there’s something about geometry + architecture

June 9, 2016

“Anamorphic Illusion”- Beda Sudut Pandang, Beda Persepsi

“distorsi objek – yang kemudian ketika dilihat menggambarkan benda tersebut”

– anamorphic illusion

Memahami gambaran dari dunia eksternal merupakan salah satu hal yang kita lakukan sehari – hari. Dalam melihat suatu objek, sudut pandang merupakan salah satu hal penting dalam melihat sesuatu. Persepsi dari benda yang kita lihat pun akan berbeda, tergantung daripada sudut pandang yang kita lihat.

optic_illusions_2a

Anamorphic illusion merupakan salah satu ilusi visual yang ketika dipersepsikan dengan sudut pandang tertentu, baru akan terlihat pesan yang terkandung di dalamnya. Artis kontemporer menggunakan prinsip ilusi ini dalam membuat gambar 2D yang kemudian ketika dilihat akan membentuk efek tiga dimensi.

 

Mari kita lihat gambar di bawah ini!

anamorphic-illusions-by-felice-varini-28

Apabila kita lihat sekilas kita mungkin hanya melihat ruang ini dicat oren di beberapa bagian. Secara tidak langsung mungkin kita malah bingung apa maksud dari pengecatan di bagian tertentu ini.

anamorphic-illusions-by-felice-varini-27

Kemudian kita coba lihat gambar berikutnya. Ketika sudut pandang tertentu ini digunakan saat melihat ruang yang sama ini, kemudian ada pesan yang tersimpan di dalamnya. Hal ini membuktikan bahwa persepsi visual dapat diciptakan dengan menerapkan anamorphic illusion.

Berikut contoh – contoh lain dari aplikasi anamorphic illusion pada interior:

 

 

 

 

 

Namun sebenarnya anamorphic illusion ini tidak susah untuk dibuat.Kita juga dapat mencoba membuat ilusi ini dengan tutorial sederhana, dari video dibawah ini, kita dapat mencoba step by step dari menggambar distorsi yang kemudian ketika dipantulkan akan membentuk gambaran benda tersebut. Kuy dicoba 🙂

 

sumber:

20 Artistic Wall-Warping Architectural Optical Illusions

http://www.generativeart.com/salgado/anamorphic.htm

http://freshome.com/2012/02/13/redefining-spaces-with-astounding-anamorphic-illusions/

https://www.quora.com/How-are-forced-perspective-optical-illusions-created

March 28, 2016

Geometri dari Alam Semesta

Sudah banyak bahasan mengenai geometri dari benda atau objek kecil yang ada di sekitar kita. Namun, kita harus bertanya-tanya bagaimanakah geometri dari Alam Semesta yang kita tinggali ini? Apakah Semesta mempunyai batas dalam ukuran? Jika iya, apakah bagian luar dari alam semesta? Jawaban untuk pertanyaan ini melibatkan pembahasan geometri dari alam semesta.

Dalam membahas hal ini, penting bagi kita untung mengingat bahwa ada perbedaan antara kelengkungan ruang (negative, positif, atau flat) dan topologi alam semesta (apa bentuknya). Ketika melihat keduanya sebagai dua hal yang berbeda kita bisa melihat kemungkinan bentuk lengkung yang berbeda, contohnya bentuk torus (donat). Topologi yang mungkin dari alam semesta dapat berupa spherical, cyclindrical dan juga cubical, inilah ketiga tipe yang paling dasar.

Pada dasarnya ada tiga bentuk yang mungkin untuk alam semesta berdasarkan tiga kemungkinan garis sejajar (Riemannian Geometry):

  • flat Universe (Euclidean atau kelengkungan nol)
  • spherical atau closed Universe (kelengkungan positif)
  • hiperbolic atau open Universe (kelengkungan negatif)

Mengukur kelengkungan alam semesta bisa dilakukan karena kemampuan untuk melihat jarak yang jauh dengan teknologi baru. Teknologi saat ini memungkinkan kita untuk melihat lebih dari 80% dari ukuran alam semesta, cukup untuk mengukur kelengkungan.

Seperti ruang yang memiliki cermin-cermin, alam semesta yang terlihat tak berujung, pada kenyataannya, menjadi terbatas. Sebuah kotak cermin dapat memberi illusi bahwa semesta  terbatas tapi terlihat tidak berujung. Kotak berisi tiga bola, namun cermin tersebut menghasilkan jumlah tak terbatas. Tentu saja, di alam semesta yang sebenarnya tidak ada batas dari mana cahaya dapat memantul.

Topologi menunjukkan bahwa sepotong datar ruang-waktu dapat dilipat menjadi torus ketika ujung-ujungnya menyentuh. Dengan cara yang sama, kertas yang datar bisa diputar untuk membentuk Moebius Strip.

Contoh 3D dari strip Moebius adalah Klein Bottle, di mana ruang-waktu terdistorsi sehingga tidak ada di dalam ataupun di luar, hanya satu permukaan.

Alam semesta Euclidean atau hiperbolik yang simply connected memang akan menjadi tak terbatas, tapi alam semesta mungkin multiply connected seperti torus. Dalam hal ini seorang pengamat akan melihat beberapa gambar dari setiap galaksi dan bisa dengan mudah salah menafsirkan mereka galaksi sebagai berbeda di ruang tak berujung, sebanyak pengunjung ke ruang cermin memiliki ilusi melihat kerumunan besar.

Ruang hyperbolik dapat dibentuk dari persegi  (donutspace / Euclidean 2-torus) atau octagon (two-holed pretzel) yang sisi berlawanannya terhubung, sehingga apapun yang melintasi salah satu ujungnya akan kembali dari tepi berlawanan.

Penting untuk diingat bahwa gambar di atas adalah bayangan 2D pada ruang 4D, karena tidak mungkin untuk menjabarkan geometri dari alam semesta di selembar kertas.

Referensi:
http://phys.org/news/2014-09-geometry-universe.html
http://starchild.gsfc.nasa.gov/docs/StarChild/questions/question35.html
http://csep10.phys.utk.edu/astr162/lect/cosmology/geometry.html
http://abyss.uoregon.edu/~js/cosmo/lectures/lec15.html

Rifqi Pratama Putra
Arsitektur
1306367132

Geometric Abstraction

Filed under: classical aesthetics,contemporary theories,Uncategorized — hanggoropurwohananto @ 01:08
Tags: , , ,

Ketika kita berfikir mengenai seni yang abstrak, seringkali kita berfikir jika seni yang abstrak itu tidak merepresentasikan sebuah objek nyata karena tidak terdapat unsur geometri yang dapat merepresentasikan ukuran absah atau proporsi yang sebenarnya terhadap suatu titik, bidang, bahkan volum.

Namun terdapat suatu sub-bagian dari seni abstrak, yaitu Geometric Abstraction. Pada abstraksi geometris ini terdapat penerapan garis dan bidang berbasis forma geometris dalam menentukan suatu komposisi. Dimana di balik setiap karya seni tersebut, terdapat perhitungan dengan tujuan tertentu. Seni ini muncul ketika seorang seniman ingin merepresentasikan apa yang dilihat secara akurat namun dengan melalui pendekatan yang abstrak.

gray-tree

Pada karya Mondrian yang satu ini dengan judul Gray Tree yang dibuat pada tahun 1912, terdapat bentukan-bentukan geometris yang representatif. Dimana pohon asli dibalik insipirasi lukisan ini, di abstraksikan dengan bentukan garis dan bidang dalam menentukan komposisi  yang menunjukan representatif dari proporsi objek asli.

 

Referensi:
http://www.elizabethreoch.com/geometric-abstraction-piet-mondrian/
https://www.dartmouth.edu/~matc/math5.geometry/unit16/unit16.html

 

HANGGORO PURWOHANANTO

1306449454

Golden Ratio : Fakta dan Mitos

Apa itu Golden Ratio?

Dalam arsitektur, dibawah estetika klasik dipelajari cara membuat proporsi yang ‘bagus, sempurna, indah’. Yaitu metoda Golden Ratio. Digunakan untuk mencapai keseimbangan dan keindahan di seni lukis maupun seni rupa Renaissance. Salah satu penggunaannya digunakan oleh Da Vinci.

Golden rasio adalah suatu angka irrasional (ber desimal tak terhingga) yang biasanya berjumlah 1,6180… didapati dengan membagi sebuah garis dengan perbandingan yang menghasilkan 1,6180… dengan rumus : bagian panjang dibagi bagian pendek = seluruh bagian dibagi bagian panjang

golden-ratio

(symbol diatas dibaca “phi”)

Angka sebenarnya adalah

1,61803398874989484820…

golden-ratio

Hubungan yang sering dijumpai dengan Golden Ratio adalah Urutan Fibonacci

0, 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, …

uniknya rasio antara urutan  (n+1)/n hampir mendekati Golden Ratio.

n
n+1
(n+1)/n
2
3
1,5
3
5
1,666666666…
5
8
1,6
8
13
1,625
144
233
1,618055556…
233
377
1,618025751…

sehingga disimpulkan Golden Ratio adalah

phi-1p1onphi

phi-continued-fraction

Namun apa yang membuat rasio ini sangat spesial? Riset membuktikan ketika responden melihat wajah manusia, hal yang menarik bagi mereka adalah bagian yang mendekati Golden Ratio. Wajah yang tergolong menarik memperlihatkan proporsi Golden Ratio terhadap lebar mata, hidung dan alis mata. Responden merupakan yang tidak mengenal ‘phi’, hanya subjek tes awam. Golden Ratio didapati dari insting subjek.

Golden Ratio dan Estetika

Jika anda menggambarkan sebuah persegi di sekeliling muka Mona Lisa karya Leonardo Da Vinci, maka rasio tinggi terhadap lebar dari persegi = Golden Ratio. Apakah anda mau mencoba membuktikannya?

grmonaliza

Seniman lain, Salvador Dali, yang tidak berhubungan langsung dengan Golden Ratio. Dalam karyanya juga dicurigai mengandung Golden Ratio dalam dimensi gambarnya. Dali juga menggunakan sebuah dodecahedron (12 sisi platonic solid) meliputi meja makan dalam Sacrament of the Last Supper dipercaya berhubungan dengan Golden Ratio.

fig2.jpg

Le Corbusier juga dinyatakan menggunakan Golden Ratio dalam mendesain sistem proporsi yang disebut ‘Modulor’. Modulor ini ditetapkan sebagai standar proporsi terbaik untuk segalanya, dari gagang pintu ke bangunan tinggi.

44-main-Modulor

Masih menjadi perdebatan dalam hal persepsi manusia dalam ‘beauty’ dan matematika.

Misteri Golden Ratio

Golden Ratio memberikan misteri tersendiri dengan proporsi geometris dan menyenangkan di mata. Sekarang, insinyur dari Duke University menemukan bahwa Golden Ratio adalah sebuah batu loncatan untuk menyatukan visi, pemikiran dan gerakan dibawah hukum perancangan alam. Dikenal sebagai proporsi ilahi, Golden Ratio menggambarkan sebuah persegi dengan panjang satu setengah kali dari lebarnya.

Menurut Adrian Bejan, profesor teknik mesin Duke’s Pratt School of Engineering, alasan Golden Ratio berada di mana mana; mata melihat gambar secara cepat ketika bentuknya persegi Golden Ratio.

“When you look at what so many people have been drawing and building, you see these proportions everywhere, It is well known that the eyes take in information more efficiently when they scan side-to-side, as opposed to up and down. The phenomenon of the golden ratio contributes to this understanding the idea that pattern and diversity coexist as integral and necessary features of the evolutionary design of nature.” – Bejan

Mitos Golden Ratio

3044877-slide-s-1-the-golden-ratio-designs-biggest-urban-legend-copy.jpg

Parthenon design  setelah adanya Golden Ratio? Tidak!

3044877-slide-s-2-the-golden-ratio-designs-biggest-urban-legend-copy

Logo Apple? Nay!

3044877-slide-s-3-the-golden-ratio-designs-biggest-urban-legend-copy

Gunting berlandaskan Golden Ratio. Apakah mereka lebih indah dari gunting biasa?

3044877-slide-i-4a-the-golden-ratio-designs-biggest-urban-legend

The Sacrament of the Last Supper, 1995, Salvador Dali.
Dilukiskan diatas kanvas dengan proporsi Golden Rectangle, tapi tidak ditemukan hubungan kenapa lukisannya indah.

Dalam dunia seni, arsitektur, dan perancangan; Golden Ratio sangat terkenal. Le Corbusier dan Salvador Dali menerapkannya. Contohnya Parthenon, Pyramid Giza, lukisan Michelangelo, Mona Lisa, logo Apple diisukan memakainya. Bullshit. Golden Ratio adalah mitos, tidak ada ilmu pengetahuan yang menunjukkan itu. Semuanya hanya kebohongan 150 tahun yang lalu.

Kenyataan Golden Ratio

Nilai dari ‘phi’ = 1,6180… merupakan angka Golden Ratio. Saat anda memiliki objek kemudian membagi 2 dengan prinsip Golden rectangle, kemudian anda melakukan kalkulasi dan anda dapatkan angka 1,6180 namun kenyataannya anda mendapatkan angka yang tak terbatas 1,6180339887… dan demisal tersebut berlangsung terus menerus sehingga “Tak mungkin benda dunia asli berada di Golden Ratio, sebab angkanya irrasional” dikatakan Keith Devlin, profesor matematik di Stanford University. And dapat mendekati angka Golden Ratio namun tak mungkin untuk tepat di angka tersebut sehingga objek apapun tidak akan tepat berada di angka ‘phi’. Sehingga ada sesuatu yang terasa kurang.

Golden Ration sebagai Mozart Effect

Devlin menyatakan bahwa ide Golden Ratio berhubungan ke estetika datang dari 2 jenis orang. Yang salah mengutip dan yang membuat kebohongan. Pertama adalah Luca Pacioli, biarawan yang menulis buku De Divina Proportione kemudian dinamai Golden Ratio. Di dalam bukunya Pacioli tidak berargumen bahwa teori Golden ratio harus diaplikasikan ke seni, arsitektur dan rancangan, melainkan ia mendukung proporsi Vitruvian. Orang lainnya ialah Adolf Zeising. Zeising adalah psikolog German yang berargumen bahwa Golden Ratio adalah hukum universal yang menggambarkan “beauty and completeness in the realms of both nature and art… which permeates, as a paramount spiritual ideal, all structures, forms and proportions, whether cosmic or individual, organic or inorganic, acoustic or optical.”

Zeising berargumen Golden Ratio dapat diaplikasikan ke tubuh manusia dengan membagi tinggi manusia dengan jarak pusar ke jari kaki. Devlin menyatakan bahwa sangat mudah mencapai angka perbandingan 1,6 ketika megukur sesuatu sekompleks tubuh manusia.Melalui ini teori Zeising menjadi sangat terkenal. Dilanjutkan sistem Modulor, Le Corbusier, karya The Sacrament of the Last Supper, Dali Sehingga Golden Ratio dan estetika menjadi desas desus hingga saat ini.

