagi saya, graffiti yang banyak berkembang di Jakarta belakangan ini justru merupakan sebuah alternatif untuk menciptakan Jakarta sebagai kota yang ideal bagi para penduduknya. Seperti yang disebutkan dalam kuliah sebelumnya yaitu :

ideal city : an alternative to the chaotic situation, which can be achieved through social reconstructing and ordering of the chaotic environment.

Sebagai contoh penjelas, sebut saja salah satu grafiti Popo (seorang seniman Graffiti yang cukup ternama di Jakarta) yang bertajuk “Jangan Pucat Liat Jakarta Macet” tepat di tembok sebelum gerbang tol Lenteng Agung I di Jalan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Gambar tersebut memperlihatkan Popo yang sedang kesal ketika berada di dalam kendaraan menyerupai UFO atau pesawat luar angkasa yang terjebak dalam kondisi kemacetan.

Sang seniman mengaku terinspirasi oleh masyarakat yang sering sekali mengeluh tentang kemacetan, padahal hal tersebut memang sangatlah sering terjadi di Jakarta. Melalui graffiti yang ia buat, ia ingin mengkritik pemerintah, sekaligus mengajak masyarakat untuk lebih sabar menghadapi kemacetan yang terjadi setiap hari tersebut.

Graffiti disini menjelaskan bahwa ideal city harapan masyarakat adalah kota yang tidak macet dan memiliki arus lalu lintas yang lancar. Mengingat hal tersebut tidak pernah terlaksana selama bertahun-tahun lamanya, sang seniman berusaha melakukan social reconstructing, dengan berusaha mengubah cara pandang masyarakat, dan membuat masyarakat lebih menerima hal tersebut.

Selain sebagai kalimat penenang bagi orang-orang yang dilanda kemacetan, kalimat ini juga berfungsi ganda sebagai kalimat sarkastik yang ditujukan bagi pemerintah. Dengan demikian, sang seniman telah berusaha ‘merapikan’ lingkungan yang tidak seharusnya (ordering of the chaotic environment)

Bagi saya, yang dilakukan oleh Popo sang seniman graffiti ini adalah salah satu bentuk penyuaraan diri mengenai ideal city dengan menggunakan versinya sendiri. Walaupun hingga sekarang, tidak ada tindakan langsung dari pemerintah untuk menjawab kritikan tersebut, setidaknya Popo dan seniman graffiti lainnya telah berusaha memasukkan konsep ideal city mereka ke dalam hati orang-orang yang melihat karya mereka. Ideal city disini memang bukan yang dilihat secara fisik, namun dengan dapat menerima kondisi Jakarta apa adanya sekarang, orang-orang telah membentuk ideal city baru bagi dirinya masing-masing yang terasa lebih harmonis dan menyenangkan.


Sumber :

http://id.wikipedia.org/wiki/Grafiti

http://bataviase.co.id/node/524679

March 26, 2011

Optical Art

Filed under: architecture and other arts,perception — Prillia Indranila @ 15:43
Tags: ,

“Optical art is a method of painting concerning the interaction between illusion and picture plane, between understanding and seeing.” Op art works are abstract, with many of the better known pieces made in only black and white. When the viewer looks at them, the impression is given of movement, hidden images, flashing and vibration, patterns, or alternatively, of swelling or warping.” (http://en.wikipedia.org/wiki/Op_art)

Ilusi optik bukanlah hal yang asing lagi bagi kita, bahkan banyak seniman yang menggunakannya dalam karyanya sehingga menjadi karya seni yang menarik, yaitu optical art. Tahun lalu saya berkunjung ke Science Center di Singapore, dan di sana banyak karya-karya seni yang berkaitan dengan sains dan teknologi, termasuk pula optical art dengan bermacam-macam jenis. Kami sempat memotret beberapa optical yang terdapat di sana, contohnya adalah seperti ini:

Optical Art

Jika kita perhatikan, gambar tersebut menunjukkan wajah seorang bapak-bapak yang memakai topi seperti topi tentara dan baju berkerah dengan huruf dan angka di kerahnya. Apakah hanya itu saja? Ternyata tidak, setelah gambar tersebut dibalik 180 derajat, maka akan menghasilkan gambar seperti ini:

Optical Art

Ternyata apabila kita melihat gambar tersebut dari posisi yang berbeda maka akan menghasilkan gambar yang berbeda. Kalau dilihat dengan cara seperti ini, yang terlihat adalah wajah bapak-bapak berkumis yang sedang membuka mulutnya dan mengenakan topi yang berbeda. Selain karya tersebut, ada satu karya lagi yang membuat saya tertarik:

