there’s something about geometry + architecture

May 30, 2016

Persepsi Manusia terhadap Ilusi Visual

Filed under: Uncategorized — idfanovia @ 08:38

 

Ilusi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pengamatan yang tidak sesuai dengan pengindraan sedangkan persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu; serapan.  Persepsi visual adalah modalitas (sistem pengindraan tertentu, contoh lainnya, sentuPengertian Persepsi, Teori, dan Contoh Faktor Persepsihan atau penciuman) persepsi yang paling banyak dikenal dan paling luas dipelajari.

“Keberadaan ilusi – ilusi persepsi menunjukan bahwa apa yang kita cerap (lewat organ – organ indera) tidak selalu sama dengan apa yang kita mengerti (di dalam pikiran kita) Cara kita merepresentasikan objek–objek bergantung sebagian kepada sudut pandang kita dalam memahami objek –objek..” (http://www.ilmupsikologi.com)

Ilusi visual terjadi dikarenakan perbedaan persepsi terhadap objek bukan sebenarnya salah dalam arti wrong, tapi sebuah dinamika yang berbeda untuk setiap orang.

gambar ilusi3

Bagaimana anda melihat gambit ini? Gamabr ini hadir dengan dua kemungkinan yang berbeda, terlihat nampak dari atas atau seperti bagian pada pinggir tebing.

e

Atau bagaimana dengan gambar ini. Berapa banyak pilar yang anda lihat? dua atau tiga? tabung atau kolom balok?

z1

Atau dengan gambar ini, berapa titik hitam yang anda lihat pada gamabr tersebut?

Beberapa teori yang mendukung antara lain seperti yang dijabarkan dalam rangkuman dibawah ini beradasrkan Psikologi dalam Perspsi (http://www.ilmupsikologi.com)

PENDEKATAN-PENDEKATAN TERHADAP PERSEPSI OBJEK DAN BENTUK

Capture2

Pendekatan – pendekatan Berpusat – Pengamatan versus Berpusat – Objek

Representasi berpusat pengamat, yaitu individu menumpuk pemahaman tentang cara-cara objek terlihat padanya. → mekanisme persepsi berpusat pada sudut pandang pengamat.

Representasi berpusat-objek, yaitu individu menumpuk pemahaman tentang representasi objek, lepas dari tampilan objek tersebut dimata pengamat. → mekanisme persepsi berpusat pada keberadaan objek.

Pendekatan Gestalt

Pendekatan Gestalt bagi pembentukan persepsi didasarkan pada konsep bahwa keseluruhan berbeda dari jumlah total bagian-bagian individualnya.

Keseluruhan ≠ bagian + bagian

Persepsi melakukan lebih banyak lagi hal-hal bagi kita ketimbang sekedar mempertahankan kekonstanan ukuran dan bentuk kedalaman. Ia juga mengorganisasikan objek-objek kedalam sebuah susunan visual menjadi kelompok-kelompok yang koheren. Salah satu cara untuk memahami bagaimana pengorganisasian ini dilakukan adalah melalui pendekatan strukturalis terhadap psikologi. Tujuan Gestalt adalah menyoroti langsung proses-proses holistik yang lebih global yang terlibat di dalam pencerapan kita terhadap struktur di dalam lingkungan.

Menurut salah satu prinsip Gestalt yang disebut kaidah Pragnanz, kita cenderung mencerap susunan visual tertentu lewat pengorganisasian dengan cara paling sederhana, yaitu dari elemen-elemen yang terpisah menjadi sebuah bentuk yang stabil dan koheren. Oleh karena itulah, kita lantas tidak mengalami campur aduk pengindraan yang tidak terpahami dan tidak-terorganisir. Contoh, kita cenderung mencerap figur yang terfokus sehingga pengindraan lain luruh membentuk latar belakang bagi figur yang kita fokuskan.

Sistem – sistem pengenalan pola
Dua sistem persepsi untuk mengenali pola :

  1. Pengenalan bagian-bagian objek, contoh: memperhatikan bagian-bagian rumah, terdiri atas pintu, jendela, dinding, dll.
  2. Pengenalan konfigurasi yang lebih besar, contoh: mengagumi rumah yang megah di sebuah komplek perumahan

PENDEKATAN-PENDEKATAN TEORITIS TERHADAP PERSEPSI

b

Teori bawah-ke-atas:

Teori yang berbasis kepada data (basis-stimulus). Persepsi seseorang didasari oleh informasi yang diberikan oleh stimulus/objek.

  1. Teori-teori cetakan: menurut teori ini, kita mengenali sebuah pola dengan cara membandingkan pola tersebut dengan seperangkat “cetakan” pola yang ada dipikiran kita. Contoh, saat kita membaca, kita sedang mencocokkan setiap huruf dengan cetakan huruf yang sudah ada dipikiran kita.
  2. Teori-teori prototip: menurut teori ini, kita mengenali suatu objek berdasarkan representasi pola objek yang telah kita miliki. Misalnya kita dapat mengenali wajah seseorang berdasarkan representasi pola wajahnya yang telah kita miliki.
  3. Teori-teori ciri: menurut teori ini, kita lebih berusaha mencocokkan ciri-ciri suatu pola dengan ciri-ciri yang tersimpan di dalam memori kita. Contohnya menurut teori ini kita dapat mengenali huruf R karena kita telah mencocokkan ciri-ciri pola huruf R yang muncul dengan yang tersimpan didalam memori kita.
  4. Teori deskripsi structural : Coba temukan sejumlah cara yang memampukan kita membentuk representasi-representasi mental 3D yang stabil mengenai objek-objek berdasarkan memanipulasi sejumlah bentuk geometris yang sederhana (Biederman, 1987). Cara-cara ini adalah seperangkat geon-geon 3-D (geons: geometrical ions).

Mengapa persepsi setiap orang dapat berbeda terhadap suatu hal antara lain dikarenakan faktor – faktor kepribadian yang khas. Diantaranya knowledge (pengetahuan), pengulangan stimulus, minat, penyakit individual, hobby, harapan (expectation), pengalaman (experience) dan lain-lain.

Idfa Novia Putri

1306367265

Referensi :

Gambar Ilusi. http://www.psychologymania.com/2011/05/beberapa-contoh-gambar-ilusi.html

Persepsi dalam Psikologi. http://www.ilmupsikologi.com/2015/12/pengertian.persepsi.teori.persepsi.dan.contoh.faktor.persepsi.html

http://ahmadroihan8.blogspot.co.id/2013/10/persepsi-dalam-psikologi-lengkap.html

May 9, 2016

Menemukan Geometri di Dalam Geometri pada Jigsaw Puzzle

Filed under: architecture and other arts,perception,Uncategorized — kharismannisa @ 22:25
Tags: , , , , ,

Ada geometri yang tersembunyi di dalam geometri dari Jigsaw Puzzle, yang kemudian kita cari agar sebuah Jigsaw Puzzle itu dikatakan selesai.