Anda Tidak Benar Benar Suka dengan Golden Ratio

Devlin melakukan percobaan kepada ratusan mahasiswa untuk memilih persegi yang menjadi favorit mereka. Hasilnya mahasiswa memilih secara acak. Dan jika percobaan dilakukan berulang, hasil yang keluar sama. Jika benar Golden Ratio adalah kunci estetika, maka para mahasiswa sudah seharusnya memilih persegi yang mendekati Golden Rectangle. Eksperimen ini menunjukkan Golden Rasio tidak lebih estetis untuk orang. Riset dari Haas School of Business di Berkeley juga menunjukkan konsumen memilih persegi dengan rasio 1,414 dan 1,732. Rasio antara tersebut mengandung Golden Ratio namun tidak selalu di titik tersebut.

Banyak Desainer yang Merasa Golden Ratio Tidak Berguna

Richard Meier, arrsitek legendaris dibalik Getty Center dan Barcelona Museum of Contemporary Art, mengaku pertama kali saat memulai karir, dia menggunakan Golden Ratio di sebuah segitiga. tetapi beliau tidak pernah sekalipun merancang arrsitekturnya dengan Golden Ratio. “There are so many other numbers and formulas that are more important when designing a building,” katanya, mengacu ke formula perhitungan ukuran maksimum ruang, atau yang menentukan beban struktural.

Alisa Andrasek, desainer Biothing. “In my own work, I can’t ever recall using the golden ratio,” tulis Andrasek di email. “I can imagine embedding the golden ratio into different systems as additional ‘spice,’ but I can hardly imagine it driving the whole design as it did historically… it is way too simplistic.”

Giorgia Lupi, desainer Italia, mengungkapkan Golden Ratio penting untuk desainer sebagai aturan komposisi seperti rule of thirds“I don’t really know, in practice, how many designers deliberately employ the golden ratio,” she writes. “I personally have never worked with it our used it in my projects.”

Para desainer, desainer industrial Yves Béhar of Fuseproject. “I sometimes look at the golden ratio as I observe proportions of the products and graphics we create, but it’s more informational than dogmatic,”. Tak sekalipun ia merancang sesuatu dengan pemikiran Goden Ratio. “It’s important as a tool, but not a rule.”

Kenapa Mitos Golden Ratio berlangsung sampai hari ini?

“We’re creatures who are genetically programmed to see patterns and to seek meaning,”– Devlin. Sudah terpogram di DNA kita untuk nyaman terhadap subjektivitas seperti estetika, jadi kita mendefinisikan / melimitkan suatu penilaian dengan angka. Tetapi kebayakan orang tidak engerti matematika, atau mudahnya sebuah rumus Golden Ratio diaplikasikan ke sistem kompleks, sehingga sulit untuk error-check diri kita.  “People think they see the golden ratio around them, in the natural world and the objects they love, but they can’t actually substantiate it, They are victims to their natural desire to find meaning in the pattern of the universe, without the math skills to tell them that the patterns they think they see are illusory.”  Jika anda melihat Golden Ratio di desain favorit anda. Anda kemungkinan berhalusinasi.

vitruvian.jpg

Jadi Golden Ratio itu hanya mitos belaka? Apakah anda mempercayai bahwa itu hanya mitos belaka? Bagaimana dengan gambar Vitruvian Man? Percaya atau Tidak itu terserah Anda!

Benny Chandra
1306412741

Referensi (diakses 27/03/16 22.00 WIB) :

Golden Ratio. https://www.mathsisfun.com/numbers/golden-ratio.html

What is Golden Ratio? http://www.livescience.com/37704-phi-golden-ratio.html

The golden ratio and aesthetics. https://plus.maths.org/content/golden-ratio-and-aesthetics

Mystery of the Golden Ratio Explained. http://pratt.duke.edu/news/mystery-golden-ratio-explained

The Golden Ratio: Design’s Biggest Myth. http://www.fastcodesign.com/3044877/the-golden-ratio-designs-biggest-myth

March 27, 2016

GOLDEN RATIO : WHY IS IT A BEAUTY ?

GOLDEN RATIO : WHY IS IT A BEAUTY ?

Cindy Thearas

1306402311

Kecenderungan persepsi terhadap sesuatu objek yang memiliki Golden Ratio , atau yang dimana di objek itu ditemukan memiliki golden ratio , maka objek itu dikatakan indah. Secara persepsi manusia memang banyak yang mengatakan bahwa objek tersebut memang lebih enak dipandang manusia (kesubjektifan), karena memiliki unsur Golden Ratio. Tapi apa yang menjadi dasarnya? Mengapa komposisi phi atau Golden Ratio membuat suatu objek dianggap menjadi indah ?

“The Pythagorean school saw a strong connection between mathematics and beauty. In particular, they noted that objects proportioned according to the golden ratio seemed more attractive [1].”

Saya akan membahasnya melalui pendekatan ilmu matematika ,  yang menjadi dasar dari angka pada Golden Ratio ini ditemukan.

Sebelum memulai pembahasan yang lebih dalam, ada baiknya kita semua menyamakan pandangan kita terhadap makna Beauty terlebih dahulu.

“Beauty is a characteristic of an object, or idea that provides a perceptual experience of pleasure, meaning, or satisfication [Beauty, 2008]. The experience of “beauty” often involves an interpretation of some entity as being in balance and harmony with nature, which may lead to feelings of attraction and emotional well-being [2].”

Secara Teori Matematika

Golden ratio, merupakan sebuah angka yang sangat spesial dalam matematika. Golden ratio biasanya disimbolkan dengan huruf Yunani φ (dibaca : phi). Angka ini sering muncul dalam konsep geometri, seni, arsitektur, hingga struktur makhluk hidup.

11

Golden Ratio adalah perbandingan antara Panjang garis A berbanding garis B sama dengan panjang dari jumlah keduanya berbanding panjang A, dengan syarat A lebih panjang daripada B. (lihat ilustrasi dibawah ini)

2

Tahukah anda bahwa Golden Ratio ini ditemukan berawal dari Deret Fibonacci ?

Deret Fibonacci memiliki angka 1,1,2,3,5,8,13,21,34,55, dst.

Kalkulasi asal dari Deret Fibonacci memiliki kemudahan dalam pemahaman akan keteraturan penghitungannya.

1 + 1 =2 ; 1+2 = 3 ; 2+3 =5 , dst.

Pattern ini membuat deret fibonacci menjadi sebuah deret angka yang spesial dalam ilmu matematika. Keajaiban dari deret ini tidak berhenti pada itu aja, pattern ini juga terlihat dari kalkulasi jika angka dalam deret fibonacci ini dipangkatkan 2, yang kemudian juga menghasilkan angka yang kembali lagi kepada deret fibonacci ini. (lihat gambar)

3

1

Rumus persegi adalah panjang sisi dipangkatkan 2 . Hal ini menunjukkan bahwa Deret Fibonacci juga dapat diterapkan pada perhitungan luas area persegi , yang dimana kita terus menemukan angka pada deret fibonacci berikutnya (dalam gambar diatas , ditemukan angka berikutnya yaitu 13).

5

Dan apabila kita mencoba membagi angka yang lebih besar pada deret fibonacci , dengan 1 angka sebelumnya (lebih kecil) , maka akan menghasilkan rasio yang semakin mendekati 1,618033… atau yang kemudian disebut sebagai Golden Ratio yang dilambangkan dengan φ (phi)

6

Riset hingga saat ini tidak bisa memberikan secara pasti jawaban atas pertanyaan secara  Psikologis manusia, disebabkan kesubjektifan yang dimiliki, namun menurut hasil analisis, maka yang saya simpulkan adalah bahwa satu kunci yang membawa Golden Ratio disebut beauty adalah karena KETERATURAN yang dimiliki. Diawal kita sepakat bahwa keseimbangan dan harmonisasi lah yang membuat sebuah hal disebut indah, dan Golden Ratio , pada dasarnya memiliki perbandingan yang seimbang dan konsisten, bahkan keteraturan itu berawal dari Deret Fibonacci yang menjadi landasan dalam Golden Ratio ini ditemukan.

Dalam penerapannya, baik dalam proporsi dalam lukisan, bangunan, furniture, bahkan musik dan lainnya, tentu membuat hal yang mengandung proporsi berdasarkan Golden Ratio terlihat indah.

Sebagai contoh :

Syair Pantun yang memiliki ritme a-b-a-b-a-b-a-b secara teratur, tentu lebih dinikmati jika dibandingkan dengan syair yang memiliki ritme berantakan (misalnya a-b-c-a-d-b-a).

Apakah syair pantun dengan ritme a-b-a-b-a-b tersebut memiliki unsur Golden Ratio didalamnya? Mungkin bisa jadi iya, bisa juga tidak. Namun, karena keteraturan dalam ritme yang dimiliki membuat itu menjadi indah.

Oleh karena itu, tentulah mengapa banyak persepsi manusia yang melihat atau merasakan hal yang mengandung proporsi berdasarkan Golden Ratio terlihat indah. Karena pada dasarnya, semua yang memiliki keseimbangan dan harmonisasi adalah sesuatu hal yang indah, bukan ? Bagaimana menurut Anda?

Fechner could not explain the preference psychologically. His contemporary psychologist Oswald Külpe, however, suggested a psychophysical account: “We have in the pleasingness of the golden section simply the pleasingness of apparently equal differences. It represents, so to speak, a symmetry of a higher order[3].

Untuk mencoba memahami lebih lanjut terhadap teori matematika pada Deret Fibonacci dan Golden Ratio ini, anda bisa mencoba menonton video dibawah ini :

 

Referensi :

[1]. Seife, Charles (2000). Zero: The Biography of a Dangerous Idea. Penguin. ISBN 0-14-029647-6. p. 32

[2]. Tzanavari, Aimilia. Affective, Interactive and Cognitive Methods for E-Learning Design: Creating an Optimal Education Experience: Creating an Optimal Education Experience. IGI Global. (2010)

[3].  Green, Christopher D. All That Glitters: A Review of Psychological Research on the Aesthetics of the Golden Section. (1995)

March 26, 2016

Impossible Geometry in Monument Valley

What kind of geometry is monument valley? Euclidean or Non-Euclidean?

Apakah yang dimaksud dengan euclidean geometry? Berikut ini adalah postulat euclid:

1. A straight line segment can be drawn joining any two points.

2. Anystraight line segment can be extended indefinitely in a straight line.

3. Given any straight line segment, a circle can be drawn having the segment as radius and one endpoint as center.

4. All right angles are congruent.

5. If two lines are drawn which intersect a third in such a way that the sum of the inner angles on one side is less than two right angles, then the two lines inevitably must intersect each other on that side if extended far enough.

 

 

 

 

 

 

 

Watch Monument Valley Trailer

monument valley

Images from google.com

Monument Valley is a surreal exploration through fantastical architecture and impossible geometry. The player guides the silent princess Ida through mysterious monuments, to uncover hidden paths, unfold optical illusions and outsmart the enigmatic Crow People.    -(UsTwo)

Monument Valley, didesain oleh seorang seniman surreal artist M. C. Escher, merupakan game kembangan perusahaan Apple yang dirilis pada tahun 2014. Game yang dikembangkan dengan basis arsitektur ini, memberikan pengetahuan geometri yang sangat menarik. Ilustrasi yang dibuat dengan teknik aksonometrik memungkinkan adanya penrose triangle, segitiga aksonometrik yang kontinu seluruh permukaannya, yang pada dunia nyata hal ini menjadi tidak mungkin. Ilusi mata pada dunia nyata terjadi secara nyata dan dijalankan pada game ini. Gravitasi dan parallel postulate tidak bekerja. Atas bisa menjadi bawah, atau kanan, atau kiri. Daratan bisa tenggelam, bisa mengapung, atau mendarat di permukaan.

Ketika bermain game ini, skenario yang akan terjadi sangat sulit untuk ditebak. Path dari awal bermain hingga menemukan tujuannya baru diketahui ketika game dijalankan.

Gif Image from Monument Valley Blog

Gif Image from reddit.com

 

Monument Valley in Real Life:

La Muralla Roja housing in Spain by Ricardo Bofill. Photo courtesy of Ricardo Bofill, via ArchDaily.

Chand Baori stepwells in India. Photo by Sitomon/Flickr via Atlas Obscura.

Drawing for Frank House (House VI) in Cornwall, Connecticut by Peter Eisenman (1973). Courtesy of Peter Eisenman Architects via Architectural League.

Bentuk geometri pada monument valley diambil dari dunia nyata, namun aplikasinya berbeda. Tidak ada gravitasi, tidak ada orientasi yang salah. Dogma euclidian terkadang membuat orang yang bermain akan kebingungan bahkan frustasi karena yang ia lihat terlihat tidak mungkin.

‘Apa yang dilihat mata, benar seperti kelihatannya’

Bentuk-bentuk yang dipakai terdiri dari modul cube dan setengah lingkaran. Disusun mengikuti axis x, y, dan z, secara tegak lurus. Secara sadar mengikuti postulat Euclid. Namun, setelah digerakkan, bentuk-bentuk tersebut bertransformasi. Titik-titik yang terhubung terlepas dan terhubung dengan titik yang lainnya. Menghasilkan dua skenario path berbeda dalam satu gerakan. Garis-garis yang parallel dapat bertemu. Elevasi yang berbeda dapat dicapai hanya dengan translasi horizontal.

Berikut ini adalah beberapa skenario ilusi geometri yang terjadi pada beberapa level di monument valley:

 

Secara tidak sadar, game ini dapat membuat orang yang bermain dapat lepas dari dogma euclidian dan berpikir akan kemungkinan-kemungkinan geometri yang baru. Perpindahan atau tranlasi yang terjadi tetap pada koordinat cartesius, namun hasil operasinya ternyata berbeda. Hal ini mungkin saja terjadi karena pemilihan sudut tertentu yang membuat axis x dan y terhubung dengan axis z.

 Referensi:

http://blog.monumentvalleygame.com/

http://www.curbed.com/2015/6/29/9945084/spotting-realworld-architecture-in-monument-valley

http://mathworld.wolfram.com/EuclidsPostulates.html

https://ustwo.com/what-we-do/monument-valley

Screen Capture dari Game Monument Valley

 

Annisa Kharisma, 1306403655

Arsitektur

March 28, 2015

Komposisi dalam karya Le corbusier

Filed under: contemporary theories — rezqivebra @ 13:39
Tags: , ,

Dalam Karya nya, apakah Le Corbusier dengan sengaja menggunkan komposisi?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, saya mencoba menggali karya yang di hasilkan oleh seorang arsitek pada era modern, yaitu Le Corbusier. Ketika membahas komposisi maka tidak akan jauh dari pembahasan arsitektur klasik dan pada masa arsitektur modern muncul, mereka mengatakan bahwa arsitektur haruslah terputus dari akar sejarahnya. Sehingga secara tidak langsung pernyataan tersebut mengatakan bahwa komposisi yang digunakan pada masa arsitektur modern sangat berbeda dengan masa sebelumnya.