Optical Art

Foto-foto oleh Annisa Marwati

Gambar tersebut terlukis di lantai. Apabila kita melihat gambar yang ada di lantai, akan terlihat gambar sebuah perahu yang terombang-ambing oleh ombak. Namun bagaimana kalau dilihat melalui sebuah silinder yang sengaja ditaruh di depan gambar tersebut? Wah, ternyata pada silinder yang merefleksikan gambar tersebut terlihat gambar yang sama sekali berbeda, yaitu gambar seorang laki-laki. Sungguh hebat menurut saya, sampai sekarang saya pun belum mengerti benar bagaimana cara membuatnya agar bisa tepat menghasilkan gambar yang berbeda. 😀

Kedua contoh tersebut merupakan optical art yang mengandalkan persepsi manusia, tergantung bagaimana cara mereka melihatnya, walaupun dengan cara yang berbeda: pada gambar pertama diperlukan posisi yang berbeda untuk melihat sesuatu yang lain, sedangkan gambar kedua diperlukan media lain yang berbeda jenis permukaan untuk dapat menemukan bentuk lain, yaitu permukaan cembung pada silinder. Hal tersebut sesuai dengan teori Gibson (1979), yaitu “Ecological approach to perception”. Jadi, apabila manusia sebagai observer-nya itu bergerak, maka persepsi akan ikut beruban. Prinsip inilah yang digunakan para seniman untuk membuat karya-karya seperti ini, walaupun pada kedua contoh di atas hanya arah memandangnya saja yang berubah.

Apabila menyangkut tentang moving observer, ada contoh menarik yang saya temukan kemarin, yaitu Roy Lichtenstein House yang terletak di National Gallery of Art’s Sculpture Garden di Washington DC, Amerika Serikat.

Lichtenstein House

Video tentang Lichtenstein House:

 

(kalau videonya nggak muncul, ini link-nya: http://www.youtube.com/watch?v=jIpdajUHVtI)

Pada foto tersebut, jika kita melihatnya dalam posisi orang yang memotret Lichtenstein House ini, ‘rumah’ tersebut seolah-olah terlihat seperti rumah dalam wujud tiga dimensi, padahal sebenarnya ‘rumah’ ini hanya berupa sebuah bidang dua dimensi. Apabila kita melihatnya seperti yang ditunjukkan dalam video, ternyata rumah tersebut seolah-olah bergerak sesuai dengan arah pandang kita seiring kita bergerak seperti benda tiga dimensi. Teori Gibson tentang kita sebagai moving observer inilah yang digunakan pembuatnya sebagai ilusi optik ini, untuk ‘mentransformasikan’ bidang dua dimensi menjadi bidang 3 dimensi.

Teori Gibson menjelaskan mengenai human behavior dalam dunia tiga dimensi, sehingga apa yang kita lihat tergantung bagaimana dan dari mana kita memandangnya, itulah persepsi. Persepsi inilah yang dimanfaatkan seniman optical art dalam membuat karya seninya sehingga karya tersebut seolah-olah bermain dengan penglihatan kita. Tertarik untuk mencoba membuat optical art? 😀

Referensi:

http://www.coolopticalillusions.com/blog/2007/06/06/house-illusion-3-different-videos-artist-roy-lichtenstein/

March 24, 2011

Light Graffiti dan Cahaya yang Bergerak

Filed under: architecture and other arts — klarapuspaindrawati @ 19:45
Tags: , ,

Ketika kita melaju dengan kecepatan tertentu di dalam sebuah mobil pada malam hari melalui sebuah jalan, mungkin kita tidak menyadari bahwa gerakan dari kendaraan yang kta kendarai menghasilkan garis – garis dinamis dari cahaya lampu yang terpancar dari badan kendaraan. Bagaikan menggoreskan warna – warna menarik dari kuas di situasi malam yang gelap, begitulah yang terjadi ketika kendaraan yang meluncur di jalan meninggalkan berkas cahaya di sepanjang jalurnya.