“For the purpose of teaching geography,” John Spilsbury, a teacher in England, created the first Jigsaw Puzzle in the year 1767.

Jigsaw Puzzle pertama dibuat untuk kepentingan belajar geografi, yaitu dipelajari keterhubungan dari setiap koordinat lokasi. Dalam hal ini, puzzle membantu dalam menyusun grid. Pada waktu itu, puzzle ini masih terbuat dari kayu dan belum ada sistem interlocking pada setiap bagiannya. Kemudian, lama-kelamaan baru berkembang sistem interlocking untuk memudahkan mengunci bagian yang sudah benar susunannya. Fungsinya pun bertambah, yaitu sebagai permainan dan diperuntukkan juga untuk anak-anak. Gambarnya juga lebih beragam.

Puzzle, selain menyenangkan, juga berperan dalam perkembangan otak, khususnya anak-anak. Banyak geometri yang dapat dipelajari, yaitu menyambung dan mengunci puzzle (interlocking system), menyambung gambar melalui garis, bentuk, dan warna yang sesuai antar bagian puzzle.

Tingkat kesulitan puzzle bergantung pada jumlah bagian dari puzzle. Semakin kecil, akan semakin sulit. Selain itu juga bergantung pada kompleksitas gambar (garis, bentuk, dan warna). Semakin kompleks dan detil akan semakin sulit. Hal ini berkaitan dengan kompleksitas geometri yang berubah ketika setiap bagian semakin kecil dan gambarnya semakin kompleks. Namun, ada beberapa kondisi:

  • Apabila bagian puzzle diperkecil, sedangkan gambarnya tetap, maka memakan waktu lebih lama karena harus memasang bagian-bagian parsial dari puzzle, kemudian baru bentuknya lebih terlihat. Karena, ketika bagian puzzle lebih kecil, geometri yang terlihat di satu bagian menjadi clueless. Karena bisa saja yang terlihat hanya satu warna, ataupun hanya satu garis.
  • Apabila gambar lebih kompleks dan detil, sedangkan besar setiap bagiannya tetap, maka memakan waktu lebih cepat. Karena pada satu bagian puzzle sudah terlihat banyak garis dan warna, bentuknya pun mulai terlihat. Ada banyak garis dan warna yang dapat disambungkan ke bagian puzzle yang lainnya, sehingga lebih banyak clue.
  • Apabila puzzle diperkecil dan gambarnya lebih kompleks dan detil, maka akan memakan waktu yang lebih lama dari kondisi sebelumnya. Karena, pada setiap bagian puzzle yang kecil-kecil itu harus diteliti banyak garis dan warna, sehingga lebih sulit untuk mencocokkan dengan bagian yang lainnya.

 

 

Elemen geometri pada puzzle:

1280px-Jigsaw_Puzzle.svg

Interlocking Tiling dari Jigsaw Puzzle Tanpa Gambar (Image from Commons.wikimedia.org)

 

Merupakan interlocking pieces yang membentuk tiling. Bentuk geometri ini mempunyai beberapa tipe bentuk yang di-tile dengan sistem interlocking. Kombinasinya adalah sebuah bagian dengan 4 sisi yang dapat membentuk lekukan ke dalam, lekukan ke luar, dan bagian yang rata.

+

1280px-Jigsaw_Puzzle 2

Gambar Bunga (Image from Pexels.com – Free Stock Photos)

Gambar-gambar menarik dimasukan pada susunan Jigsaw Puzzle agar lebih menarik dan lebih menantang. Sebuah gambar utuh pun kemudian menjadi bentuk geometris yang lebih menarik ketika terpecah menjadi bagian-bagian puzzle.

=

1280px-Jigsaw_Puzzle

Interlocking Tiling dari Jigsaw Puzzle dengan Gambar (Image from Photoshop Editing)

 

 

Bentuk geometris berupa tiling dari Jigsaw Puzzle ditambah dengan pecahan geometris yang memiliki garis, bentuk, dan warna memperkaya pengalaman geometris pada permainan ini. Yaitu, kita diharuskan mencari bentuk geometris utuh di dalam kepingan geometris yang lainnya.

Silahkan mencoba bermain Jigsaw Puzzle dengan aplikasi di bawah ini! 🙂
preview54 pieceSimpsonsFuturama

 

 

Sumber Referensi:

Ament, Phil. “Jigsaw Puzzle History – Invention Of The Jigsaw Puzzle”. Ideafinder.com. N.p., 2016. Web. 9 May 2016.

Jigsaw Planet. Tibo Software, 2011.

“File:Jigsaw Puzzle.Svg – Wikimedia Commons”. Commons.wikimedia.org. N.p., 2008. Web. 9 May 2016.

“Flower Images · Pexels · Free Stock Photos”. Pexels.com. N.p., 2016. Web. 9 May 2016.

 

 

 

oleh Annisa Kharisma, Arsitektur, 1306403655

Music – Architecture is Ageless

Filed under: Uncategorized — lisarahmadhaniutami @ 19:44

Saya dan juga mungkin anda pasti akan berada pada posisi yang sama untuk mengatakan bahwasannya musik dan arsitektur memang saling terkait. Kita dapat melihat keterkaitan ini pada tampilan arsitektur dan bahkan spasial yang dihasilkan yang terinspirasi musik. Banyak arsitek saat ini yang sudah menunjukkan keterkaitan ini melalui karya-karyanya. Pertanyaannya adalah, apakah keterkaitan musik dan arsitektur dapat kita temukan juga pada bangunan kuno arsitektur? Apakah sebenarnya metode ini hanyalah sebuah peradaban baru dari dunia arsitektur atua memang sudah ada sejak dahulu?

Ternyata, pada abad ke-16, Francois Blondel, seorang insinyur Prancis mencoba mengukur kuil-kuil kuno di daerah Italia Selatan. Dia menemukan bahwa ada korespondensi antara pengukuran fitur arsitektur dan periode gerak nada musik. Penemuannya ini, ia coba terbitkan dalam bukunya yang berjudul “Cours de Architecture”

4c0e3331717953.565dd2cb9d3f2

Architecture : Blondel

dc844831717953.565dd2cb9e49f

Architecture ; Roman Capital

24fe8331717953.565dd2cb9f6a7

Dari gambar diatas, kita dapat melihat bahwasannya skala oktaf mungkin dapat menjawab adanyamasalah sudut di intercolumniation dari Parthenon.Hal ini dapat dilihat sebagai penanda transisi dari kuartal ke pertiga dalam skala oktaf dengan enam kolom ditengah yang menandai enam divisi yang sama E dan Bb.