Roger Herz-Fischler mangatakan dalam sebuah jurnal berjudul Le Corbusier’s “Regulating Lines” for the Villa at Garches (1927) and Other Early Works (1984), “in previous study it was demonstrated that the theoretical basis for Le Corbusier “Purist” paintings of the early twenties wasa pair of opposite facing triangles contained inside the edges of the canvas The intersection of these two triangles determined the place of the right angle. Later on Le Corbusier started using the so called “golden number”.”

Penjelasan dari Roger Herz-Fischler tersebut menunjukkan bahwa Le Corbusier sendiri menggunakan komposisi Golden Number di dalam karya-karyanya. Seperti yang dapat dilihat pada gambar 1, bahwa le Corbusier menggunakan metode penyusunan garis yang membentuk segitiga pada lukisannya yang di buat pada tahun 1920. Di dalam jurnal tersebut juga dijelaskan bahwa Golden number pertama kali di perkenalkan dalam Ghyka dalam bukunya pada tahun 1927 yang berjudul Esthetiqued es proportions. Roger Herz-Fischler ingin menunjukkan bahwa ternyata le Corbusier sudah menggunkan metode Golden Number jauh sebelum istilah tersebut diperkenalkan oleh Ghyka. Karya lain yang sangat terlihat peranan komposisi dalam karya Le Corbusier adalah Villa at Garches (1927).

Untitled

Gambar 1

Le Corbusier, Composition with Guitar and Lantern, 1920. (Courtesy of Fondation Le Corbusier.)

In addition to geometrical relationships indicated by Le Corbusier’s own regulating lines, white lines and numbers that have been added by the author show the 1:2:3:4-based whole number ratio system that underlies the Pythagorean-Purist visualfield.

Villa Garches merupakan karya Le Corbusier yang masih memiliki sketsa asli dari Le Corbusier (Gambar 2). Dapat dlihat bahwa dalam proses perancangan Villa tersebut Le Corbusier sangat memperhitungkan komposisi pada fasad villa. Dengan kata lain komposisi menjadi hal yang sangat penting dalam suatu desain, sehingga melalui komposisi tersebut muncul keindahan dan keterikatan antar element yang terdapat di dalam desain tersebut. Gambar 1 menunjukkan bagaimana sketsa awal yang ada dengan komposisi garis yang membentuk segitiga seperti yang dibuat pada karya lukisan yang terdapat pada gambar 1. Villa Garches menggunakan metode komposisi A B A B A versus 2: 1 :2: 1 :2 yang di perkenalkan oleh Colin Rowe dalam Matematics of Ideal Villa.

Untitled1 Untitled2Gambar 2

Sketsa awal Villa Garches yang dibuat oleh Le Corbusier yang masih ada hingga sekarang (Le Corbusier, Precisionssu ru ni tat present de l’architectureet d e l’urbanisme, Paris,1 930,72).

Gambar tersebut membuuktikan bahwa dalam merancang suatu bentuk bangunan Le Corbusier tetap memperhitungkan komposisi yang ada pada bangunan tersebut dari segi fasad maupun denah. Hal tersebut mungkin juga dikarenakan basic Le Corbusier yang juga seorang pelukis. ketika merancang bangunan di atas kertas Le Corbusier memperlukakan gambar tersebut seperti lukisan sehingga bangunan dapat di desain dengan memperhatikan komposisi dan  memenuhi unsur estetika secara visual.

Reference :

Herz-Fischler, Roger. (1984) Le Corbusier’s “Regulating Lines” for the Villa at Garches (1927) and Other Early Works. Journal of the Society of Architectural Historians,Vol. 43, No. 1 (Mar., 1984), pp. 53-59. University of California PressSociety of Architectural Historians. [e-book] available from : http://www.jstor.org/stable/989975 [Accessed: 21-03-2015]

Hildner, Jeffrey. (1999) Remembering the Mathematics of the Ideal Villa. Journal of Architectural Education (1984-),Vol. 52, No. 3 (Feb., 1999), pp. 143-162. Taylor & Francis, Ltd. Association of Collegiate Schools of Architecture, Inc. [e-book] available from : http://www.jstor.org/stable/1425460 [Accessed: 21-03-2015]

Rowe, Colin. (1947) Mathematics of the Ideal Villa. Mathematics of the Ideal Villa and Other Essays (1976). MIT press.

May 11, 2014

Komunikasi Visual dan Prinsip Gestalt

Filed under: contemporary theories,perception — maulanayogi @ 14:45
Tags: , ,

Gestalt merupakan istilah dalam psikologi yang sangat berpengaruh di dalam dunia seni. Secara etimologi, kata gestalt berasal dari kata dalam bahasa Jerman Gestalt, yang berarti bentuk, wujud, figur, susunan, dan penampilan. Hasil abstraksi dari kata ungestalt yang berarti deformasi, bentuk yang tidak sempurna atau ketidaksesuaian. (etymonline.com) Prinsip gestalt diperkenalkan di dalam dunia psikologi sekitar tahun 1920 oleh Max Wertheimer. Prinsip ini berkaitan dengan analisis mengenai persepsi manusia terhadap suatu konfigurasi/penyusunan serta kaitan antara satu bagian dalam satu kesatuan bentuk. Gestalt memberikan efek terhadap proses berpikir manusia dalam menciptakan pemikiran yang bersifat general/umum terhadap sesuatu. Efek ini sangat mudah mempengaruhi persepsi visual manusia. Otak manusia cenderung melihat suatu pola atau baris secara universal (keseluruhan) dan cenderung pula menyelesaikan sesuatu secara lengkap. Kecenderungan penyusunan secara universal ini didasari atas lima konsep yaitu proximity (kedekatan), similarity (kemiripan), closure (ketertutupan), continuity (keterkaitan), symmetry (simetris). Menurut teori tersebut, jika satu objek yang secara visual terdiri dari dua atau lebih unsur yang berbeda, akan muncul kecenderungan untuk menentukan sosok utama dan unsur lain sebagai latar belakangnya. Proses persepsi ini akan berusaha membedakan objek dan latar. Jika dua unsur tersebut sebanding sifatnya, maka ada kemungkinan latar dapat ditukarkan dengan objek, sehingga memunculkan dua persepsi yang berbeda.

rubin vase-face

Rubin Vase-Face

Desain Komunikasi Visual Dikutip dari situs Institut Teknologi Bandung “Desain komunikasi visual adalah ilmu yang mengembangkan bentuk bahasa komunikasi visual berupa pengolahan pesan pesan untuk tujuan sosial atau komersial, dari individu atau kelompok yang ditujukan kepada individu atau kelompok lainnya. Pesan dapat berupa informasi produk, jasa atau gagasan yang disampaikan kepada target audience, dalam upaya peningkatan usaha penjualan, peningkatan citra dan publikasi program pemerintah. Pada prinsipnya dkv adalah perancangan untruk menyampaikan pola pikir dari penyampaian pesan kepada penerima pesan, berupa bentuk visual yg komunikatif, efektif, efisien dan tepat. terpola dan terpadu serta estetis, melalui media tertentu sehingga dapat mengubah sikap positif sasaran. elemen desain komunikasi visual adalah gambar/ foto, huruf, warna dan tata letak dalam berbagai media. Baik media cetak, massa, elektronika maupun audio visual. akar bidang dkv adalah komunikasi budaya, komunikasi sosial dan komunikasi ekonomi….” Dalam proses perancangannya, desainer komunikasi visual harus mampu menciptakan desain yang dapat dimengerti oleh masyarakat yang menjadi target desainnya. Dalam menyusun (layouting) sebuah karya, seorang desainer komunikasi visual menggunakan prinsip Gestalt yang cukup berpengaruh dalam persepsi visual manusia. Contoh prinsip gestalt yang sering digunakan dalam dunia DKV adalah prinsip integrasi persepsi seperti closure, proximity, serta figure & ground. .

WWF

WWF Logo

WWF Logo (Prinsip Closure)

mac

Logo Macintosh

Gambar logo di atas menggunakan prinsip closure. Prinsip ini umumnya digunakan untuk mengkomunikasikan produk-produk yang cukup terkenal di dalam masyarakat. Prinsip tersebut digunakan untuk menguji ingatan konsumen akan suatu produk. Dengan melihat logo tersebut, masyarakat diharapkan menyempurnakan objek yang terpotong, sesuai dengan prinsip gestalt bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk melihat suatu bagian secara menyeluruh. Prinsip kedua adalah proximity atau kedekatan. Prinsip ini memiliki konsep dasar pengelompokan. Prinsip proximity sering digunakan bersama dengan prinsip continuity dan similarity, yang juga berdasar kan pengelompokan. Manusia cenderung mengelompokkan objek-objek yang memiliki keterkaitan, kemiripan, dan hubungan antarbentuknya.

MTV

Poster EMA MTV 2002

Dilihat dari logo acara MTV di atas, terdapat dua jenis kelompok yang berbeda. Yang membedakan adalah penggunaan ukuran. Tanpa harus dijelaskan, masyarakat bisa langsung mengetahui bahwa yang menjadi pelaksana acara tersebut adalah MTV, dan kelompok logo lainnya adalah sponsor acara tersebut. Penggunaan prinsip tersebut menciptakan desain yang efisien.

fedex

Logo Federal Express

Dengan penggunaan warna yang berbeda, masyarakat dengan mudah bisa mengerti makna logo FedEx yang merupakan akronim dari nama perusahaan tersebut, yaitu Federal Express. Umumnya prinsip pengelompokan digunakan untuk memudahkan masyarakat untuk mengingat nama, fungsi, kedudukan dalam suatu produk.

wordpress-theme

Contoh Layout Tema WordPress

Prinsip continuity digunakan dalam layout website tersebut. Prinsip ini digunakan untuk menunjukkan penekanan terhadap objek utama dalam layout. Terlihat pria tersebut menghadap ke arah kanan, menunjukkan posisi isi utama dari website tersebut. Prinsip selanjutnya yang paling sering digunakan, khususnya dalam mendesain logo, adalah figure & ground. Prinsip ini menarik digunakan karena dalam satu objek terdapat dua makna tergantung dari persepsi masyarakat yang melihat.

tcrbgpad-11

Logo Feathers & Fur

Logo di atas menggambarkan dua bentuk kepala hewan yang memiliki feather yaitu burung menghadap kanan dan hewan yang memiliki fur yaitu anjing yang menghadap kiri.

animal-logos-4

Logo Cat People

Jika dilihat secara keseluruhan, gambar ini hanya menunjukkan tiga gambar dasi. Namun jika diperhatikan secara akurat, terdapat bentuk kepala kucing di segmen bagian atas. Kepala sebagai simbolik cat dan dasi sebagai simbol people.

tumblr_l82xbx2QnA1qzpwi0o1_1280

Minimalist Poster : Superhero

Selain penggunaan pada logo, prinsip ini juga dapat digunakan dalam pembuatan poster. Terlihat dari kalimat dalam poster di atas “criminal underworld” menunjukkan musuh bebuyutan kedua superhero dalam posisi yang berkebalikan.

e30182247711e4e1dba4bc2f6245f8a8

Minimalist Poster : Sherlock

Poster ini menunjukkan biola dan dua siluet wajah Sherlock Holmes dan sahabatnya Dr.John Watson dalam serial “Sherlock”. Menunjukkan biola sebagai alat musik yang sering digunakan Holmes. Kesimpulannya, prinsip gestalt menjadi dasar bagi seorang desainer komunikasi visual dalam merancang karyanya. Apakah sebatas prinsip-prinsip di atas yang menjadi dasar dalam proses perancangan tersebut? Adakah prinsip antigestalt yang dapat digunakan dalam menciptakan proses desain yang komunikatif?

 

 

Sumber : Tanudjaja, Bing Bedjo. (2010). Aplikasi Prinsip Gestalt dalam Media Desain Komunikasi Visual. Desa Informasi – Universitas Kristen Petra. Diakses pada 10 Mei 2014. (http://dgi-indonesia.com/aplikasi-prinsip-gestalt-pada-media-desain-komunikasi-visual/) L.Atkinson, Rita. (1993). Introduction to Psychology. Harcourt Brace College Publishers. Tuck Michael. (2010). Gestalt Principles Applied in Design. Diakses pada 10 Mei 2014. (http://sixrevisions.com/web_design/gestalt-principles-applied-in-design/)

June 1, 2013

Ruang Dimensi dan Arsitektur

Filed under: contemporary theories — tasyae @ 01:33

Saya menemukan pernyataan yang didapat dari http://parallax.aminus3.com/image/2008-06-29.html yang membahas tentang ruang-ruang dimensi arsitektur mulai dari ke-1 hingga ke-6. Intinya, menurut Esa Laaksonen, ruang-ruang tersebut secara urut berupa garis horizontal, sudut yang terbentuk oleh garis horizontal dan vertikal, ruang terbatas ataupun tidak terbatas, pengalaman menyeluruh, waktu/pergerakan, pemahaman tradisi pembangunan. Namun, jika dikaitkan dengan teori-teori dimensi pada umumnya, ruang dimensi pertama hanya berupa titik. Selanjutnya menjadi garis (memiliki satu sumbu), bidang (memiliki dua sumbu), bangun ruang (memiliki tiga sumbu), tesseract (memiliki empat sumbu), penteract (memiliki lima sumbu), hexeract (memiliki enam sumbu), dan begitu seterusnya. Jika diperhatikan, banyak hal yang berbeda pendapat.