Image and video hosting by TinyPic

Cahaya yang bergerak di sepanjang jalan yang sebenarnya berasal dari kendaraan yang melintas di malam hari pada gambar di atas, tertangkap kamera dan menampilkan gambaran yang sangat menarik, cahaya – cahaya itu seakan sedang memacu kecepatan di atas sebuah jalur. Kesan yang ditampilkan mempengaruhi persepsi kita yang melihat foto – foto yang menangkap kecepatan cahaya ini. Salah satunya, cahaya yang sebenarnya hanya merupakan “jejak” peninggalan gerakan kendaraan itu justru menjadi seperti objek yang sedang melalui jalan, padahal kita tidak akan bisa menyentuh objek tadi.
Persepsi ini lalu dikembangkan dalam light graffiti, salah satu bentuk seni painting yang kini semakin populer. Light graffiti merupakan seni menggambar atau menulis di medium udara pada kondisi ruang atau lingkungan gelap dengan menggunakan benda yang mengeluarkan cahaya, seperti senter. Hasil goresan – goresan itu bisa menjadi sangat menarik, lucu, atau unik sesuai kreasi dari orang yang menggambarnya. Kreasi light graffiti dapat mempengaruhi persepsi orang yang melihat hasil jepretan kamera yang mengabadikannya. Beberapa contoh foto di bawah menunjukkan bagaimana light graffiti mampu membuyarkan batasan antara objek manusia yang dapat disentuh dengan objek cahaya yang tak dapat disentuh yang turut difoto bersama manusia tadi. Bahkan bentukan cahaya – cahaya tadi yang menggambarkan bentuk – bentuk barang yang biasa digunakan oleh manusia atau bahkan hewan peliharaan difoto seakan – akan sedang digunakan oleh manusia, terjadi interaksi antara manusia dan objek bentukan cahaya tadi di dalam foto. Contohnya saja, gaun yang dibentuk dari garis – garis cahaya, orang yang sedang bermain gitar dari cahaya, atau seseorang yang sedang menuntun anjingnya yang berasal dari garis – garis cahaya.

Image and video hosting by TinyPic

Image and video hosting by TinyPic

Image and video hosting by TinyPic

Lalu, mengapa semakin banyak orang yang tertarik dengan light graffiti? Salah satunya mungkin karena seni ini menawarkan cara baru dalam menggambar dan menulis, yaitu dengan medium udara, bukan lagi kertas atau kanvas. Selain itu, cahaya yang menjadi bahan “cat warna” untuk menggambar juga menjadi daya tarik tersendiri, sifatnya yang bersinar di tengah kegelapan menjadikan lukisan – lukisan yang terdiri dari goresan – goresan cahaya tadi “bersinar”. Tetapi, ada satu syarat yang harus dipenuhi untuk membuat sebuah gambar light graffiti, gambar hanya akan dapat diproduksi dengan tangkapan kamera, hasil dari tangkapan tadilah yang baru bisa dinikmati sebagai light graffiti. Proses produksi gambar, yaitu saat menggores cahaya dengan cara menggerakkan benda yang mengeluarkan cahaya harus dilakukan dengan cepat sebelum jejak cahaya meghilang. Begitu pula saat harus menangkap gerakan benda yang meninggalkan jejak cahaya, prosesnya harus dilakukan dengan cepat sebelum jejak cahaya menghilang dan bentuk objek dengan demikian tidak dapat terbentuk dengan sempurna. Light graffiti merupakan salah satu jenis karya seni yang mendorong kreativitas tinggi dengan teknik yang jitu dan tentunya imajinasi yang memanfaatkan persepsi akan interaksi yang terjadi dengan manusia yang bermain dengan cahaya tersebut.

Sumber:
http://en.wikipedia.org/wiki/Light_painting
http://www.google.co.id/imglanding?q=speed+of+light&um=1&hl=id&client=firefox-a&rls=org.mozilla:en-US:official&tbs=isch:1&tbnid=fF5SC91yiwB5JM:&imgrefurl
http://www.google.co.id/imglanding?q=light+graffity&um=1&hl=id&client=firefox-a&sa=N&rls=org.mozilla:en-US:official&tbm=isch&tbnid=E09Y0jkGg27w9M:&imgrefurl
http://www.google.co.id/imglanding?q=light+graffity&um=1&hl=id&client=firefox-a&sa=N&rls=org.mozilla:en-US:official&tbs=isch:1&tbnid=H988GY47x3xrgM:&imgrefurl
http://www.google.co.id/imglanding?q=light+graffity&um=1&hl=id&client=firefox-a&sa=N&rls=org.mozilla:en-US:official&tbs=isch:1&tbnid=cPeCb2DyknYBHM:&imgrefurl
http://www.google.co.id/imglanding?q=light+graffity&um=1&hl=id&client=firefox-a&sa=N&rls=org.mozilla:en-US:official&tbs=isch:1&tbnid=_5ZSR1NjaxaUpM:&imgrefurl