Dengan adanya penemuan bagaimana kuil-kuil kuno zaman yunani dapat dijelaskan dengan skala oktaf pada musik, secara sederhananya menunjukkan musik memang dapat ditemukan pengaruhnya pada zaman yang tua sekalipun. Bagaimana musik-musik dapat hadir pada bangunan zaman dahulu lebih didominasi pada bagian tampak yang mungkin ditujukan untuk mencapai system proporsi dan komposisi tertentu.

Reference :

Music & Geometry: Architecture. (online). Tersedia : https://www.behance.net/gallery/31717953/Music-Geometry-Architecture diakses para tang gal (5 Mei 2016)

Lisa Rahmadhani Utami

-1306446300-

 

KERAJINAN TANGAN TENUN dan GEOMETRI

Filed under: Uncategorized — ameliacarolina @ 17:29

Paper weaving atau kertas tenun  ini merupakan salah satu kerajinan tangan (crafts) yang populer dan sering sekali diajarkan atau dipraktikan pada masa taman kanak-kanak. Kertas tenun ini biasanya terdiri dari pola-pola yang saling terjalin membentuk bentuk persegi, salah satu bagian dari geometri yang planar dan mudah dipahami oleh anak.

Pola-pola persegi tersebut yang merupakan dasar dari bentuk geometri pada kerajinan tangan kertas tenun ini. Dari pengulangan pola tersebut memperlihatkan bagaimana sistem antar tenunan kertas tersebut memberikan hasil yang simetri antar komposisi perseginya. Simetri dapat terbentuk sesuai dengan garis grid yang dibentuk dalam proses menenun kertas tersebut.

 

Presentation1

gambar 2

Kerajinan tangan tenun ini juga dapat dilakukan dengan menggunakan bahan alam seperti daun, dan lain sebagainya. Kerajinan tangan tenun pada masa modern sekarang ini dapat diaplikasikan dengan komposisi bentuk persegi atau persegi panjang, yang membuat beda ialah sistem penentuan grid dan pembagian peran garis horizontal atau garis vertikal terhadap grid seperti gambar 2 sehingga hasilnya dapat berupa persegi atau persegi panjang yang dirotasi, scale dan sebagainya. Selain itu juga masing-masing kertas yang berbeda warna tersebut memiliki peran sebagai figure dan ground sesuai dengan pola yang ingin ditampilkan.

Untitled

                     gambar 3                        (http://tasidola.com/profile-and-news/how-to-make-easy-paper-woven-with-different-motif)

2

gambar 4

Sehingga pada gambar 1 dan gambar 3 memiliki grid yang kurang lebih sama namun dalam metode penerapan polanya berbeda karena ada bagian kotak atau pesegi yang disalin menyamping membentuk pola bentuk baru yaitu persegi panjang. pada gambar 4 dijelaskan mengenai sistem untuk memberikan motif yang berbeda dengan pola yang sama yaitu persegi namun dengan metode yang berbeda seperti melebihkan 3 persegi sebagai ground dari gambar 4 bisa menimbulkan figure motif yang berbeda juga. Maka hal kerajinan tangan tenun ini sangat membantu proses berpikir kreatif anak-anak, dan keberadaannya merupakan salah satu faktor penting dalam memperkenalkan geometri kepada anak secara alami melalui intiutif dan pemikiran logika seperti Gifts yang diperkenalkan oleh Frederich Froebel dari Kindergarten Movement of Friedrich Froebel (1782–1852) – specifically – Froebel’s play materials, known as “The Froebel Gifts”:

dalam artikel Sacred Geometry and Paper Weaving Artwork oleh Ian Brabner, Rare Americana “[L]ong abandoned, and thus hardly known today is the heart of the system—Fröbel’s interconnected series of twenty play “gifts” using sticks, colored paper, mosaic tiles, sewing cards, as well as building blocks, drawing equipment, and the gridded tables at which the children sat.”

Sumber Referensi :

Anon, (2015). How To Make Easy Paper Woven With Different motif. [online] Available at: http://tasidola.com/profile-and-news/how-to-make-easy-paper-woven-with-different-motif [Accessed 9 May 2016].

Brabner, I. (2016). Sacred Geometry and Paper Weaving Artwork. [online] Available at: https://www.rareamericana.com/paper-weaving-artwork/ [Accessed 8 May 2016].

Whitney, Syniva, “The Grid, Weaving, Body and Mind” (2010). Textile Society of America Symposium Proceedings. Paper 60. [online] Available at: http://digitalcommons.unl.edu/tsaconf/60 [Accessed 8 May 2016]

 

Amelia Carolina

1306367460

 

CERITA DIBALIK LEMBARAN SAP PA4

Filed under: Uncategorized — lisarahmadhaniutami @ 16:48

apakah lipatan kerns SAP PA4yang telah terdeformasi pada seita lembrança ini ada kaitannya dengan konsep folding pada arsitektur ? Dan lebih jauhnya, bagaimana keterkaitannya dengan konsep topologi? Bagaimana benda sederhana ini mampu menjelaskan keterhubungan antara folding dengan topologi?

Screen Shot 2016-05-09 at 4.34.15 PM

Terdapat suatu makna yang mendalam dan rumit pada kertas-kertas tersebut dimana terdapat serangkaian perlakuan yang pada akhirnya akan menyebabkan adanya perubahan bentuk, permukaan dan lain-lain. Melihat lebih jauh kepada kertas-kertas tersebut, kita akan dapat menemukan banyak tektonik yang bekerja dibaliknya, baik itu berupa fold, compress, wrap, rotate, twist, press dan lain-lain sehingga konsep folding tidak bisa hanya direpresentasikan dengan “melipat” saja.

Dilihat secara eksterior (luar), jika kita melihat gambar kertas diatas no 5, kita akan melihat adanya fold yang mendominasi sedangkan untuk gambar kertas no 6, kita akan melihat lebih banyak tektonik wrap. Kita akan melihat gambar 5 sebagai makna akan ketidaksengajaan terlipat dan gambar 6 sebagai kesengajaan dilipat. Setiap tektonik yang bekerja pada proses folding itu sendiri akan meberikan representasi makna yang berbeda pula. Oleh karena itu, menurut saya, ada suatu sifat yang sangat spasial pada konsep folding kertas-kertas ini sendiri. Kemudian, konsep folding pada kertas ini mebuatnya menjadi suatu objek yang tidak dikenali sebelumnya (abstrak). Sehingga menurut saya, terdapat suatu nilai eksploratif pada konsep folding kertas-kertas ini yang menyebabkan terkadang sulit terdefiniskan.