 

Kali ini saya akan mencoba menggabungkan keduanya. Jika ruang dimensi pertama berupa titik, suatu karya arsitektural akan dijadikan titik secara keseluruhan dengan catatan tidak terhubung dengan hal-hal lainnya. Kemudian jika ruang dimensi kedua berupa garis secara horizontal dan vertikal, suatu karya arsitektural akan terlihat datar seperti gambar-gambar 2D pada umumnya. Jika ruang dimensi ketiga berupa ruang baik terbatas maupun tidak, suatu karya arsitektural akan terlihat nyata seperti yang kita lihat secara langsung dengan mata kita. Nah, ketiga ruang dimensi berikutnya ini yang menjadi jebakan. Menurut Rob Bryanton dalam bukunya “Imagining the Tenth Dimension” yang kemudian dibuat cuplikan-cuplikan videonya, kita hanya termasuk objek ruang dimensi ketiga karena kita dapat bergerak bebas hingga ruang dimensi ketiga sehingga untuk ruang-ruang dimensi selanjutnya hanya dapat dibayangkan. Ia pun berpendapat bahwa waktu bukan ruang dimensi, melainkan durasi yang merupakan ruang dimensi keempat. Pengalaman menyeluruh menurut Esa bisa jadi benar karena secara tidak langung terkait dengan durasi. Pengalaman ruang yang dialami akan berjalan satu arah, yaitu durasinya maju. Selanjutnya, ruang dimensi kelima menurut Rob adalah ruang peluang. Jadi, selain apa yang dialami kita saat ini, ternyata ada ruang-ruang lain dengan waktu yang sama tetapi dengan keadaan yang berbeda, misalnya bisa saja karya arsitektur tidak terbangun dalam wujudnya. Kemudian pada ruang dimensi keenam ruang peluang baik di masa lalu, masa sekarang, maupun masa depan, dapat disinggahi. Hal ini dapat dikaitkan dengan sejarah tradisi pembangunan. Memang agaknya sulit untuk dibayangkan dan tidak sedikit yang tidak mempercayainya. Bagaimana dengan Anda, percaya? Jika ingin mengetahui penjelasan ruang-ruang dimensi lebih lanjut, silakan lihat di http://www.youtube.com/user/10thdim?feature=watch

May 31, 2013

Möbius Strip in Children Playground

Filed under: contemporary theories,everyday geometry — handinidamayanty @ 23:50

Mobius strip merupakan permukaan dengan hanya satu sisi dengan cara memutar salah satu ujung sisi kemudian disambungkan dengan sisi lainnya.

f3015_1353Pembuatan Mobius strip

Penemu Mobius strip adalah August Ferdinand Möbius, seorang matematikawan. Bagian yang menarik adalah tidak adanya batas yang jelas ketika menentukan sisi depan, belakang, atas, ataupun bawah karena mobius strip memang hanya memiliki satu sisi yang menerus. Salah satu penggunaan prinsip mobius strip dilakukan pada pemainan anak-anak yang biasa disebut Möbius Climber.

Pembuat pertamanya adalah Gerald Harnett, profesor matematika di Florida Atlantic University, Boca Raton. Permainan ini dibentuk dari 64 segitiga yang sambung-menyambung.

baruMöbius Climber di Sugar Sand Science Playground, Boca Raton, Florida

Contoh lain sudah ada di beberapa taman bermain di Amerika

65038693Bunker Hills Regional Park, Andover, Minnesota

infinity climbersInfinity Climber

Mobius strip pada mainan anak-anak menciptakan satu aliran menerus melewatinya dan memberikan perspektif tanpa menyadari perbedaan pasti pada bagian bawah, atas, dan bawah. Sistem memanjat yang dapat dilakukan pada semua sisinya memberikan kesempatan pengembangan aktivitas motorik anak-anak sambil bermain.

Bila dilihat secara sekilas, permainan ini mengikuti prinsip mobius strip. Akan tetapi, sebenarnya hal itu tidak sepenuhnya tepat karena ada dua sisi yang terbentuk dari pemutaran sisi. Jika ditelusuri melalui sisi terluar permukaan, akan terlihat secara jelas bahwa bentuk ini lebih mirip dengan putaran biasa. Anak-anak yang memulai pada sisi berlawanan tidak akan bertemu sampai kapanpun. Metode pembuatannya memang diputar (twist) tetapi sebanyak dua kali, sehingga bentuknya justru akan kembali seperti putaran normal.

Untitled-2Penelusuran Sisi Pada Infinity Climber

Pertimbangan pembuat pertamanya adalah mengenai aspek keamanan pada pengguna, terutama anak-anak. Jadi, apakah permainan ini tetap dapat disebut dengan Möbius Climber atau Infinity Climber jika tidak persis dengan prinsip mobius strip?

Sumber:

http://mail.colonial.net/~hkaiter/infinity_moebius.htm (diakses 31 Mei 2013)

http://en.wikipedia.org/wiki/August_Ferdinand_M%C3%B6bius (diakses 31 Mei 2013)

http://www.sciencenews.org/sn_arc99/5_22_99/mathland.htm (diakses 31 Mei 2013)

Sumber Gambar:

http://mail.colonial.net/~hkaiter/photo_images/f3015_1353.GIF.gif (diakses 31 Mei 2013)

http://mw2.google.com/mw-panoramio/photos/medium/65038693.jpg (diakses 31 Mei 2013)

http://boingboing.net/images/InfinityClimber.jpg (diakses 31 Mei 2013)

http://meganjonesdesign.files.wordpress.com/2011/03/infinity_web_350px.jpg (diakses 31 Mei 2013)

http://farm5.staticflickr.com/4035/4339915023_be50352916_o.jpg (diakses 31 Mei 2013)

http://www.maa.org/mathland/climber.gif (diakses 31 Mei 2013)

http://www.sciencenews.org/sn_arc99/5_22_99/mathland3.jpg (diakses 31 Mei 2013)

Topologi pada Rajutan dan Surface yang Dihasilkan

Filed under: contemporary theories,everyday geometry — annisadienfitriah @ 23:26

Benang dan jarum, hal itulah yang menjadi pokok utama saat kita merajut, mengubah helaian-helaian benang menjadi kain, pakaian, atau sesuatu yang dapat kita gunakan. Dalam mengubah helaian-helaian itu, terdapat berbagai macam cara untuk membentuknya, baik dari segi materialnya ataupun cara menghubungkannya. Terdapat pula berbagai macam jenis jarum untuk merajut, seperti hakpen, breien, dan sebagainya.

Image

 

Gambar 1&2. Breien dan hakpen untuk merajut

Sumber: dokumentasi pribadi dan http://nurcha.wordpress.com/tag/toko-online-merajut-bandung/

Perbedaan material akan membuat cara yang digunakan pun berbeda. Dengan breien kita dapat membentuk kain dengan tusuk atas dan tusuk bawah yang keduanya dapat menghasilkan permukaan yang berbeda.

Image

 

Gambar 3. Surface tusuk bawah (tengah), surface tusuk atas (kanan)

Sumber: dokumentasi pribadi

Image

 

Ketika keduanya dikombinasikan maka akan terbentuk surface yang berbeda lagi, yaitu selang-seling dan tidak semulus jika hanya tusuk atas saja atau tusuk bawah saja.

Image

 

Gambar 5. Selang-seling surface tusuk atas dan tusuk bawah

Sumber: dokumentasi pribadi

 

Ternyata hanya dengan beda cara saja, permukaan yang dihasilkan dapat berubah. Ketika kita membuatnya, kita pun dapat mengatur ingin menggunakan cara yang bagaimana untuk menghasilkan koneksi tertentu. Keterkaitan satu sama lain juga menjadi hal penting untuk membentuk satu keseluruhan yang utuh.

Jika dengan berbeda cara saja dapat menghasilkan permukaan yang beda, bagaimana dengan menggunakan perbedaan material/ jarum?

Jika kita menggunakan hakpen, maka hasilnya dapat menjadi seperti:

Image

 

Gambar 6. Contoh-contoh merajut menggunakan hakpen

Sumber: dokumentasi pribadi

 

Bentuk yang terbuat dengan hakpen akan terlihat lebih rapat dan dapat membentuk bentuk yang lebih melingkar, tidak datar seperti pada merajut dengan menggunakan jarum breien yang tidak dikreasikan.

Bagaimana? Cukup unik bukan permukaan-permukaan yang dapat dihasilkan? Namun, yang cukup penting di sini adalah ketika kita menghubungkan sesuatu dengan yang lain, baik cara maupun material yang digunakan akan mempengaruhi hasil yang akan didapat, terutama pada bentuk yang saling terkoneksi seperti pada rajutan ini.

Referensi:

Ensiklopedia Bebas Wikipedia. (http://id.wikipedia.org/wiki/Merajut tanggal 31 Mei 2013);

Dietz, Henry. 2012. Adventures in Knitting. (http://aggregate.org/WHITE/sc12knitt.pdf tanggal 31 Mei 2013);

Anonim. (http://nurcha.wordpress.com/tag/toko-online-merajut-bandung/ tanggal 31 mei 2013)

Memento & Mobius Strip

Filed under: contemporary theories,everyday geometry — anugrahfikriyanto @ 22:23
Tags: , ,

Sudahkah kalian menonton film Memento, film karya Christopher Nolan yang dirilis pada tahun 2000. Sedikit ulasan saja, film ini menceritakan mengenai Leonard (Guy Pearce) seorang pekerja ansuransi yang mendapati dirinya hanya memiliki daya ingat yang pendek (short-therm memory) setelah mengelamai kecelakaan. Dalam film ini Leonard harus berjuang dengan keadannya untuk memecahkan misteri terjadi pada kecelekaan tersebut yang melibatkan istrinya (Jorja Fox), Teddy (Joe Pantaliano) seorang polisi dan Natalie(Carrie-Ann Moss). Namun yang menarik dalam film ini sang sutradara, Christopher Nolan, membuat alur film maju dan mundur dengan tidak menentu. Dengan alur yang rumit tersebut membuat yang menonton film tersebut dibuat berpikir dan penasaran hingga akhir film untuk menebak bagaimana ending dari film tersebut.

Yang ingin diulas dari film ini adalah hubungannya dengan salah satu teori geometri mengenai topologi, yaitu Mobius Strip. Mobius strip merupakan salah satu bentuk dari subjek topologi pada geomtri arsitektur yang membahas mengenai sebuah permukaan (surface). Permukaan pada mobius strip yang jika ditelusuri hanya memiliki satu sisi permukaan saja. Tidak jelas bagian permukaan depan dan belakang  (figure-ground)Berhubungan dengan Mobius Strip, film Memento juga seperti memiliki alur yang tidak menentu dan tidak penting lagi mana bagian yang merupakan opening hingga ending film tersebut.

Menonton film Memento, tidak hanya memikirkan dan menebak bagaimana alur film berjalan dan berakhir. Tetapi juga koneksi antara scene yang satu dengan scene yang lain,  sepertit topologi dalam geometri yang membahas mengenai konektivitasnya. Dengan demikian Christopher Nolan dapat dengan bermain dengan alur film yang maju mundur dengan tidak menentu, dan menggantungkan pada hubungan antara tiap-tiap scene.

Ide Christopher Nolan membuat alur yang tidak menentu ini juga adalah hasil sebuah pemikiran yang mempertimbangkan psikologi-kognitif (John Galt, 2007). Psikologi kognitif melibatkan persepsi manusia yang kecenderungannya melengkapi informasi yang tidak utuh, seperti dalam film setiap scene tidak memberikan makna yang utuh yang dapat langsung dimengerti oleh penontonnya. Dan penonton bebas untuk berpartisipasi untuk memaknai setiap scene dalam film Memento dengan menggunakan psikologi kognitif yang sudah dimiliki oleh tiap orang. Berhubungan dengan tipologi dalam geomteri, penonton film Memento juga berusaha mencari koneksi antar scenenya menggunakan psikologi kognitif tersebut.

Referensi:

http://www.cracked.com/funny-2199-memento/

http://kssunews.wordpress.com/2012/10/30/flashback-movie-review-memento/

http://resensiakhirpekan.blogspot.com/2012/03/resensi-film-memento.html

http://www.imsdb.com/scripts/Memento.html

http://voices.yahoo.com/a-cognitive-analysis-movie-memento-481126.html (Analisis John Galt)

 

Fashionable Mobius Strip

Filed under: architecture and other arts,contemporary theories — irininterior09 @ 22:08

Masih ingatkah kita dengan istilah mobius strip? Klein bottle? Bagaimana kalau istilah tersebut digunakan pada dunia fashion?

Fashion merupakan bagian dari kehidupan manusia modern zaman sekarang, banyak sekali inovasi-inovasi baru dalam dunia fashion yang sebenarnya merupakan adaptasi dari bidang ilmu lainnya, para desainer mengadaptasi metode-metode dan teknik dari suatu karya bidang lain untuk diterapkan ke dalam desainnya dan menjadi solusi baru dalam berbusana. Contohnya saja infinity scarf dan klein bottle hat yang mengadaptasi dari metode mobius strip yang biasa kita kenal dalam dunia matematika dan geometri.

Keduanya merupakan benda fashion yang dapat mendefinisikan mobius strip tidak lagi sebagai benda kuno yang ilmiah dan teknis, dan memperkenalkannya kembali sebagai mobius strip yang fashionable.

Apakah fungsinya bagi dunia fashion, apakah hanya sebagai estetika dengan meniru bentuk fisiknya dan membuat kita terlihat fashionable saja? Atau kah memang ada fungsi lain yang menjadi solusi dan inovasi baru dalam berbusana?

Tentu saja bukan hanya itu! Misalnya saja infinity scarf yang dikenal juga dengan istilah mobius scarf, tipe scarf ini sekilas terlihat sama seperti scarf melingkar biasa yang tidak memiliki dua ujung. Tetapi sebenarnya scarf ini menggunakan prinsip mobius, scarf ini tidak memiliki satupun ujung sisi sehingga sisinya jika ditelusuri tidak memiliki akhir. Kelebihannya adalah kita dapat memakainya dengan mudah, hanya dengan memasukkannya ke kepala dan melilitkannya beberapa kali, namun tetap terlihat rapi karena perputaran yang dihasilkan saat melilit tidak bertumpuk, hal ini dikarenakan scarf ini hanya memiliki satu sisi yang bersifat kontinu secara terus menerus. Sehingga tampilannya akan lebih rapi dan indah jika dibandingkan dengan memakai scarf lingkaran biasa dengan bahan yang sama, karena kefleksibelannya scarf ini disebut juga scarf serbaguna sehingga terdapat 21 cara berbeda untuk memakainya.

infinity scarf

Sumber :  http://www.bluebonnetsmile.com/2013/03/mobius-scarf.html

 

Sumber : https://geometryarchitecture.files.wordpress.com/2013/05/e3791-infinityscarf.jpg

Selain infinity scarf, ada juga benda fashion lain yang mengadaptasi metode mobius strip yaitu klein bottle hat. Klein bottle sebenarnya merupakan gabungan dari beberapa mobius strip yang dirangkai menjadi silinder. Kelebihan dari topi rajut ini adalah selain bentuknya yang unik, topi ini dua kali lebih tebal dari topi rajut lainnya karena sisi-sisinya yang dilipat kedalam untuk membentuk klein bottle, sehingga akan lebih hangat saat dipakai dengan sisi-sisinya yang saling melipat menjadi double side.

klein bottle hat

Sumber : conjoined mobius hat by Pat Ashford, Klein Bottle Pi Hat by Matt Parker

Wah ternyata mobius strip dengan bentuknya yang unik tersebut selain bisa menghasilkan benda fashionable ternyata juga memiliki kelebihan lain karena sifat mobiusnya. Jangan-jangan ada benda-benda lain di sekitar kita yang juga mengadaptasi bentuk mobius strip ini. Apa saja ya kira-kira?