Fractal in Traditional Art

Filed under: architecture and other arts,locality and tradition — austronaldo @ 06:34
Tags: ,

Fraktal, secara sederhana, merupakan konsep matematika yang membahas kesamaan pola pada semua skala. Jadi pola yang sama dapat diulangi dalam skala yang berbeda. Ketika mendengar disebutnya keterkaitan fraktal dengan batik di mata kuliah lain, saya menjadi tertarik untuk mengetahui lebih detail mengenai batik fraktal ini. Ternyata dibalik karya seni tradisional yang indah terdapat logika matematis berupa pola-pola yang tercipta dan dapat diterjemahkan lagi ke dalam software untuk menciptakan pola-pola baru.

Contoh: “E=[A][B][C][D],A=C+FAE,B=C-FBE,C=C?FCE, D=C&FDE” artinya lambang [ ] menandakan percabangan, ‘+’, ‘-‘, ‘&’, ?, menandakan sudut dalam 3 dimensi.
Pola batik yang sudah diterjemahkan dalam rumus fraktal ini dapat dimodifikasi dengan bantuan teknologi komputer sehingga menghasilkan desain pola baru yang sangat beragam. Kita bisa melihat keragaman dari segi grafis, warna, ukuran, sudut dan perulangannya. Disebutkan bahwa fraktal muncul sebagai tanda keteraturan dalam kekacauan (chaos) dalam suatu sitem yang kompleks. Jadi batik memiliki pola yang kompleks dan dapat disederhanakan dengan menggunakan fraktal. Begitu juga alam yang kompleks di dunia ini dapat disederhanakan dengan menggunakan fraktal. Hal ini terkait dengan law of pragnanz pada teori persepsi gestalt dimana orang cenderung untuk mempersepsikan esensi dari suatu objek. “Reality is organized or reduced to teh simplest form possible” – Law of Pragnanz

Batik fraktal ini menggunakan rumus matematis, maka pengolahan dan pengembangan desain selanjutnya akan lebih mudah dan lebih banyak mendapatkan variasi desain yang berbeda dan sangat cepat sekali bila dibandingkan dengan langkah mendesain secara manual. Dengan batik fraktal ini, kita bisa memperbesar dan memperkecil gambar, membuat simulasi gambar, membuat visualisasi desain dengan tiga dimensi sehingga desain batik yang dihasilkan bisa lebih variatif.

Maka saya bisa membuat suatu kesimpulan bahwa pola dapat dirumuskan. Pola dapat diterjemahkan dalam rumusan matematis. Dengan demikian pola-pola lain dapat ditemukan.
Lalu saya menemukan bangunan-bangunan yang menggunakan unsur batik dalam desainnya dimana batik digunakan pada bagian surfacenya. Bentuknya memang kotak namun permainan batik fraktalnya secara kosmetik atau pada bagian kulitnya saja. Inilah contoh yang saya temukan.

Apabila kita melihat pola batik pada kulit bangunan, pola yang digunakan mengikuti pola yang cukup sederhana dan tidak sekompleks pola batik yang ada pada umumnya.
Lalu pada interior Hotel Hilton di Bandung, kita bisa melihat penerapan pola geometris Batik Jawa pada ukiran tekstur tembok yang terbuat dari batu.
Ataupun penerapannya pada bentuk seperti pada contoh karya instalasi ‘A Swirl of Giant Batik’ pada London Festival of Architecture.

Referensi:
Kudiya, Komarudin. Proses Pembuatan Batik Fractal vs Batik Tradisional http://netsains.com/2009/10/proses-pembuatan-batik-fractal-vs-batik-tradisional/
http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=250006&page=67
http://jakartalifestyle.com/news/2010/July/jakarta-news-batik-represents-ri-in-london-festival-of-architecture.html
Institut Teknologi Bandung. “Mathematics in Batik Fractal”, Kombinasi Seni, Sains, dan Teknologi. http://www.itb.ac.id/news/2262.xhtml

March 23, 2011

Ikebana: Bentuk Kecantikan dari Keasimetrisan dan Kekosongan

Filed under: architecture and other arts — klarapuspaindrawati @ 15:49
Tags: , ,

Ikebana, seni merangkai bunga yang berasal dari Jepang merupakan salah satu metode merangkai bunga yang kaya akan nilai seni serta filosofi. Dari sejarahnya, seni merangkai bunga ini muncul di abad ke enam, ketika ajaran Buddha masuk ke Jepang. Salah satu bagian dari ritual di dalam agama Buddha adalah merangkai bunga di altar sebagai persembahan untuk roh – roh orang yang sudah meninggal. Ikebana berasal dari padanan kata ikeru, yang berarti menempatkan atau menyusun kehidupan dan kata hana yang berarti bunga, seni ini mulai dikembangkan di Jepang sejak abad ke 15.