Screen Shot 2016-05-09 at 4.34.21 PM

Jika kita mencoba membongkar untuk mengenali proses yang terjadi pada lipatan kertas SAP yang pertama, kita akan melihat garis-garis lekukan yang merepresentasikan proses folding kertas ini. Garis yang berwarna hijau menunjukkan adanya proses fold dan garis hitam putus-putus menunjukkan proses wrap. Melihat wujud akhir dari kertas, menurut saya proses diawali dengan proses wrap yang kemudian baru dilanjutkan dengan proses fold karena jika proses dibalik, maka akan menghasilkan wujud yang berbeda.

Dua buah proses folding yang memiliki tahap yang sama, tetapi dapat menghasilkan bentuk yang berbeda, bahkan jika proses yang sama tersebut berada pada langkah pertama hingga akhir sekalipun. Hal ini dikarenakan, dalam proses folding tidak memiliki rules yang mengikat pada proses tektoniknya. Sehingga bisa saja walaupun dengan proses folding yang sama, tetapi memiliki perbedaan terhadap orientasi, luasan tektoniknya dan lain-lain

Screen Shot 2016-05-09 at 4.34.26 PM

Lalu bagaimana keterkaitannya dengan topologi?

Screen Shot 2016-05-09 at 4.34.30 PM.png

Pada gambar diatas, dapat dilihat bahwa setiap halaman memiliki genus yang berbeda. Halaman pertama dan ketiga tidak memiliki genus. Halaman kedua memiliki 3 genus. Halaman keempat memiliki 2 genus. Halaman kelima dan keenam masing-masing memiliki 1 genus. Dalam pemikiran topologi, halaman pertama dan ketiga dapat saling menjadi. Halaman kelima dan keenam dapat saling menjadi dikarenakan masing masing halaman memiliki satu genus, walaupun ukuran genus berbeda dan posisinya juga, sehingga dalam proses saling menjadinya dapat digeneralisir dengan genus dilakukan stretching ataupun twisting dan tidak menambah genus baru. Halaman kedua dan keempat tidak dapat saling menjadi dikarenakan jumlah genus yang berbeda. Sehingga jika dilakukan stretching dan twisting sedemikian rupa tetap tidak akan dapat saling menjadi. Oleh karena itu, menurut saya topologi sangat berbeda dengan folding, dimana folding sangat memperhatikan proses dibandingkan hasil, sedangkan topologi lebih banyak melakukan generalisasi pada prosesnya. Tetapi, Walaupun berbeda, pada intinya folding dan topologi sama-sama mengangkat tahapan sekuensial dalam rangka mendeformasi sebuah benda.

Topologi pada dasarnya memperhatikan sifat dasar dari sebuah ruang dimana ia berada dalam ranah matematika dan geometri. Persamaan yang mungkin dapat ditarik dari keduanya adalah kemampuan mereka untuk memberikan perlakuan tertentu pada sebuah benda yang menyebabkan berubahnya (bentuk, permukaan, volume, makna dan lain-lain) benda itu yang sering dikenal dengan istilah deformasi.

Pada akhirnya, saya dapat melihat bahwasannya topologi ini sendiri membahas tentang keterhubungan yang dapat dikaitkan dengan folding. Sehingga dengan benda sesederhana kertas SAP PA4 dibaliknya terdapat cerita bagaimana langkah-langkah proses folding dan deformasi dalam topologi, keduanya menampakkan keterhubungan antara sebuah benda dengan benda lain. Lebih tepatnya, bagaimana sebuah benda menjadi benda lain dengan prosesnya masing-masing melalui sebuah benda sederhana dengan dua buah perspektif yang berbeda.

Referensi :

Vyzoviti, Sophia. (2003). Folding architecture: Spatial, structural and organizational diagrams. Amsterdam: BIS

Lisa Rahmadhani Utami

-1306446300-

May 8, 2016

Audio City : sebuah gagasan bagi Kota Non-Visual (khususnya tuna netra)

Filed under: ideal cities — stevannyp @ 23:18

-Ketika sebuah kegiatan sehari-hari dan alat yang digunakan menentukan karakter instrumen yang tercipta-

“Humans have a multitude of senses. Sight (ophthalmoception), hearing (Audioception), taste (gustaoception), smell (olfacoception or olfacception), and touch (tactioception) are the five traditionally recognized” (Jones, 2013, p.20).

Salah satu yang menarik perhatian saya adalah tuna netra, yang dalam menyerap informasi tidak didominasi oleh penglihatan namun indra lainnya. Namun, perencanaan sebuah kota seolah-olah hanya menggunakan penglihatan (secara visual) dalam membangun dan mengembangkan sebuah kota sehingga istilah kota layak huni mungkin tidak berlaku bagi sekelompok masyarakat tertentu.

  1. Bagaimana jika sebuah perencanaan kota melibatkan indra pendengaran? Apa yang terjadi jika sekumpulan karakter suara yang berbeda disusun sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah harmoni yang menjadi dasar perencanaan kota?
  2. Dapatkah dengan ketidakhadiran satu jenis suara akan merangsang manusia menjadi peka terhadap apa yang kurang atau apa yang terjadi di sekitarnya?

 

“It will concentrate especially on one particular visual quality: the apparent clarity or “Legibility” of the cityscape” (Lynch, 1960, p. 2).

Ada lima tipe elemen yang diklasifikasikan Lynch (1960) dalam sebuah kota berdasarkan physical form yaitu: paths, edges, districts, nodes, dan landmarks. Legibilitas atau sifat mudah dibaca – Lynch fokus pada aspek visual yang membuat sebuah kota menjadi jelas dimana batasnya, terdiri dari daerah apa saja berdasarkan kesamaan unsur di dalamnya, apa yang dapat dijadikan acuan dan apa yang menjadi daya tariknya. Dalam mengalami sebuah ruang kota, berdasarkan apa yang dikemukakan Lynch dapat dipahami bahwa kota hanya untuk memenuhi kebutuhan visual, bagaimana memahami sebuah kota dengan melihatnya.