March 27, 2013

Taukah kamu, ada silinder yang hanya mempunyai 1 sisi saja?

Filed under: contemporary theories — maryamassegaf @ 23:12

Silinder itu Möbius Strip namanya. Ia di namakan seperti nama penemunya,  yaitu Ahli Matematika  dari Jerman pada abad 19 (tahun 1858),  August Möbius. Mobios Strip merupakan salah satu non orientable objects, karena yang hanya mempunyai satu sisi dan satu  boundary component. Masa sih beneran cuma punya satu sisi aja? Mari kita buktikan.

Pertama carilah pita atau kertas yang dimensinya seperti  pita, kemudian sambungkan kedua ujungnya seperti lingkaran dengan lem, namun INGAT di twist atau putar dulu salah satu ujungnya sebelum di rekatkan. Viola! Jadilah mobius strip yang hanya punya satu sisi! Masih belum percaya? Mari kita coba berikan warna pada kertas atau pita tersebut, warna merah untuk bagian luar dan warna biru untuk bagian dalamnya. Pertama coba warnai bagian luar kemudian bagian dalam. Nanti kamu akan kaget  sendiri karena ternyata hanya satu warna yang kamu pakai.

250px-Möbius_stripimages

Sebenarnya Mobius strip ini merupakan salah satu terapan dari salah satu cabang matematika yang bernama Topology. Cabang ini menginvestigasi sebuah bentuk-bentuk properti  yang tidak berubah ketika ditekuk atau diregangkan (Topology  investigates those properties of shapes which do not change under continuous bending and stretching). Bentuk mobius strip merupakan hasil dari pemilinan sebuah figur 2 dimensi menjadi 1 dimensi. Ada juga nih temennya Mobius strip yang merupakan hasil dari pemilinan sebuah figur 3 dimensi menjadi 2 dimensi, yaitu bernama Klein Bottle.

Klein Bottle pertama kali di temuka oleh Ahli Matematika dari Jerman dan pada abad 19 juga (tahun 1882), yang bernama  Felix Klein. Klein bottle ini benar-benar tidak mempunyai batas (no boundary), karena sangat menyatu dan tidak bisa dibedakan mana bagian luar dan mana bagian dalam.

kleinGlue1_sml  kleinGlue2_smlkleinGlue3_smlkleinGlue4_sml

Sebuah Klein bottle dibentuk dengan menggabungkan dua sisi sebuah lembaran untuk membentuk silinder, kemudian ujung silinder melingkari melalui dirinya sendiri  dengan sedemikian rupa sehingga bagian dalam (hijau) dan luar (putih) dari silinder bergabung.  Jika kita mencoba memasukkan air kedalam ‘lubang botol’ tersebut, maka air akan terjebak di bagian ‘dalam’ botol.

Ada beberapa aplikasi yang dapat diterapkan dengan menggunakan prinsip Möbius strip ini . Contohnya seperti conveyor belt, Ia akan bertahan lebih lama ketika menerapkan Mobius strip, karena luas permukaan seluruh sabuk mendapatkan intensitas pemakaian yang sama dan merata. Möbius strip juga dapat ditemukan dalam pembuatan kain printer komputer dan pita mesin ketik, karena mereka memungkinkan pita menjadi dua kali selebar kepala cetak saat menggunakan kedua bagian merata. Satu hal lagi contoh yang paling populer dari aplikasi Mobius strip ini adalah trik sulap yang disebut sebagai The Afghan Bands.  Secara singkatnya, dari pertunjukan sulap ini yaitu bagaimana caranya agar 3 objek yang besar dapat masuk kedalam pita yang ukurannya kelihatan kecil. Padahal pita tersbut menggunakan Mobius Strip sebenarnya mempunyai ukuran 2 kali lebih besar dari silinder biasa.

afghanbands.1

Trik yang dipakai untuk sulap The Afghan Bands

Klien Bottle beda lagi penerapannya dengan mobius strip. Sepanjang hasil pencarian, Klein bottle lebih sering dibuat sebagai karya seni.

index d b

Namun akhirnya menemukan satu yang bisa diterapkan dalam arsitektur, yaitu Klein Bottle House  yang dibuat oleh McBride Charles Ryan. Rumah yang berlokasi di Autralia ini.

Klein Bottle House by McBride Charles Ryan 12  klein 2

klein  1966235980_plan

Secara bentuk memang menyerupai Klein Bottle, akan tetapi tenang, untuk yang ini terlihat ko mana yang menjadi bagian dalam dan luar. Memang kedua bentuk ini tidak mempunyai boundary, namun bisa menjadi pertimbangan sebagai inspirasi ide geometri dalam arsitektur, untuk mengaburkan batas antara luar dan dalam.

Referensi:

  1. http://puzzleofthemonth.blogspot.com/2006/11/november-2006-afghan-bands.html
  2. http://en.wikipedia.org/wiki/Klein_bottle
  3. http://en.wikipedia.org/wiki/M%C3%B6bius_strip
  4. http://plus.maths.org/content/os/issue26/features/mathart/index
  5. http://puzzleofthemonth.blogspot.com/2006/11/november-2006-afghan-bands.html
  6. http://www.archdaily.com/7952/klein-bottle-house-mcbride-charles-ryan/
  7. http://www.cut-the-knot.org/do_you_know/moebius.shtml

June 13, 2012

Konektivitas dalam Kegiatan Bermain Anak

Filed under: contemporary theories,everyday geometry — noorfajrina @ 01:16

Dalam tulisan ini saya akan membahas mengenai hubungan antara kegiatan bermain anak, alat bermain dan bagaimana bila beberapa kegiatan bermain disatukan dalam sebuah alat bermain serta hubungannya dengan konektivitas dalam mobius strip.

Bermain merupakan salah satu bagian dari pengalaman masa kecil anak. Dalam hal ini anak dapat bereksplorasi, menemukan hal baru, membuat sesuatu, berimajinasi, serta memperluas pengetahuan tentang dunia sekitar. Saat ini bermain pada anak menjadi kegiatan yang difasilitasi sebuah area bernama taman bermain. Taman bermain atau yang biasa di sebut play ground  menjadi menarik ketika dalam satu kesatuan tempat terdapat berbagai kegiatan yang dilakukan berikut alat bermain yang mengakomodir.

Berbagai kegiatan bermain anak yang dilakukan serta model alat bermain dapat di lihat pada tabel di bawah ini.

Alat bermain menjadi semakin berkembang dan menarik ketika berbagai kegiatan digabungkan menjadi satu pada sebuah play ground set. Playground set membuat berbagai kegiatan terkoneksi dan terhubungkan satu sama lain dalam satu alat. Berikut ini aalah beberapa contoh yang ada : Dalam playground set 1 di bawah ini terkoneksi antara kegiatan memanjat, menelusuri dan meluncur dalam satu kesatuan.

playground set 1

playground set 2

playground set 3

Pada playground set 2 terkoneksi hubungan antara kegiatan berayun, menyusuri, memanjat dan berayun. Sementara itu pada playground 3 kegiatan yang terhubung adalahberayun, memanjat, meluncur dan merangkak.

Dapat dilihat kegiatan-kegiatan bermain dapat berbentuk sebuah siklus yang tidak berhenti dimulai dari memanjat-merangkak/menyusuri-meluncur-memanjat. Berayun menjadi kegiatan di luar siklus.Memanjat dan meluncur menjadi kegiatan di awal atau akhir dan merangkak serta meluncur menjadi kegiatan di antara.

Melalui pembahasan di atas dapat dilihat hubungan antara masing-masing kegiatan bermain yang diwadahi oleh sebuah alat bermain. Kegiatan terkoneksi dalam sebuah siklus yang berulang. seperti pada sebuah loop dalam mobius strip.Loop berarti sebuah siklus tanpa batas yang terus berulang. Mobius strip juga membuat rancu bagian mana yang di dalam dan bagian mana yang di luar. Hal tersebut juga terjadi dalam playground set di atas yang menyamarkan kedua batas tersebut.

sumber :

http://en.wikipedia.org/wiki/M%C3%B6bius_strip diakses pada 13 mei 2012 1:10

http://image.made-in-china.com/2f1j00gBvTkimqfczK/Outdoor-Playground-Equipment-

http://www.playlsi.com/Explore-Products/Universally-Accessible-Playgrounds/Resources/Article-PlayAPortaltoNewWorlds/Pages/Article-PlayAPortaltoNewWorlds.aspx/Pages/Article-PlayAPortaltoNewWorlds.aspx

April 3, 2012

BAGAIMANA PENGARUH TEORI NON EUCLIDEAN DENGAN GOLDEN SECTION?

Filed under: classical aesthetics,contemporary theories — aronaditio @ 22:19

Saat melihat golden section yang dianalisis secara satu bidang memang ditemukan ukuran yang seperti beraturan. Namun itu saat masih aturan Euclidean yang menjadi acuan. Menariknya sekarang ialah saat non Euclidean diungkapkan, apakah semua pengetahuan yang telah ditemukan akan menjadi berubah juga? Ataukah nantinya aturan akan menjadi fleksibel dan merupakan turunan dan pengembangannya? Atau malah semuanya menjadi salah dan pengetahuan yang selama ini kita temukan menjadi harus direka ulang dan diganti?

 

Saya menemukan pembuktian kecil dari bangunan karya zaha hadid. Saya melihat bagaimana bidang yang terbentuk bukanlah bidang datar monoton, namun bidang yang melengkung,meliuk dengan bebas yang mungkin malah mengikuti perubahan bentuk permukaan bumi. Dalam konteks bentuk, saya melihat bagaimana prinsip non-Euclidean diterapkan dalam bentuk bangunan zaha hadid, di mana karya-karyanya sekarang menjadi sangat terkenal. Namun apakah ini merupakan penerapan postulat non Euclid yang akhirnya malah memberikan bentuk luar biasa yang dikagumi orang-orang sehingga saya berani mengatakan bahwa terdapat golden section yang baru.

 

Namun apakah semua masih akan berupa susunan angka-angka yang berpola atau kah pemenuhan postulat-postulat noneuclidean yang menjadi pemenuhan golden section yang baru?

 

April 2, 2012

Golden Ratio and Web Design

Kita mengetahui bahwa golden ratio ataupun golden section telah menjadi acuan dalam membuat sesuatu dengan proporsi yang sempurna sehingga berpengaruh terhadap nilai estetika dan keindahan suatu karya. Bukan hanya berpengaruh dalam segi estetika saja, namun juga berpengaruh dalam keberhasilan suatu karya. Seorang ahli matematika dan filosof Adolf Zeising menemukan bahwa golden ratio muncul dalam komposisi akar tanaman dan jaringan daun, tidak hanya itu, Adolf Zelsing juga menemukan golden ratio pada tulang-tulang hewan, tanaman, bahkan manusia. Hingga ia melihat golden ratio sebagai sebuah aturan universal, bukan hanya sekedar estetika dan keindahan, namun juga berperan dalam  fungsi dan efektifitas suatu hal.

 

Lalu dari situ saya tertarik untuk mengaitkan fungsi golden section terhadap efektifitas dan keberhasilan dari sebuah web design. Dunia maya telah berkembang sedemikian pesat, berawal hanya sebagai media informasi, namun dengan banyaknya situs yang bermunculan, semakin diperlukan desain web yang dapat menyampaikan isi web nya dengan semudah mungkin, seefisien mungkin, serta semenarik mungkin, hingga dapat dapat bersaing diantara banyaknya web yang bermunculan dan dapat menarik sebanyak banyaknya pengunjung yang betah berlama lama di web tersebut.

 

Coba kita lihat salah satu situs yang, mungkin oleh beberapa dari kita, merupakan situs yang paling sering dikunjungi, twitter.com. Dengan membawa konsep micro-blog, jejaring sosial tersebut sukses menarik banyak mengunjung yang membuat akun sendiri didalamnya, lalu apa yang membuat jejaring sosial tersebut dapat bertahan dan tetap menarik, tentunya karena layout dan desain dari webnya sendiri yang cukup simpel, dan mudah dipahami. Apakah desain web tersebut hanya “kebetulan” merupakan desain yang baik, ataukah ada hal lain?

Terlihat situs tersebut memang dibuat berdasarkan golden ratio, hal tersebutlah yang dipercaya membuat situs jejaring sosial tersebut lebih efektif, efisien, dan mudah dipahami.

Lalu coba kita bandingkan dengan situs lain yang tidak mengikuti golden ratio, dan tidak ditemukan aturan grid didalamnya.

 

Terlihat sekali perbedaannya dengan situs lama Havenworks dan Yale School of Art diatas, walaupun sama-sama mengusuk desain web yang simpel, namun pada desain diatas tidak terlihat efisien, dan saya rasa kurang efektif dalam penyampaian informasinya. Dari sini dapat diketahui bahwa sebuah desain web yang efektif bukanlah sekedar sebuah desain yang sederhana.

 

Sebenarnya ada cara yang cukup mudah mengaplikasikan pemakaian golden ratio dalam sebuah desain web. Dalam golden ratio, terdapat sebuah angka yang penting, yaitu 1,618, yang merupakan dasar dari aturan dalam golden ratio. Dari angka tersebut dapat dibuat pembagian halaman web yang berbanding 1:1,618. Contoh, dalam sebuah halaman web, yang umumnya berukuran 960 pixel, kita bagi menjadi dua bagian dengan perbandingan 1:1,618 yang menghasilkan 594 pixel dan 366 pixel. Hal yang sama dapat dilakukan jika menginginkan layout vertikal.

 

Layout dengan perbandingan itulah yang dipercaya oleh beberapa desainer dapat meningkatkan nilai efektifitas dari sebuah web design. Namun selain cara tersebut, terdapat cara lain yang lebih sederhana, yaitu dengan mengikuti aturan grid, yang berbasis pada spiral Fibonacci.

Bentuk kotak tersebut harus disusun dengan jumlah yang sama pada sisi vertikal dan horizontalnya untuk mendapatkan proporsi yang sempurna. Dari situlah didapatkan sistem grid yang bisa digunakan sebagai basis dalam membuat sebuah web design.

 

 

Selain aturan aturan diatas, masih banyak lagi aturan yang berbasis dari golden ratio, seperti rule of the thirds dan aturan lainnya. Yang perlu diperhatikan disini adalah, golden ratio dalam web design ini bukanlah hanya mempersalahkan nilai estetika seuatu web, namun juga sebagai pembentuk nilai efektifitas yang lebih tinggi, dimana hal tersebutlah yang merupakan hal terpenting dari sebuah web. Jadi, menurut saya pun golden ratio memang bukanlah sekedar aturan untuk membentuk suatu nilai estetika, namun juga dapat dikatakan sebagai sebuah aturan pembentuk dari berbagai hal.