Ikebana memiliki perbedaan pada seni merangkai bunga pada umumnya yang menekan pada komposisi warna yang menarik dari kelopak – kelopak bunga dengan bentuk yang juga beragam. Ikebana justru menekankan pada bagian tangkai dan daun bunga dengan jumlah bunga dalam satu rangkaian diminimalkan. Struktur yang digunakan dalam merangkai bunga adalah geometri dari scalene triangle, atau yang kita kenal dengan segitiga sembarang. Struktur segitiga sembarang ini memiliki filosofi mengenai unsur – unsur pembentuk kehidupan: surga, bumi, dan manusia, atau menggambarkan matahari, bulan, dan bumi.

Beberapa aturan yang diterapkan dalam ikebana adalah:
1. Menggunakan jumlah bunga yang minimal dibanding jumlah tangkai dan daunnya.
2. Layer rangkaian bunga diminimalkan, sehingga akan menampilkan banyak ruang kosong .
3. Penekanan dalam komposisi diberikan pada garis pemberi bentuk.
4. Mengacu pada imajinasi bentuk segitiga sembarang dan asimetri.
5. Perangkai bunga harus dalam situasi hening saat sedang merangkai sebagai wujud rasa hormat terhadap alam dan meresapi alam sebagai pemberi ketenangan bagi pikiran, jiwa, dan tubuh.

Image and video hosting by TinyPic

Dari komposisi dan metode yang diterapkan pada seni ikebana, sebenarnya terkandung beberapa filosofi yang mengajarkan berbagai makna hidup. Dari proses pembuatannya, ikebana mengajarkan ketenangan bagi perangkainya dengan penghayatan terhadap benda alam sebagai sumber ketenangan hidup. Konsep kata Ma, merupakan konsep mengenai kekosongan yang diterapkan pada ikebana. Ma, berarti kosong, ruang void. Kekosongan dalam hal ini menajdi poin utama, hal yang ditonjolkan sebagai sumber energi. Ruang kosong yang terbentuk di dalam rangkaian meemberikan kehidupan bagi bunga – bunga yang dirangkai karena dengan demikian ada ruang – ruang untuk bernafas. Dalam kehidupan, ruang kosong dalam jiwa dan pikiran dibutuhkan untuk menjauhkan diri dari tekanan dan kondisi stres. Ruang kosong pada rangkaian ikebana menjadi penghubung elemen – elemen penyusun yang digunakan dan menciptakan keutuhan. Komposisi asimetris dalam ikebana justru menciptakan keseimbangan dan menggambarkan keasimetrisan sebagai hal yang terjadi secara natural pada benda – benda alam. Ikebana memang bentuk kesenian yang sangat berkaitan dengan penenangan jiwa baik bagi perangkai, maupun bagi orang yang melihat hasil karya ikebana melalui komposisi garis dan keseluruhan elemen rangkaian.

Sumber:
http://en.wikipedia.org/wiki/Ikebana
http://www.presentationzen.com/presentationzen/2009/09/0-design-lessons-from-ikebana.html
http://www.suite101.com/content/ikebana-flower-arranging-a98237
http://www.essortment.com/ikebana-flower-arranging-58233.html
http://outsiderjapan.pbworks.com/w/page/24318046/Ikebana
http://www.google.co.id/imglanding?q=ikebana&um=1&hl=id&client=firefox-a&rls=org.mozilla:en-US:official&tbs=isch:1&tbnid=jKnLVK9XIlbL_M:&imgrefurl