Dengan melihat penyebab bagaimana manusia hanya melihat dan “tidak” mendengar maka ada beberapa poin yang saya kemukakan sebagai cara yang saya sebut Audio City dapat dilakukan:

  1. Minoritas : kendaraan

Posisi jalan bagi kendaraan berada di antara bangunan (pertokoan, tempat tinggal, dll) sehingga sumber suara berada di tengah dan dapat didengar dari kedua sisi bangunan di kiri dan kanannya. Saat ini, dominasi suara kendaraan akibat tingginya jumlah kendaraan membuat bising bagi sekitarnya dan suara-suara lain menjadi hilang karena tidak terdengar. Layer-layer suara yang saling overlap dengan salah satu intensitas yang lebih besar akan mendominasi bahkan meniadakan suara lainnya. Dalam sebuah harmoni, layer-layer suara dapat memiliki intensitas yang lebih besar namun tidak diperkenankan menghilangkan suara lainnya pada saat yang bersamaan, sehingga jika yang diinginkan adalah menghilangnya suara lain maka suara harus menghilang atau berhenti dengan sendirinya, tidak overlap hingga meniadakan suara lain. Oleh karena itu, saya berpikir bahwa akses bagi kendaraan berada di luar atau di pinggir, tidak mengkontaminasi dengan dilingkupi suara lain, membuatnya memiliki jarak lebih besar untuk mengurangi intensitas suaranya.

  1. Horizontal time : mapping kegiatan dan karakter suara

Kemudian, setiap kegiatan dipetakan (mapping) menurut karakter sumber suara yang dapat dihasilkan dari kegiatan tersebut. Prinsipnya hampir sama dengan musik instrumental sehingga susunannya akan dipengaruhi jenis instrumen dan jarak antar instrument tersebut. Misalnya saja toko daging dengan karakter suara yang dimilikinya berasal dari alat pemotong atau pisaunya yang bertumbukan dengan alasnya. Pada posisi relatif manusia di titik tertentu, suara tersebut akan menjadi lebih keras dan lebih lembut. Saya mencoba mengelompokkan karakter suara menjadi beberapa kategori yang dapat saya rasakan:

karakter Jenis instrumen unsur instrumen  volume
light instrumen keras sedikit instrument bermain (2 atau 3 instrumen) volume rendah
heavy instrumen lembut banyak instrumen bermain volume keras
stable semua instrumen pola berulang volume tidak berubah
motion suara seperti transportasi (mobil, kereta, dll) cepat berulang volume tidak berubah
dark bass woody dan mellow volume sangat rendah
dry senar drum atau balok-balok kayu dinding yang dilapisi kain volume tinggi tanpa resonansi
sweet suara wanita harmonis volume tinggi – tipis
clear tanpa suara, instrumen, dan melodi dipahami dengan cepat volume berubah

(jenis karakter diperoleh dari : www.composertools.com)

Dalam proses mendengar untuk menemukan tempat yang dituju maka akan terdengar harmoni yang telah disusun sehingga dalam perjalannya seperti berjalan dalam garis-garis nada. Suara yang dihasilkan setiap waktu tetap sama (karena jenis kegiatan yang sama di setiap posisinya) namun karena manusia yang bergerak maka susunan suara tersebut menjadi berbeda-beda kombinasi antar karakter suaranya. Jika selama ini ketika mendengarkan lagu yang terjadi adalah kita tetap dalam sebuah posisi dan nada-nada dalam lagu tetap berjalan, hubungan antara pendengar dan sumber suara tidak saling terkait. Namun dalam hal ini, manusia yang bermanuver di dalamnya sehingga posisi relatifnya terhadap posisi sumber suara yang lain akan mempengaruhi susunan instrumen yang akan terdengar – manusia dapat menentukan sendiri apa yang ingin didengarnya. Sebuah kota memiliki keberagaman yang lebih memungkinkan terjadinya susunan instrument yang lebih beragam juga sehingga dalam setiap waktu akan lebih konsisten harmoni yang dihasilkannya dibandingkan jika dilakukan dalam skala keberagaman yang lebih rendah.

  1. Vertikal layering

Pada titik statis tertentu, jika kita berhenti dan berarti meng-capture satu susunan instrument tertentu, akan menjadi lebih spesifik bukan hanya secara layer horizontal namun juga secara vertikal. Bangunan mix-use yang dipromosikan untuk memperoleh keberagaman, mengurangi penggunaan kendaraan, dan memperbesar interaksi dapat menambah layer instrument baru yang dapat didengar bukan hanya ketika bergerak namun ketika diam. Sehingga dalam keadaan bergerak atau keadaan diam, karakter sebuah daerah akan menjadi kuat karena susunan instrument yang tidak mungkin sama baik secara jenis, jumlah jenisnya, jarak antar jenis, dan lain-lain. Sama halnya dengan lagu yang hanya tercipta dari tujuh not namun jutaan lagu tetap dapat tercipta dengan karakternya masing-masing begitu pula jika jenis instrument kegiatan lebih dari tujuh.

  1. Menimbulkan distraksi : menghindari kejahatan

Kesepakatan atau order yang dilakukan akan mempermudah mengidentifikasi disorder yang terjadi. Maksudnya adalah susunan instrument tersebut, dengan menjauhkan sumber suara yang meniadakan suara lainnya, akan memperjelas terdengarnya suara-suara lain. Disorder yang dimaksud seperti kejahatan yang mungkin terjadi. Sumber suara dari teriakan manusia di antara harmoni suara lainnya akan mudah didengar orang lain karena menimbulkan ketidakteraturan di antara keteraturan harmoni yang lainnya. Hubungan antara order yang kaku (rigid order) dan disorder bukan sebuah hubungan anti tetapi lebih kepada bagaimana dikombinasikan sehingga dapat meminimalisir perbuatan negatif yang mungkin terjadi di sebuah kota.

 

Sebuah ruang tidak harus jelas dibayangkan dengan visual namun abstraksi yang diinterpretasikan berbeda oleh setiap orang dengan kemampuan indra yang berbeda pula bisa jadi lebih menarik dibandingkan sesuatu yang sudah jelas dipahami, lebih dapat berimajinasi, memahami sebuah ruang dengan mengoptimalkan indra lainnya. Skala perkotaan yang dimaksud disini adalah dengan karakter keberagamannya yang membuatnya berpotensi untuk menjadi kota yang ramah terhadap indra lainnya, salah satunya dengan apa yang saya sebut sebagai Audio City. Untuk skala yang lebih kecil seperti rumah juga dapat diterapkan namun karakter kota yang memiliki apapun di dalamnya baik pelaku dan peristiwa menjadi lebih mungkin dilakukan. Setiap titik tertentu atau dalam proses bergerak dari satu titik ke titik lainnya akan mendengarkan susunan instrument dari susunan kegiatan yang diatur sedemikian rupa berdasarkan karakter kegiatannya (dari alat yang digunakan, suara yang dihasilkan, waktu yang ramai dikunjungi, dan lain-lain). Manusia punya kendali penuh terhadap apa yang ingin dia dengar atau tidak dengar, berusaha memanusiakan manusia dengan mengembalikan manusia pada kemampuan dasar yang dimilikinya dan sedikit berusaha “meminggirkan” unsur suara yang selama ini mengisolasi kemampuan indra lainnya. Kepekaan manusia dalam lingkungannya (baik terhadap alam maupun sesama manusia) menjadi menurun dengan ketersediaan semua teknologi, dengan susunan elemen yang homogen sehingga menjadi sulit membedakan mana yang baik dan tidak, mana yang berbahaya dan tidak, akan dan sedang terjadi apa. Sehingga Audio city berusaha merangsang kepekaan manusia dengan mengoptimalkan indra yang kurang dioptimalkan, yang tentunya akan menjadi lebih waspada dan peka terhadap apa yang terjadi di sekitarnya.