 

Sumber:

http://uxmovement.com/content/applying-the-golden-ratio-to-web-layouts-and-objects/

http://www.joshuagarity.com/web-design/the-golden-ratio/

http://www.smashingmagazine.com/2010/02/09/applying-mathematics-to-web-design/

http://www.smashingmagazine.com/2008/05/29/applying-divine-proportion-to-web-design/

http://net.tutsplus.com/tutorials/other/the-golden-ratio-in-web-design/

http://www.webdesign.org/web-design-basics/design-principles/the-golden-ratio-in-web-design/

 

March 25, 2011

Wet Grid: There is Rule behind Chaos

Filed under: contemporary theories — ajengdwiastuti @ 17:22
Tags: ,

Dalam mendesain berdasar grid, kita seperti terbang ke atas helicopter dan melihat dunia dari atas, lalu melemparkan sebuah jala berupa grid, dan membagi dunia kedalam kotak – kotak. Dalam essay yang saya lakukan untuk mencari alasan penggunaan grid, saya mencapai kesimpulan bahwa manusia menyukai kemudahan, keteraturan, dan kecepatan dalam menyelesaikan masalah. Hal tersebut adalah hal yang ditawarkan pada grid. Akan tetapi tentunya kita tidak usah bersekolah di bidang desain jika hanya ingin memakai apa yang sudah ada. Kita butuh inovasi. Pada, grid, inovasi tersebut berupa wet grid. Secara singkat, wet grid adalah eksplorasi lebih lanjut tentang grid, terutama memasukkan grid 2 dimensi kedalam dunia 3 dimensi. Dibawah ini adalah contoh hasil akhir sebuah wet grid

wet grid 2

Dapat terlihat bahwa bentuk yang dicapai sudah mengambil bentuk 3 dimensi. Garis – garis yang saling terhubung terlihat tidak lagi kotak – kotak. Namun pada awalnya, garis tersebut tak lain tak tak bukan adalah axis – axis pada grid. Dibawah ini adalah penggambaran proses grid menjadi wet grid.

wet grid
Dapat dilihat bahwa proses terjadinya wet grid membutuhkan dua elemen, yaitu grid dan titik. Grid berfungsi sebagai connector, sedangkan titik berfungsi sebagai acuan tempat terhubungnya grid – grid yang melaluinya. Proses yang terjadi adalah meregangnya, membeloknya garis – garis grid yang tidak terkena titik. Garis – garis ini kemudian akan merapat atau menjauh serta menyatu sedemikian rupa namun tetap melekat pada titik awal. Hasil akhir yang terbentuk tidak lagi berupa kotak – kotak melainkan sebuah bentuk yang variatif, tergantung persebaran titik – titik yang diletakkan pada grid awal.

Apabila melihat hasil akhir dari wet grid ini, tentunya agak sulit membayangkan pada awalnya bentuk tersebut merupakan grid kotak yang sangat sering ditemui. Akan tetapi bila dilihat secara cermat, ada keteraturan yang membentuk sesuatu yang tidak teratur seperti itu. Ini adalah hasil akhir terbentuknya ruang dari metode wet grid

wetgridmodel1

Inovasi wet grid ini menurut saya sangat brilian. Memang sudah saatnya kita berpikir dan mengambangkan sesuatu. Metode desain bentuk dengan wet grid ini sangat layak untuk anda coba, ketimbang hanya pasrah pada bentuk akhir yang terkotak – kotak

Karena kita tidak terbang diudara dan menentukan dunia dari pandangan atas secara 2d. kita hidup dalam dunia 3 dimensi dan bermain dengan ruang.

Sumber :

Yoo Jin Kim Diploma 2,2010,  Choreographing microrevolution project. (www.projectreview2010.aaschool.ac.uk)

http://books.google.co.id/books?id=lCXZggElfpcC&printsec=frontcover&dq=architecture+of+continuity&hl=id&ei=SkaLTbOkDo_svQPp4f3ODg&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=1&ved=0CC0Q6AEwAA#v=onepage&q&f=false” alt=”proses” />

Wow….Rubik dan Geometri

Filed under: contemporary theories — miktha24 @ 17:10
Tags: ,

Lagi-lagi bahasan tentang geometri tidak pernah ada ujungnya…

Begitulah kiranya saya memahami tentang geometri ini bahwa segala sesuatu itu berhubungan dan tentunya, ketika kita seorang yang bijak melihat alam sekitar, maka akan terus menemukan hal baru dan unik yang dapat menjadi inspirasi kita ke depan. Sebelum saya memaparkan hal unik yang saya temukan, ada baiknya sekilas kita melihat sejarah dari rubiks itu sendiri. Rubik’s Cube™ atau lazim disebut kubus rubik adalah sebuah puzzle mekanis yang diciptakan oleh seorang professor arsitektur asal negara Hungaria yang bernama Erno Rubik pada tahun 1974. Lalu, permainan puzzle ini mencapai puncak popularitasnya di awal-awal tahun 1980-an. Bahkan sempat dikatakan bahwa pada masa tersebut rata-rata setiap rumah di Amerika Serikat mempunyai sedikitnya satu buah permainan puzzle ini. Sampai detik ini diperkirakan telah lebih dari 100.000.000 kubus rubik terjual di seluruh dunia. Namun, yang menarik bagi saya adalah bahwa yang menemukan permainan ini adalah seorang profesor di bidang arsitektur. Unbelievable !!! Erno rubik lahir pada tahun 1944 di Budapest, Hungaria, ayahnya seorang ahli mekanik dan ibunya seorang seniman. Sejak kecil Rubik lebih menyukai bidang seni. Ia suka melukis dan bersekolah di kesenian. Tapi setelah menginjak dewasa, ia mulai menyukai bidang teknik. Ia berkuliah di Universitas Budapest jurusan teknik, dan meraih gelar arsitek pada tahun 1967. Lalu, ia meneruskan sekolah di jurusan seni dekorasi, karena kecintaannya pada seni. Setelah lulus, ia menjadi dosen Jurusan desain Interior pada Akademi Seni Rupa di Budapest. Rubik dikenal sangat gemar dengan ilmu geometri. Ia suka memecahkan rumus-rumus sulit dan membahas teori-teori dalam ilmu geometri dengan mahasiswanya. Kerap kali ia menggunakan contoh-contoh yang dibuat dari kertas karton, kardus, kayu atau plastik. Mata pelajaran geometri yang membosankan itu berubah menjadi menarik dan menantang bagi mahasiswanya.

Sungguh luar biasa, hal yang bisa diciptakan oleh Erno itu hanya dengan kekagumannya terhadap benda dan ruang tiga dimensi hingga berujung pada sebuah karya yang fenomenal. Namun, betapa tidak, kita pun bisa seperti itu. Hal yang memancing ketertarikan saya adalah dari bentuk-bentuk rubik itu sendiri, yang bisa kita gunakan dalam metode desain dan perancangan studio arsitektur. Semisal ketika membentuk sebuah eksplorasi organisasi ruang atau eksplorasi bentuk dan fasad bangunan. Hal itu sangat membantu dalam hal pencarian ide. Tinggal kita memilih bentuk rubiks yang unik seperti rubiks yang terdiri dari lingkaran yang dapat dibentuk apa saja, atau bentuk rubik yang terdiri dari komposisi balok dan kubus membentuk bidang persegi. Selain itu, eksplorasi struktur juga dapat kita manfaatkan dalam bentuk rubik itu karena memiliki core sendiri sehingga kita bisa mengetahui bagian-bagian ruang yang akan kita tunjukkan.

Referensi :

1.       http://rubikscubeindonesia.blogspot.com/

2.       http://blog.beswandjarum.com/budinugroho/2010/03/22/sejarah-rubiks-cube/

3.       http://zuhrufi-latifah.blogspot.com/2010/04/erno-rubik-pencipta-permainan-rubik.html

March 23, 2011

Mess is the Law

Filed under: contemporary theories — buyunganggi @ 15:41
Tags: ,

Tulisan ini akan membahas tentang architectural mess yang dimaksudkan oleh Jeremy Till dalam bukunya Architecture Depends. Saya mencoba membahasnya dengan cara membandingkan antara mess yang dimaksud olehnya(Till) dengan pengertian mess oleh dua arsitek lain(Leach & Harries).

Architecture depends… on what? Begitulah pertanyaan yang langsung muncul di pikiran saya ketika membaca judul buku yang ditulis oleh Jeremy Till, Architecture Depends. Arsitektur bukan merupakan sebuah disiplin ilmu yang bisa berdiri sendiri. Buku ini menjelaskan bagaimana seharusnya sebuah arsitektur itu bisa bekerja dengan baik, dengan memperhatikan segala aspek yang terdapat di dunia nyata. Realita kehidupan sehari-hari masyarakat – yang mengokupansi ruang – merupakan fokus utama dalam memproduksi sebuah arsitektur yang baik.

“But architects will deserve this attention only if they give up their delusions of autonomy and engage with others in their messy, complex lives. Then, maybe, mess will be the law“.(Till, 2009)

Jika Mies van de Rohe menyatakan “Less is More”, sedangkan Robert Venturi membantahnya dengan “Less is Bore”, maka Jeremy Till muncul dengan sesuatu yang baru, “Mess is the Law”. Till menekankan tentang mess yang dihasilkan oleh masyarakat kita, bukan merupakan sebuah ancaman bagi sebuah arsitektur. Akan tetapi, merupakan sebuah kesempatan bagi arsitek untuk menyelesaikanya(secara spasial).

“I am only suggesting that contingency is a pivotal feature, and needs to be taken into account rather than avoided as a potential threat. In this contingency situates us in the real world, providing opportunities for transformative change while avoiding the siren calls of ideals”.(Till, 2009)

Pada akhirnya, architectural mess menghasilkan, dalam sebuah masyarakat tertentu, sebuah contingency. Contingency merupakan gabungan antara sebuah keadaan yang sebenarnya/realita dengan sebuah kemungkinan(Hegel,1969). Menurut Till(2009), kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di dalam realita masyarakat kita inilah yang seharusnya diperhatikan oleh para arsitek. Hal yang demikian akan menghindarkan arsitektur dari sesuatu yang ideal, karena sesuatu yang ideal belum tentu merupakan sesuatu yang dibutuhkan.

“Where order and certainty close things down into fixed ways of doing things, contingency and uncertainty open up liberating possibilities for action. In this light contingency is more than just fate; it is truly an opportunity”.(Till, 2009)

Ketika architectural mess melahirkan sebuah contingency, hal tersebut bukan merupakan sebuah ancaman bagi arsitektur. Sebuah kemungkinan justru akan menghasilkan suatu kesempatan yang memicu kreativitas. Lebih lanjut, Till(2009) menganalogikan cara arsitek untuk menyelesaikan kesempatan-kesempatan tersebut, yaitu dengan menjadi Angels with Dirty Faces yang mengibaratkan arsitek merupakan seorang malaikat yang dapat pergi kemana saja bahkan sampai ke kedai-kedai kopi untuk mengamati realita kehidupan masyarakat yang menjadi obyek utama bagi asitektur.

“They then sweep down, colored and embodied, discursive and slightly grubby as they drink cheap coffee from street stalls. It is movement from on high to low and back again that is necessary for architectural angels if one is not going to get overwhelmed by the brute realities of the everyday world”.(Till, 2009)

Dari pembahasan di atas, Jeremy Till lebih menitikberatkan architectural mess yang bersumber dari social lives. Bagaimana dengan arsitek-arsitek lainnya?

“Architects have become increasingly obsessed with image and image-making, to the detriment of their discipline. The sensory stimulation induced by these images may have a narcotic effect that diminishes social and political awareness, leaving architects cosseted within their aesthetic cocoons, remote from the actual concerns of everyday life”. (Leach, 1999)

Neil Leach(1999) mencoba memberikan konteks yang berbeda kepada architectural mess. Menurutnya, akan sangat tidak benar jika para arsitek hanya memikirkan tentang image di dalam sebuah arsitektur. Mess dalam konteks ini lebih menekankan tentang mess yang hadir akibat salah persepsi oleh sang arsitek sehingga menghasilkan sebuah karya arsitektur yang dapat merusak kehidupan sosial budaya masyarakat. Dalam hal ini, mess merupakan sebuah hasil dari suatu tindakan yang dilakukan oleh arsitek.

“Architecture along the principles of functionalism, programmatic, determinism, and technological expressionism, produce building, without connection to site & place, the human being, and history ”.(Harries, 1997)

Karsten Harries(1997) berpendapat bahwa architectural mess adalah apa yang dilakukan oleh para arsitek modernism. Menurutnya, mass production sangat tidak humanis. Oleh karena itu, arsitektur harus lebih memperhatikan manusia yang akan menggunakannya.

Dari ketiga pendekatan tentang architectural mess di atas, masing-masing memang memiliki konteks yang berbeda. Jeremy Till memberikan penekanan bahwa mess yang ada pada masyarakat kita merupakan obyek yang harus dipahami agar menghasilkan sebuah arsitektur yang baik. Sementara Neil Leach menekankan bahwa interpretasi seorang arsitek yang salah terhadap suatu obyek akan menghasilkan mess dalam masyarakat tersebut. Sedangkan Karsten Harries berpendapat bahwa mess akan terjadi jika arsitek tidak memperhatikan manusia sebagai aktor utama dalam arsitektur.

Konsep Dimensi Pada Film Animasi

Filed under: architecture and other arts,contemporary theories — andreatheodore @ 15:35
Tags: ,

Tulisan ini bertujuan memaparkan dan membandingkan pemahaman konsep dimensi pada tiga contoh film animasi Jepang. Tulisan ini bertujuan sekadar memberikan gambaran pandangan orang lain terhadap konsep perbedaan dimensi melalui karya film fiktif.

Contoh 1: Pokemon

Film animasi Pokemon pada seri generasi keempatnya menampilkan monster-monster yang memiliki kemampuan untuk berpindah dimensi. Gambar di bawah ini menunjukkan satu atau dua monster Pokemon yang sedang melakukan perpindahan dimensi. Adapun jalur mereka berpindah pada gambar tersebut melalui suatu lubang temporal yang diciptakan oleh kekuatan monster tersebut.

Dalam serial animasi Pokemon, dimensi digambarkan sebagai satu dunia yang sebenarnya sama, namun berbeda ruang dan waktunya. Ada monster yang diceritakan menguasai suatu dimensi. Mereka sebenarnya berada dalam satu dunia yang sama, namun bisa melihat dimensi-dimensi lain yang digambarkan dengan gelembung (bubble).

Mereka dapat berpindah keberadaannya dari dunia satu ke dunia lain melalui suatu jalur penghubung dan jika kita melakukan sesuatu terhadap bubble dimensi tersebut, maka pada dimensi tersebut akan terjadi fenomena aneh seperti benturan antar ruang yang tidak terlihat dan distorsi waktu. Di salah satu filmnya, tokoh protagonisnya mampu merubah kejadian di masa depan dengan kembali ke masa lalu, namun ia tidak dapat menemui dirinya sendiri pada masa lalu, karena dapat mengakibatkan distorsi.