Persepsi Arsitektur dan Desain dengan Geometri yang Saling Terkait

Filed under: architecture and other arts — evita18 @ 14:52
Tags: , ,

Ketika seorang perancang (dalam hal ini pelukis, seniman, ataupun arsitek) menuangkan idenya di suatu media yang menurutnya sesuai dengan idenya, maka si perancang tersebut tidak akan terlepas dari suatu bentuk.
Di dunia ini terdapat begitu macam bentuk yang tak terhitung jumlahnya. Namun menurut ahli-ahli zaman dahulu yang telah meneliti angka agung yaitu phi =1,618 secara geometris, bentuk yang dianggap proporsional dan indah apabila mengikuti perbandingan agung ini. Ini menunjukkan bahwa konsep sebuah ke proporsionalan diukur dari perbandingan geometri yang ada.
Yang saya pikirkan disini adalah jika semua bentuk seperti sudah memiliki perbandingan geometri yang ada lalu apakah itu berarti semua bentuk di dunia ini harus “terikat” pada geometri?
Ketika melihat bentuk-bentuk di alam pun, kita melihat bahwa tidak ada yang benar-benar lurus atau bentuk kaku dari bentuk tumbuh-tumbuhan atau binatang, mereka sangat flexible. Namun sesungguhnya, ke flexibelan mereka pun mengandung order tertentu yang disebut fractal geometri. Fractal geometri merupakan suatu pengorderan pengorganisasian yang menjelaskan bentuk-bentuk alam.
Jika sudah begitu, bentuk alam yang tidak beraturan saja dapat dijelaskan dengan istilah fractal “geometri”,berarti semua bentuk di dunia benar-benar terikat geometri bukan? Benar begitu? Lalu bagaimana dengan para seniman penggambar abstrak?
“Sekilas Seni Abstrak

Louis Fichner dalam Understanding Art (1995) menyatakan, seni abstrak merupakan penyederhanaan atau pendistorsian bentuk-bentuk, sehingga hanya berupa esensinya saja dari bentuk alam atau objek yang diabstraksikan. Abstraksi, mengubah secara signifikan objek-objek sehingga menjadi esensinya saja.

Seni abstrak diciptakan melalui dua pendekatan. Pertama, seni abstrak diciptakan tanpa merujuk secara langsung pada bentuk-bentuk eksternal atau realitas. Ke dua, seni abstrak berupa citraan-citraan yang diabstraksikan yang berasal dari alam. Seni abstrak diciptakan melalui proses mengubah atau menyederhanakan bentuk-bentuk menjadi bentuk geometrik atau biomorfik. Seni abstrak juga dapat diciptakan dalam bentuk ekspresif”.
Melalui bacaan diatas, saya berasumsi bahwa jika memang seni abstrak adalah penyederhanaan bentuk menjadi makna utama atau esensinya saja, berarti kembali pada bentuk-bentuk yang memang telah ada di dunia ini, bahkan bentuk alam yang terkadang menjadi inspirasi bagi seni abstrak pun memiliki order yaitu fractal geometri. Jikalau begitu, mungkin saja, secara subjektif, dapat disimpulkan bahwa abstrak sekalipun mengikuti suatu bentuk geometris yang ada di alam.

sumber :http://liza-pecintasenimurni.blogspot.com/2010/06/membaca-makna-seni-lukis-abstrak.html

March 31, 2010

Art Berbasis Hitungan (Logika dan Argumen)

Filed under: classical aesthetics — meitha28 @ 20:55
Tags: ,

Apakah desain hanya mengandalkan sisi art?? Pertanyaan ini selalu tebayang oleh saya lalu apakah ada suatu desain yang berdasarkan atas logika scientist?? saya sempat terperangah dengan salah satu film ‘Da Vinci Code’ dimana lukisan monalisa tidak hanya berdasarkan atas art dan spontanitas namun dibalik yang terlihat spontanitas terdapat hitungan dan argument yang berdasarkan akan logika hitungan

Hitungan (logika argumen) –>art

Sebagai contoh argumen bahwa art dapat dibasickan atas dasar hitungan bahwa Da Vinci melukis jarak kemiringan hidung memiliki hitungan tersendiri atas dasar jarak antara bumi dengan bulan dan masih banyak contoh lainnya yang membuat saya terperangah bahwa contoh satu buah karya seni dapat dengan sangat mengejutkan bedasarkan logika hitungan yang dapat menghasilkan suatu art yang sangat unik. Terkadang banyak karya seni yang mulanya terlihat art spontan namun ternyata art tersebut memiliki basic kuat lain (logika) yang melatar belakanginya yang membuat karya art tersebut indah. Jadi tidak semua karya art dapat berlangsung secara spontanitas namun terkadang dibalik karya yang baik terdapat argument tersendiri.

“ The concept of proportion is in compotition the most important one wheather it is used consciously or un consciously ” (Matila Ghyka, 1952)

Namun apakah ini juga terpakai dalam bidang arsitektur?? Hal ini juga menjadi suatu pertanyaan besar bagi saya. Apakah suatu karya arsitektur berdasarkan logika hitungan yang kemudian dapat menghasilkan karya tiga dimensi arsitekur dengan seni tinggi??