Referensi:

Jones, Alan. (2013). Personal and Psychic Development. (Online). Tersedia: https://books.google.co.id [8 Mei 2016]

Lynch, Kevin. (1960). The Image of The City. Cambridge: MIT Press.

 

Stevanny Putri

1306367095

Louise Despont: Meditasi melalui kerumitan komposisi Euclidean Geometry

Filed under: Uncategorized — nurinamaliap @ 19:02

Awal mula saya “bertemu” dengannya adalah saat tidak sengaja menemukan artikel tentang Despont dalam tumpukan majalah-majalah bekas di emperan toko buku. Kecintaan saya pada garis lurus dan geometri sederhana Euclidean menarik saya untuk mencari lebih jauh tentangnya. Jarang saya temui seniman yang melukis menggunakan komposisi rumit seperti Despont.

despont-deep-0081-540x303

Louise Despont adalah seniman kelahiran tahun 1983 yang tinggal dan bekerja di Brooklyn, New York, AS. Pada tahun 2006 Despont lulus dari Brown University untuk jurusan Art Semiotics.

Membaca lebih lanjut tentangnya, membuat saya mengetahui bahwa komposisi rumit yang awalnya saya anggap acak rupanya memiliki arti khusus bagi Despont. Ia menyebut karya-karyanya sebagai media untuk meditasi. Rangkaian bentuk rumitnya didapat dari bentuk-bentuk yang sering muncul di Negara Timur seperti India dan Nepal serta symbol-simbol keagaaman dari Hindu dan Budha.

Hal yang menarik dari Despont adalah ia menggambar dengan satu set penggaris, busur, jangka, dan mal, menggunakan beragam jenis pensil pada kertas buku tua (ledger paper). Benda-benda tersebut adalah benda-benda sederhana yang tidak asing ditemukan di sekitar kita, namun dengan itu Despont dapat menghasilkan lukisan yang magnificent.

Sebelum memulai, Despont menyusun kertas-kertas tuanya di lantai sebesar ukuran yang ingin ia capai. Susunan kertas-kertas itu pun tidak mengikat Despont untuk merubah tatanannya dan menambah lagi dengan lembar-lembar baru di antaranya sepanjang proses pengerjaan. Hal unik berikutnya adalah saat tidak punya ide dan tidak tahu harus atau akan menggambar apa, maka Despont akan randomly membuat garis atau bentuk pada kertas-kertas tuanya. Berawal dari simetri sederhana, biasanya dengan segitiga-segitiga kecil, kemudian berkembang menjadi sebuah karya yang complex di mana terdapat kisah spasial dengan bahasa abstrak.

Berikut adalah beberapa karya dari Louise Despont

dam-images-art-2014-artists-to-watch-louise-despont-louise-despont-05-mediated-polarity

Mediated Polarity and the Third Property (2014)

architecture

Roman Room (2014)

ldespont23web

Bathing Constellation, Dusk (2012)

Terlihat rumit ya? Bagaimana bisa sang seniman menganggap karya-karya rumit ini sebagai caranya untuk meditasi dan relaksasi? Yuk intip video berikut mengenai proses pembuatan salah satu karyanya yaitu Mediated Polarity and the Third Property (2014) selama 6 minggu!

 

Nurin Amalia P – 1306367126

Referensi:

Vepa, Shweta. “Sacred Spaces: An Interview With Louise Despont”. Web Blog post. Luxpresso. Luxpresso, 8 Februari 2013. 8 Mei 2016.

Crest, Russ. “Louise Despont’s Drawings as Abstract Meditations”. Web Blog post. Beautiful/Decay. 8 Mei 2016

ART21. Louise Despont Draws Deep | ART21 “New York Close Up”. Online video clip. Youtube. Youtube, 13 Juni 2014. 8 Mei 2016

“Louise Despont”. Web blog post. NewYorkCloseUp. ART21. 8 Mei 2016.

 

Geometri dalam Musik

Filed under: architecture and other arts,Uncategorized — kharismannisa @ 18:43
Tags: , ,

Tharra Ayuriany

1306403642

 

kjqbwk0k9tvw5hirjm23ptcgg7hnzeb

Dmitry Tymockzco, seorang komposer musik, mengemukakan bahwa ada geometri yang terdapat dalam musik. Dia mengatakan bahwa kunci tangga nada dapat direpresentasikan dalam sebuah ruang geometri yang dia beri nama orbifold tangga nada.

Orbifold

Tymockzco berteori bahwa frekuensi dalam nada musik yang harmonis memiliki unsur logaritma tertentu. Persamaan logaritma ini menghasilkan ruang linerar di mana satu oktaf berukuran 12, nada yang muncul berjarak satu tuts dari piano berukuran 1, dan nada C memiliki angka 60. Jarak di ruang ini merefleksikan jarak dari instrumen keyboard yang sesungguhnya, jarak ortografis dalam tangga nada musik, dan jarak musikal yang sudah dia eksperimenkan sebelumnya.

Orbifold sendiri merupakan jenis persamaan dari ruang Euclidian. Menurut teori matematika, orbifold merupakan bentuk yang lebih kompleks dari manifold yang merupakan cara untuk mendefinisikan tiap bentuk lingkaran di muka bumi ini yang memiliki keterhubungan dari ujung ke ujung.

220px-MorinSurfaceAsSphere'sInsideVersusOutside

Dengan orbifold ini, Tymockzco menemukan semacam deret tertentu yang beraturan yang mengatur harmonisasi tiap nada. Ketika dia menyusun nada-nada itu dalam tabel kolom, terlihatlah bahwa ada deret tertentu yang tercipta.

Table

Tymockzco juga mengimplimentasikan orbifold ini dalam sebuah aplikasi komputer yang membantu penggunanya memvisualisasikan orbifold dalam sebuah komposisi musik.