Contoh 2: Doraemon

Konsep dimensi pada film animasi Doraemon terlihat jelas pada penggunaan mesin waktu berupa sejenis kendaraan yang bisa menjelajahi lorong waktu, dengan pintu masuknya dari laci meja Nobita. Hal ini berarti manusia dapat kembali ke masa lalu dan melakukan sesuatu seperti pada film Pokemon, namun tindakan mereka tidak akan merubah masa depan. Bagaimana hal ini terjadi?

Di dalam filmnya diceritakan Doraemon dan Nobita sudah tahu masa depan yang akan terjadi. Mereka pun kembali untuk mencoba merubahnya. Ia kembali ke masa lalu. Namun, sebelum ia kembali menuju masa lalu, ia akan bertemu diri mereka sendiri yang datang dari masa depan untuk melakukan sesuatu di masa lalu mereka. Jadi, meskipun mereka berniat merubah masa depan, tindakan yang mereka lakukan ternyata akan sesuai dengan masa depan yang sebenarnya.

Jadi, di film ini dimensi yang berbeda dapat dicapai melalui lorong waktu, dan mereka dapat hadir pada ruang yang berbeda pada waktu bersamaan.

Konsep ini juga terlihat dari ‘pintu ke mana saja’. Pintu ini memutus jarak antar tempat, sehingga mereka dapat berpindah dengan cepat ke ruang dan waktu yang berbeda, namun rentangnya tidak sejauh mesin waktu.

Konsep dimensi lain juga terlihat pada kantong ajaib doraemon yang dapat menyimpan benda-benda ajaib milik doraemon dalam jumlah tak terbatas. Dalam suatu situs internet disebutkan bahwa kantong ini benda berdimensi 4 yang berukuran tanpa batas. Jadi, ada pemahaman bahwa konsep wujud 4 dimensi adalah ruang yang tak terbatas.

Contoh 3: Dragon Ball

Konsep dimensi pada film animasi Dragon Ball Z terlihat melalui penggunaan Time Machine. Time Machine adalah mesin yang diciptakan oleh ‘Bulma masa depan’ untuk digunakan oleh ‘Trunks masa depan’ agar dapat bepergian menuju masa depan ataupun masa lalu.

Ketika berkelana kembali ke masa lalu, Time Machine ini menciptakan aliran waktu yang baru yang bercabang dari waktu yang seharusnya. Setiap perubahan yang terjadi ketika kembali ke masa lalu akan berpengaruh pada masa depan pada aliran waktu yang baru.

Jadi, pada film ini, dimensi dijelaskan terpisah berdasarkan waktu dengan ruang yang sama. Saat Trunks masa depan (remaja) kembali ke masa lalu, ia bertemu dengan Trunks saat ini (present) yang masih kecil. Seseorang dapat bertemu dengan dirinya sendiri, namun tidak dalam waktu yang sama.

Dimensi dipisahkan oleh waktu, namun tetap pada ruang yang sama. Hal ini berbeda dari Pokemon yang memisahkan ruang dan waktu antar dimensi dengan bubble-buble. Selain itu, film Dragon Ball ini menciptakan 2 jalur masa depan. Masa depan yang seharusnya terjadi tidak berubah dan tetap terjadi, namun terpisah dari dunia masa depan yang tercipta akibat pengaruh perubahan tindakan manusia yang kembali ke masa lalu.

Tokoh-tokohnya dapat hadir pada ruang yang berbeda pada waktu bersamaan maupun pada waktu yang berbeda dalam ruang yang sama, karena jalur waktu dapat mengalami percabangan.

Dari ketiga contoh ini dapat dilihat pemahaman yang sedikit berbeda, namun semuanya membahas dimensi yang berbeda melalui variabel ruang dan waktu.

4 Dimensi

Filed under: contemporary theories — andreatheodore @ 15:23
Tags: ,

Saya sangat penasaran dan ingin sekali mengetahui apakah ada wujud berdimensi 4, atau wujud yang berdimensi lebih dari 3. Lalu, saya menemukan istilah tesseract. Kata tesseract digunakan pertama kali pada tahun 1888 oleh Charles Howard Hinton dalam bukunya A New Era of Thought. Tesseract ini dianggap sebagai contoh wujud berdimensi 4. Saya pun tertarik untuk mengetahui penjelasan proses membentuk benda ini hingga sampai pada wujud berdimensi 4. Berikut adalah wujud tesseract.

Dari penjelasan pada kolom 1, terlihat jika titik berubah menjadi garis. Kita bisa mengambil logika bahwa titik tersebut diperbanyak dan disusun berbaris dengan sangat rapat ke satu arah, yang saya anggap ini arah koordinat sumbu-x. Proses ini akan dilakukan berulang pada kolom-kolom gambar selanjutnya.

Pada kolom 2, garis diperbanyak dan disusun ke satu arah, namun ke arah yang berbeda dari sumbu-x, yaitu (anggap) ke arah sumbu-y. Proses ini menghasilkan bentuk 2 dimensi berupa bidang segi empat (anggap persegi), yang di dalamnya terdapat 2 sumbu koordinat, yaitu x dan y.

Pada kolom 3, persegi diperbanyak dan disusun ke satu arah, namun ke arah yang berbeda dari sumbu-x dan sumbu-y, yaitu (anggap) ke arah sumbu-z. Proses ini menghasilkan bentuk 3 dimensi berupa bangun ruang (anggap kubus), yang di dalamnya terdapat 3 sumbu koordinat, yaitu x, y dan z

Lalu pada kolom 4, kubus diperbanyak dan disusun ke satu arah, namun ke arah yang berbeda dari sumbu-x, sumbu-y dan sumbu-z, yaitu (anggap) ke arah sumbu-w. Proses ini menghasilkan bentuk 4 dimensi berupa bangun tesseract, yang di dalamnya terdapat 4 sumbu koordinat, yaitu x, y,z dan w

Terlihat sederhana, bukan? Tapi, tunggu. Apa bedanya bangun kubus pada kolom 3 dengan tesseract pada kolom 4? Sumbu-w itu ke arah mana? Kita bisa menerima dan mengerti arah-arah sumbu-x,y, dan z yang saling tegak lurus, namun tidak dengan arah sumbu-w yang tidak tegak lurus terhadap sumbu lainnya dan tidak jelas ke arah mana. Jadi, masalahnya di mana? Prosesnya memang terlihat benar dan bisa diterima, namun hasilnya sulit dipahami. Apa bedanya dengan 2 buah kubus yang dihubungkan ke satu arah

Menurut saya, mata dan otak manusia belum mampu memahami proses yang terjadi pada kolom 4 dengan baik. Sekarang saya akan coba jelaskan dengan proses yang mirip namun berbeda. Anggap kubus pada kolom 3 akan kita perbanyak dan kita susun ke satu arah sumbu yang kita kenal, misalnya ke arah sumbu-x. Apa yang terjadi? Kubus-kubus yang berimpit seperti gambar di bawah ini?

Atau seperti gambar ini? Garis-garis yang berkumpul dan membentuk persegi dalam satu kubus akan saling berimpit dengan garis-garis pada persegi dalam kubus lain, dengan asumsi jumlah kubus yang berderet pada satu arah ini sangat banyak.

Lalu, apa yang terbentuk? Mata manusia hanya dapat berasumsi bahwa benda yang kita lihat hanya balok panjang biasa. Padahal, seharusnya terdapat banyak sekali bidang-bidang dan garis yang saling berimpit dan beririsan. Kita tidak dapat melihatnya, namun kita tahu ‘itu’ ada di sana.

Pemahaman saya terhadap benda dimensi 4 ini adalah sesuatu yang kita tahu ada, namun tidak dapat dijelaskan melalui panca indera manusia. Contoh yang terpikirkan dalam benak saya adalah manusia. Kita tahu manusia terdiri dari jiwa dan raga, namun kita tidak dapat menjelaskan jiwa itu melalui kelima indera kita.

Memang, pemahaman ini memiliki banyak kelemahan, terutama dalam membedakan hal yang kita tahu ada namun tidak bisa kita jelaskan, dengan hal yang kita percayai (kepercayaan). Dan jika penjelasan ini dilanjutkan, bisa merujuk kepada hal yang berbau mistis, seperti Tuhan, roh, dan lain sebagainya. Tulisan ini pun bertujuan hanya untuk mencoba mengkritisi proses terbentuknya bentuk tesseract yang dianggap wujud berdimensi 4 berdasarkan pemikiran orang awam.

March 22, 2011

Dimensi Keempat

Filed under: contemporary theories — safiraalkatiri @ 19:47
Tags: , ,

Tahukah kalian, darimana awal mula pernyataan dimensi keempat tercipta? Teori tersebut muncul dari system Euclidean dan non Euclidean.

“Bayangkan jika kita ingin bepergian dari New York ke Madrid, dua kota yang berada pada garis lintang yang hampir sama. Jika bumi ini datar, rute terpendek akan berupa garis lurus ke timur. Jika kita melakukan demikian, kita akan tiba di Madrid setelah menempuh jarak 5931 km. Namun karena lengkungan bumi, ada jalur yang pada peta datar terlihat melengkung sehingga lebih panjang, tetapi sebenarnya lebih pendek. Kita bisa menempuh 5768 km bila mengikuti rute lingkaran-akbar, yang awalnya mengarah ke timur laut lalu sedikit demi sedikit membelok ke timur lalu ke arah tenggara. Selisih jarak antara dua rute ini disebabkan oleh kelengkungan bumi, tanda dari geometri non-Euclidean.”

Dalam teori Euclidean dan non-euclidean, terdapat istilah koordinat untuk menentukan posisi titik, garis, bidang, hingga ke dalam ruang. Seorang jenius bernama Einstein selanjutnya mengembangkan ilustrasi lengkungan ruang dan waktu dalam relativitas berdasarkan postulat non Euclidean. Di dalamnya, interaksi tubuh, yang sampai sekarang telah dianggap berasal dari gaya gravitasi, dijelaskan sebagai pengaruh badan pada geometri ruang-waktu (dimensi ruang empat, sebuah abstraksi matematis, memiliki tiga dimensi ruang dan waktu Euclidean sebagai dimensi keempat).

Konsep teori relativitas

  • Teori relativitas umum Einstein-Teori yang lebih luas, dengan memasukkan graviti sebagai fenomena geometris dalam sistem koordinat ruang dan waktu yang melengkung, juga dimasukkan kerangka acuan non inersia (misalnya, percepatan).

Berkat hasil kerja Einstein, fisikawan menyadari bahwa dengan menetapkan kecepatan cahaya sama untuk semua kerangka acuan, teori Maxwell mengenai kelistrikan dan kemagnetan mengajarkan bahwa waktu tak dapat dipisahkan dari ruang tiga dimensi. Alih-alih, waktu dan ruang saling berjalinan. Ini seperti menambahkan arah keempat berupa masa depan/masa lalu pada tiga arah biasa yaitu kiri/kanan, maju/mundur, dan atas/bawah. Fisikawan menyebut perpaduan antara ruang dan waktu dengan “ruang-waktu.” Nah, karena ruang-waktu berisi arah keempat, mereka menyebutnya dimensi keempat. Dalam ruang-waktu, waktu tidak lagi terpisah dari ruang tiga dimensi. Sebagaimana definisi kiri/kanan, maju/mundur atau atas/bawah bergantung pada orientasi pengamat, demikian pula arah waktu juga bervariasi bergantung pada kecepatan pengamat. Pengamat-pengamat yang bergerak dengan kecepatan yang berbeda akan memilih arah waktu yang berbeda pula dalam ruang-waktu. Karena itu teori relativitas khusus Einstein menjadi model baru yang membuang konsep waktu mutlak dan diam mutlak.

Cara yang baik untuk melukiskan kelengkungan adalah memikirkan permukaan bumi. Meskipun permukaan bumi hanya dua dimensi (karena hanya dua arah di sepanjang permukaan, seperti utara/selatan dan timur/barat), saya akan memakainya sebagai contoh sebab ruang dua-dimensi lengkung lebih mudah digambarkan daripada ruang empat-dimensi lengkung (spherical). Geometri dari ruang lengkung seperti permukaan bumi bukanlah geometri Euclidean yang kita kenal. Contohnya, pada permukaan bumi, jarak terpendek dari dua titik – yang kita kenal sebagai garis dalam geometri Euclidean – adalah jalur yang menghubungkan dua titik di sepanjang apa yang disebut lingkaran-akbar. (lingkaran akbar adalah lingkaran di sepanjang permukaan bumi yang titik pusatnya sekaligus adalah pusat bumi. Khatulistiwa adalah contoh lingkaran-akbar, sehingga sembarang lingkaran didapat dengan memutar-mutar khattulistiwa di sepanjang diameter-diameter yang berbeda-beda.)

Menurut hukum gerakan Newton, benda-benda seperti meriam dan planet bergerak pada garis lurus kecuali dikenai gaya terhadapnya, misalnya gravitasi. Namun gravitasi, pada teori Einstein, bukanlah gaya sebagaimana gaya-gaya yang lain; namun, gravitasi merupakan akibat dari massa yang menarik-narik ruang-waktu, sehingga tercipa kelengkungan. Menurut teori Einstein, benda bergerak dalam geodesic, yaitu bentuk terdekat dengan garis lurus pada ruang lengkung. Garis adalah geodesic pada ruang datar dan lingkaran akbar adalah geodesic pada permukaan bumi. Bila tidak ada materi, geodesic dalam ruang-waktu empat-dimensi sesuai dengan garis pada ruang tiga-dimensi. Namun ketika materi ada, menarik-narik ruang-waktu, jalur benda pada lengkungan permukaan tiga-dimensi sedemikian hingga sebagaimana pada teori Newton dijelaskan sebagai tarikan gravitasi. Ketika ruang-waktu tidak datar, jalur benda terlihat bengkok, sehingga terkesan ada gaya yang sedang bekerja pada jalur itu.

referensi:

The Grand Design karya Hawking & Mlodinow

Nama: Arsitektur, Jenis Kelamin: ?

Filed under: contemporary theories,perception — belonia90 @ 08:43
Tags: , ,

Berawal dari sebuah catatan “coba dibaca” di sebelah sebuah kalimat “Words and Building –Adrian Forty” yang ternyata menggiring penelusuran saya pada satu dari sekian banyak hal yang Adrian Forty bahas dalam essay-essay nya itu.  “Masculin- Feminine Architecture”, sebut saja jenis kelamin, ya jenis kelamin arsitektur.