 

 

sumber:

Click to access science.pdf

http://dmitri.tymoczko.com/

 

 

 

May 7, 2016

Perception in “Powers of Ten”

the view, the ambient arrays of energy surrounding the observ
er—light, sound waves, patterns of pressure on tactile re
ceptors, and so on—are structured by the objects and surfaces in the environment in ways that specify those objects
and surfaces; thus, information arrives at sensory receptors
already richly imbued with structure. This structure is not
carried in a static image; it is only apparent in relations that
emerge over transformations in space and time (movement
of objects or the observer, edges, gradients, flow, etc.).
Structured arrays of energy contain the information through
which perception of the self and environment occurs

(E. J. Gibson, 1970)

Secara gamblang begitulah teori persepsi Gibson, bahwa apa yang dilihat manusia bergantung dari struktur lingkungan dimana manusia tersebut berdiri, dimana ada relasi antara ruang dan waktu. Menurut Gibson, ada beberapa poin yang mempengaruhi persepsi manusia dalam melihat sesuatu :

  1. Optical Array: Posisi stimulus (benda) di lingkungan terhadap kita. Behubungan dengan keadaan dan waktu sehingga mempengaruhi bagaimana cahaya masuk ke mata.contoh: posisi, ukuran, interposisi.  Berangkat dari ground theory, bahwa bukan posisi objeknya yang penting tapi bagaimanan objek ini ditempatkan pada surface. Gibson beranggapan bahwa posisi manusia terhadap ruang dan waktu penting untuk menentukan persepsinya sehingga ketika manusia bergerak variabel jarak dan visual field juga berubah.
  2.  Optic Flow: Keadaan dimana kita bergerak dan poin penglihatan kita menjadi statis, sedangkan field of vision kita yang lain menjadi dinamis.
  3. Invariants: hal yang berada di lingkungan yang tidak berubah. Contoh: tekstur dan gradien, pola alur, densitas tekstur, motion parallax (bagaimana satu objek bisa terlihat dan tidak terlihat tergantung posisi benda terhadap visual field),affordance.

 

Disini kita akan mencoba membedah suatu video karya Charles dan Ray Eames, mereka adalah salah satu pasangan arsitek yang paling berpengaruh di abad 20. (tidak hanya membuat bangunan tetapi furnitur, instalasi dan video juga. ps: haha baru tahu kaan!)  Video ini mengajak kita untuk mengeksplorasi skala relatif kita terhadap suatu titik (titik ini adalah pasangan yang sedang berpiknik di Chicago) dengan  bergerak sejauh pangkat sepuluh meter  setiap sepuluh detik. (10, 10^1, 10^2). Kita dapat melihat bagaimana persepsi visual kita akan berubah seiring kita bergerak.

 

tumblr_msnqpfsAKd1rot1ico1_400

eames-powers-of-ten-o

Kita coba telaah dari posisi 10 m – 100m. Awalnya tekstur rumput, posisi orang, dan alat – alat makan masih terlihat jelas, namun seiring bergeraknya kamera tekstur tersebut menjadi kabur sehingga kita tidak dapat menangkap informasi “ada manusia yang sedang piknik” dan hanya melihatnya menjadi sebuah objek. Objek manusia tersebut juga tidak bisa ter – define karena ada pengaruh jarak mata ke objek, bentuk manusia menjadi kabur. saat jarak menjauh, tekstur tidak terlihat sehingga kita tidak bisa memprediksi kedalaman benda tersebut. Dimana objek piring dan gelas? Dimana posisi kedua manusai itu?, tidak tertangkap informasinya dan menganggap kegiatan piknik itu sebagai satu objek.

Saat jarak 10 m kita masih dapat mengetahui ukuran karpet yang lebh besar dari manusia, namun saat kamera bergerak terjadi motion parralax sehinga objek lain (jalan) masuk ke dalam field of vision kita. Sehingga karpet tadi yang kita anggap besar menjadi kecil jika dibandingkan dengan jalan. Disini terjadi perubahan persepsi kita terhadap ukuran sebuah benda seiring kita bergerak.

Kita juga dapat merasakan optic flow dimana titik (orang piknik) seakan statis dan yang lain menjadi dinamis saat kita bergerak menjauh.

ggg

Kita coba melihat dari skala yang lebih besar,  dimana titik fokus kita sudah beralih menjadi bumi. Seiring bergeraknya kamera densitas tekstur bumi menjadi berkurang dan semakin kabur hingga akhirnya tekstur baru (tekstur galaksi) dapat terlihat. Akibat perbedaan tekstur ini informasi yang kita terima juga berbeda.  Motion Parrallax yang terjadi di penjelasan sebelumnya juga terjadi disini. Bandingkan frame 10^8 dengan frame 10 ^ 14. Disana kita dapat melihat: akibat bertambahnya objek pada field of vision kita, skala objek terhadap lingkungan menjadi relatif. Bumi pada jarak tertentu menjadi objek yang mendominasi, namun pada jarak lebih jauh bumi hampir menjadi sama ukurannya dengan objek – objek angkasa lainnya, bahkan tidak bisa dibandingkan lagi.

Setelah dari skala yang besar coba kita lihat dari skala yang lebih kecil

 

Pada skala mikron kita dapat melihat adanya interposisi. awalnya kita dapat melihat sel darah putih dalam visual field kita, namun seiring bergeraknya kamera, sel darah putih tersebut ternyata berada di dalam pembuluh darah, sehingga sel tersebut tidak dapat terlihat lagi dan informasi mengenai adanya sel tersebut hilang. Begitu pula informasi akan tekstur dan pola dari sel.

Informasi mengenai densitas dan pola tekstur DNA dapat terlihat jelas saat kamera mulai mendekatinya, informasi tersebut belum dapat diterima saat jarak kamera berada pada 100 angstrom , pola belum dapat ter – define dengan jelas. Akibat adanya tekstur ini, kita dapat memperkirakan kedalaman dari DNA ini, dimana yang posisinya lebih di depan dimana yang posisinya lebih di belakang.

Itulah beberapa paparan mengenai persepsi pada video Powers of Ten. Disana saya hanya memaparkan beberapa contohnya saja, namun teori – teori Gibson dapat ditemukan selama 9 menit pemutaran video tersebut. Kalian dapat mulai dengan menonton videonya dan menemukan sendiri penerapannya!

Nadia Amira

1306405206

 

Sumber Referensi:

http://www.eamesoffice.com/the-work/powers-of-ten /

The Ecological Approach to Visual Perception. James J.
Gibson. Houghton Mifflin, Boston, 1979. 332

Goldstein, Bruce. (1981).The Ecology of J.J Gibson’s Perception . Leonardo, [online] Volume 14, p. 191 – 195.

Adolph,Karen E. Kretch, Kari S.  (2015 ).Gibson’s Theory of Perceptual Learning. NYU Psychology, [online].

 

 

May 1, 2016

Geometri Tertanam dalam Otak tanpa ‘Ditanam’

Filed under: Uncategorized — syarifarofiany @ 14:36

Apakah pemahaman geometri dasar sudah dimiliki manusia sejak ia lahir? Pertanyaan ini sudah sering ditanyakan sejak berabad-abad yang lalu. Apakah manusia memiliki insting akan geometri tanpa mereka lalui pendidikan formal mengenai geometri? Plato, seorang filsuf Yunani, menjadikan seorang budaknya yang tidak mendapat pendidikan sebagai subjek tes-tes terkait geometri dan mendapatkan kesimpulan bahwa budaknya pasti telah selalu memiliki pengetahuan ini (pengetahuan geometri dibawanya sejak lahir). Pertanyaan diawal paragaraf ini juga memicu banyak sekali percobaan dan riset terkait pemahaman geometri.

Pemahaman dalam geometri dasar menurut saya mampu memicu seseorang untuk memahami ruang disekitarnya. Memiliki insting dan kemampuan dasar memahami titik, garis, bidang, volume, sudut, jarak, bentang, dan sebagainya tentu membantu sesorang memahami ruang dimana ia berada. Kemana ia dapat bergerak, apakan ia dapat kesana atau tidak, membedakan ruang satu dengan lainnya. Sedikit kemampuan ini mungkin membantu manusia untuk memahami arsitektur, kemampuan yang ia dapat dari insting geometri yang mungkin ia miliki sejak lahir. Lalu bayangkan, apakah jika arsitektur kita translasikan secara sederhana sebagai komposisi geometri maka iapun dapat secara mendasar dipahami oleh siapa saja?

Riset dilakukan oleh sebuah tim yang dipimpin oleh Stanilas Dehaene dari the Collège de France terhadap sebuah kelompok suku dalam Amazon yang terisolasi, dikenal sebagai Suku Munduruku (Gambar 1). 14 anak dan 30 orang dewasa Munduruku diminta menjalani serangkaian tes geometri. Dimulai dari memilih satu gambar yang terlihat ganjil dari total enam gambar. Hal ini diulangi 43 kali dengan set gambar yang berbeda (Gambar 2). Hasilnya memuaskan, bahkan mampu menyaingi siswa-siswi sekolah di Amerika dan Prancis. Hal ini menunjukkan adanya pemahaman terhadap konsep sudut siku-siku dan segitiga sama sisi pada Suku Munduruku tanpa mereka miliki dalam bahasa mereka istilah yang pasti untuk angka dan istilah-istilah geometri. membuktikan bahwa pemahaman akan geometri ‘mendarah daging’ dalam otak manusia tanpa adanya interupsi akan pelajaran formal mengenai geometri.

18lr7mk1yyyeijpgdiagram

Tes berbeda yang lebih praktikal juga dilakukan pada anak-anak dan orang dewasa Suku Munduruku. Mereka diminta untuk membaca sebuah peta untuk menemukan ‘harta karun’ rahasia. Mereka menunjukkan pemahaman terhadap garis dan bentuk dan menyelesaikan tes lagi-lagi sebaik murid-murid sekolah di Amerika. Disamping penelitian yang dilakukan oleh Stanilas Dehaene, penelitian lainnya terkait pemahaman geometri dilakukan oleh Pierre Pica, seorang kepala peneliti dari France’s National Center of Scientific Research terhadap Suku Munduruku. Dr. Pica pada awalnya melakukan tes-tes terkait geometri Euclidean. Namun, jauh setelah itu ia mulai mengenalkan dalam tesnya, sebuah bola (sphere). Yang menabjubkan, Suku Munduruku mampu mengenali bahwa pada sebuah bola, dua garis paralel dapat bertemu pada titik tertentu (geometri non-Euclidean) jauh lebih baik daripada murid-murid sekolah yang menerima pendidikan formal mengenai geometri. Penemuan ini memicu Dr. Pica mengungkapkan isi pikirannya bahwa apakah penekanan yang terlalu kuat pada geometri Euclidean di sekolah mungkin justru menjauhkan kita dari intuisi geometri natural kita?

Tes lain dilakukan pada 45 anak-anak di laboratorium di Cambridge untuk membuktikan apakah pemahaman geometri benar-benar telah tertanam sejak lahir. Salah satunya adalah mereka diminta untuk berdiri dalam sebuah area yang dibatasi oleh bidang-bidang membentuk segi-tiga. Satu waktu segi-tiga tersebut kehilangan sisinya, satu waktu kehilangan sudutnya. Anak-anak tersebut diberi peta yang sama untuk kedua kondisi segi-tiga untuk meletakkan boneka dititik-titik yang terletak dalam peta (Gambar 3). Anak-anak berhasil menganalisa arah dan jarak, serta sudut dan panjang sebuah sisi untuk mendapatkan informasi geometrik untuk dimana ia seharusnya meletakkan bonekanya.

13-12640-large

Kepekaan akan ruang rupanya memang dimiliki manusia sejak ia lahir. Bayi berumur 0-2 tahun telah mampu memahami konsep proximity, order, separation, dan enclosure dengan sederhana. Mereka bisa membedakan jauh dan dekat, benda apa yang dapat mereka raih, benda apa yang masuk kedalam genggaman, dan lain sebagainya. Sungguh menarik bukan? Intuisi yang rupanya kita miliki secara alami dalam memahami geometri dan ruang disekitar kita. Bagaimana intuisi alamiah tersebut mampu dipengaruhi oleh pendidikan formal yang kita dapat (tentunya berbeda bagi saya dan anda, dan bagi orang lain). Intuisi yang sebagian digunakan ketika kita berusaha memahami sebuah karya arsitektur.

Syarifa Rofiany Arief (1306403661)

 

Referensi :

Wilkins, Alasdair. Geometry is Hardwired into Our Brain. 24 Mei 2011. “http://io9.gizmodo.com/5805127/geometry-is-hardwired-into-our-brains”

Feibeger, Marianne. Innate Geometry. 27 Januari 2006. “https://plus.maths.org/content/innate-geometry”

Johnson, Caroline Y. Fine-tuning Understanding of Geometric Reasoning Skills. 19 Agustus 2013. “https://www.bostonglobe.com/2013/08/18/understanding-geometry-innate/W0ZRRse9FofQhHQ16goWKO/story.html”

Way, Jenni. The Development of Spatial and Geometric Thinking: 5 to 18. Februari 2011. “https://nrich.maths.org/2483