Mungkin bukanlah sebuah hal yang aneh bagi yang pernah belajar Bahasa Jerman atau Bahasa Perancis dimana setiap kata benda memiliki jenis kelaminnya sendiri, seperti dalam Bahasa Perancis, “jenis kelamin” benda yang disebut menentukan partikel apa yang menjadi pengiringnya sebagai contoh mobil yang dalam Bahasa Perancis adalah “voiture” yang entah karena image tersiratnya atau karena akhiran vokalnya yang membuatnya menjadi berjenis kelamin betina (feminine) lalu diberi partikel untuk feminine yaitu “une” (un untuk jantan/masculin) menjadi “une voiture” . Padahal jika dilihat image mobil – otomotif sering dikaitkan dengan pria – macho – jantan tapi jika dilihat dari lekuk-lekuk tubuh mobil kebanyakan ada masuk akal juga jika menyebut mobil berjenis kelamin betina. Dari sini saya mendapat petunjuk mengenai jenis kelamin, 1. Kesan (image) dan yang ke 2. Bentukan fisik

Awalnya pemikiran saya terhadap konsep masculine-feminine ini tertuju pada siapa yang membuat karya arsitektur tersebut, apakah wanita ataukah pria namun ternyata konsep masculin-feminine architecture ini tidak sepenuhnya berkutat pada hal itu. (Saya jadi teringat akan salah satu kuliah di mata kuliah lain tentang penyebutan MAN-MADE instead of WOMAN-MADE yang seakan-akan sudah menunjuk bahwa arsitektur itu diperuntukan bagi pria-lahan pria-kecenderungan bentuk-bentuk yang dibuat pria yang simple-logika-ego dibanding bentuk-bentuk wanita yang terkadang membawa hati). Ya seperti mobil tadi jika arsitektur katakanlah adalah sebuah benda bukanlah tidak mungkin dia juga mempunyai jenis kelamin. “Penentuannya” setelah saya baca dari berbagai sumber merujuk pada petunjuk saya sebelumnya yaitu kesan atau bentukan fisik.

Seperti yang saya baca dalam sebuah situs berjudul “Ruskin and the female body: the feminine as the theoretical precondition for architecture” ditulis Juni 2009 oleh Anuradha Chatterjee, disebutkan tentang DORIC dan IONIC ORDER yang jika dikesankan dan ditelusur bentukan fisiknya DORIC terlihat lebih kuat-tegas dengan garis lurus seperti figur pria-jantan dibanding IONIC yang terlihat lebih langsing (slender ia menyebutnya) lebih luwes dengan ornament melingkar spiral seperti figur wanita-feminin yang halus dan lembut.

Jantan-Betina jadi mengingatkan saya pada Jembatan Teksas yang dibuat atas filosofi Lingga-Yoni. Jembatan Teksas yang memiliki jalan masuk dari Fakultas Teknik penyambutanya dibuat seperti penggambaran dari “jantannya Teknik” (mencuat-tegas) dan jalan ujungnya yang berakhir di Fakultas Sastra (FIB) yang mayoritas dihuni wanita penyambutannya dibuat seperti penggambaran “betinanya Sastra” (melingkar setengah lingkaran-luwes). Namun sayangnya hal ini kurang terkomunikasikan baik dari kesan maupun dari bentukan fisiknya sehingga filosofi yang sebegitu dalamnya hanya bisa dinikmati dari tulisan maupun cerita lisan, dirinya sendiri kurang bisa memunculkan kesan atau filosofi dibalik fisiknya pada penjelajah jembatan ini. Filosofi ini seakan hanya menjadi penghias dari struktur besar kebanggaan ini.

Pada akhirnya arsitektur, jenis kelamin=?, jantan-betina-atau jantan betina kesan atau karakter yang lahir dari tangan dan pemikiran para jantan dan betina bukanlah masalah karena arsitektur juga adalah ekspresi, media penyaluran, dia lahir berbentuk apa atau mengesankan apa itulah yang mencitrakan dirinya. Arsitektur bukanlah untuk siapa, dia ada tidak diperuntukkan khusus bagi pria saja atau wanita saja, jantan atau betinakah dia, Arsitektur itu merangkul semua, terbuka dan menggandeng semuanya, andai arsitektur punya mata, ia membuka lebar matanya bagi siapa saja yang ingin melihat sinarnya, sayang mata dunia menutupnya sebagian hingga terkadang tidak semua sinarnya bisa sampai ke semua orang dan menjadikannya memandang sebelah mata.

Sumber:

http://findarticles.com/p/articles/mi_m3575/is_1241_208/ai_64263439/

http://findarticles.com/p/articles/mi_6973/is_1_19/ai_n54399174/

March 16, 2011

Bagaimana Persepsi Psikologi dapat Menentukan Karakter Arsitek dalam Desainnya?

Filed under: contemporary theories — safiraalkatiri @ 20:16
Tags:

Setelah mengikuti kuliah Geometri & Arsitektur pada 16 Maret yang lalu tentang Geometry & Perception, timbul pertanyaan dalam diri saya apakah dengan mengembangkan pemahaman tentang psikologi dapat menciptakan karakter tertentu seorang designer terhadap proses designnya?

Sebagai contoh adalah arsitektur pada masa post modern. Pada masa post modern, seperti halnya sejarah kehidupan manusia, prinsip arsitektur yang digunakan adalah menginginkan untuk kembali kepada masa lalu. Maka Arsitek post modern berupaya untuk menerjemahkan semiotics ke dalam bentuk-bentuk arsitektur. Semiotics adalah studi hubungan antara signs (tanda) dengan simbol, dan bagaimana orang memberikan arti (meaning) antara keduanya. Dalam keadaan ini secara tidak sadar atau mungkin secara sadar para arsitek di masa post modern ini telah terbentuk karakternya sesuai dengan teori Gibson (1979); registered by observer, perception process as “meaningful”.

Apakah persepsi seseorang tentang arti dengan sendirinya akan berubah sesuai dengan perkembangan sejarah, sehingga arti dari sebuah bentuk arsitektur telah berubah antara era Romawi, Gothic, Renaissance, Baroque, dan era modern, atau oleh masing-masing karakter arsitek itu sendiri?

Referensi:

Framton, Kenneth, (1980), “A Critical History of Modern Architecture”,
Thames and Hudson.

Click to access 04-psikologi-arsitektur-post-modern.pdf

June 2, 2010

Transformasi Permainan Domino

Filed under: contemporary theories,everyday geometry — andisuryakurnia @ 14:24
Tags: , ,

Pada dasarnya manusia suka bermain, yang disebut “Homo Ludens” (Man The Player) oleh ahli sejarah Johan Huizinga. Permainan yang mem-’bumi’ ialah permainan kartu, ’domino’ adalah salah satu jenis permainan yang paling populer di kalangan anak-anak maupun orang dewasa. Kartu domino ialah kartu yang memiliki ’dot’ berbentuk lingkaran penuh berwarna sebagai penunjuk ’muatan’ kartu.

Permainannya ialah dengan menyambung salah satu ujung dari kartu tersebut sesuai dengan muatan yang tertera pada ujung kartu tersebut. Pemenang didasarkan pada pemain yang berhasil melengkapi sambungan kartu tersebut dengan sempurna, dan jika belum sempurna maka pemain yang memiliki jumlah muatan terbanyak dari kartu ’sisa’ dianggap sebagai pemain yang kalah.

Muatan dari kartu berupa ’dot’ ini menjadi penanda dalam pikiran untuk menyelesaikan permainan. Pada bidang yang lain (baca: psikologi), kartu domino juga dapat digunakan untuk mengasah kemampuan otak anak-anak dalam mengingat dan membaca kata-kata yang terucap dalam bahasa Inggris.

Dalam permainan domino ini, pikiran kita sudah ter-’doktrin’ untuk melihat salah satu sisi dari satu kartu (yang dipisahkan oleh garis tengah berwarna yang sama). Permainan di alam pikiran ini kemudian menggerakkan saya untuk melakukan intervensi terhadap permainan domino secara utuh dengan memasukkan konsep pembuatan kemasan (baca: 3 prinsip dasar) yang bertujuan untuk memberikan tantangan baru dalam membaca dot-dot yang tertera dalam sebuah kartu. Kebiasaan umum permainan yang hanya menyambung kartu berdasarkan salah satu sisi kartu coba saya kaji lebih jauh. Ternyata jika diselipkan prinsip dasar kemasan maka saya dapat memperoleh muatan lain dari dot yang hadir pada kedua sisi dalam satu kartu domino. Hal ini saya angkat untuk memberikan alternatif penyambungan kartu pada saat kartu yang kita miliki tidak berjumlah dot yang sama dengan jumlah dot pada salah satu sisi kartu domino ini, selain itu juga untuk memberikan alternatif strategi baru dalam menyelesaikan permainan dengan bantuan ’lipatan’ dalam pikiran (tidak nampak nyata).

Tiga prinsip dasar kemasan saya aplikasikan dalam penentuan ’muatan’ baru yang ditampilkan oleh jumlah dot-dot kartu sebagai berikut:

Struktur Dasar ]Domino]

Sebagai kumpulan kartu permainan, domino memiliki struktur dasar berupa dot-dot (bisa juga kosong) pada kedua sisi dalam satu kartu yang dipisahkan oleh sebuah garis tengah. Garis tengah yang pada umumnya dilihat sebagai garis pemisah kedua sisi kemudian saya asumsikan sebagai garis ’lipat’ yang juga hadir pada pola pembuatan kemasan. Dengan melipat kartu ini maka kedua sisi pada kartu tersebut dapat dipertemukan. Proses pelipatan ini kemudian memberikan ’jejak’ pada kedua sisi yang baru saja bertemu. Jejak yang membekas ini kemudian menjadi komponen dot pada kedua sisi tersebut. Dan dari semua struktur dasar kartu domino, terditeksi enam buah kartu yang dapat memiliki muatan yang berbeda dari tampilan yang terlihat (1-2, 2-2, 2-3, 3-3, 3-4, 4-1). Keenam kartu ini kemudian di’lipat’ untuk memberikan muatan baru.

Metode Kunci ]Dot]

Hasil dari proses pelipatan ini kemudian dikembalikan pada struktur dasar kartu, seperti metode kunci pada kemasan, sehingga didapatkan kartu dengan struktur yang menyerupai hasil pelipatan. Hal ini juga berlaku pada proses kelima kartu lainnya sehingga seakan-akan didapatkan beberapa kartu ’tambahan’ untuk dapat menyambung kartu domino yang ada dalam permainan ini.

Proses Penyusunan [Kartu]

Setelah didapat ’kartu tambahan’ ini maka permainan mendapatkan alternatif baru dalam proses penyusunan kartu domino. Dengan ’bentuk’ baru ini, permainan domino mampu menstimulus otak untuk berpikir ’melipat’ dalam mencari penyelesaian dan memunculkan alternatif strategi untuk memenangkan permainan. Jadi permainan yang kasat mata dapat dikembangkan menjadi permainan di alam pikiran dan tetap asyik untuk dimainkan.

Dari percobaan kecil yang diintervensi ini saya belajar bagaimana koneksi menjadi penting dalam proses (penyusunan) baik dalam permainan maupun bidang serius (tidak main-main) lainnya yang lebih luas dan kompleks. Sekali lagi hal ini menunjukkan pula peran geometri dalam sebuah proses, tak terkecuali proses berarsitektur untuk menghasilkan alternatif-alternatif baru sebagai tanggapan atas perkembangan dunia arsitektur itu sendiri.

Bagaimana tanggapan anda?

Sumber:

http://teachingkinders.com/pages%20for%20samples/left.html

Fractal Architecture

Filed under: contemporary theories — arumthequeen @ 14:18
Tags: ,

Fractal, pada saat kita mendengar kata ini kita pasti akan langsung mengaitkannya dengan matematika, pelipat gandaan dan geometry. Beberapa definisi yang saya temukan berkenaan dengan fractal menyatakan bahwa fractal adalah sebuah kajian didalam matematika yang mempelajari mengenai bentuk atau geometri yang didalamnya menunjukan sebuah proses penggandaan yang tanpa batas. Geometri yang dilipat gandakan tersebut memiliki kemiripan bentuk satu sama lain (self-similarity), dan pada penyusunan pelipatgandaannya tersebut tidak mengacu pada satu pakem orientasi tertentu bahkan cenderung meliuk liuk dengan detail dan dimensi yang beragam mulai dari kecil hingga besar.
Fractal ini banyak ditemui di alam, seperti pada pola yang terdapat di daun, ranting ranting disebuah pohon, pada detail yang bisa kita lihat pada sebuah kepingan salju, di sayur brokoli yang kita makan, di gugusan awan putih yang kita pandang, di dalam riak ombak, dan banyak lagi bila kita mencoba memperhatikan sekitar kita secara lebih teliti.
Fractal bisa dikatakan sebagai sebuah simetri yang terbentuk di alam. Simetri yang selama ini kita kenal terutama yang biasa digunakan dalam Euclydian Geometri adalah simetri yang sama dan sebangun. Sementara simetri yang terdapat di dalam fractal geometri mengandung campuran antara unsur order seperti yang terdapat di dalam simetri euclydian sekaligus memiliki unsur kejutan di dalam bentuk komposisi ritmis yang tidak dapat ditemui di dalam euclydian geometri.
Kaitannya dengan desain dan arsitektur, euclydian geometri dianggap tidak menunjukkan adanya alur dengan unsur kedalaman tekstur di dalamnya, bahkan bila kita amati lebih lanjut, bentuk yang terdapat di dalam euclydian geometri hanya terdiri dari garis dan lengkung. Dan di dalam arsitektur menurut Carl Bovill di dalam bukunya Fractal Geometry In Architecture And Design, penggunaan bentuk bentuk euclydian geometri di dalam arsitektur menghasilkan karya arsitektur yang datar dan tidak alami, sementara penggunaan fractal geometri dianggap lebih mendekati bentuk dan proses transformasi bentuk yang terjadi di alam. Terutama dalam menghasilkan komposisi ritmis yang lebih kompleks, yang dapat memberikan elemen order dan surprise pada saat yang bersamaan.
Fractal di dalam arsitektur dipahami sebagai komponen dari bangunan yang mengulangi bentuknya kembali di dalam skala skala yang berbeda. Beberapa arsitek ternama dunia ternyata telah menggunakan pendekatan fractal geometry di dalam karya arsitektur mereka. Seperti contohnya yang dilakukan oleh Le Corbusier pada Villa Savoye atau Frank Llyod Wright pada Palmer House. Bila kita tarik mundur jauh ke belakang, ternyata karya karya arsitektur klasik atau beberapa arsitektur tradisional pun dapat dijelaskan melalui matematika fractal. Dalam hal ini saya melihat Candi Borobudur dengan sebaran stupanya dapat diurai dan dijelaskan dengan geometri fractal.
Sementara untuk arsitek postmodern atau contemporer sekarang ini banyak dari mereka yang menggunakan pendekatan geometri fraktal dalam karya karyanya. Seperti yang bisa kita lihat pada beberapa karya Zaha Hadid, salah satunya yaitu kompleks Masjid di Strasbourg, Prancis. Yang oleh Zaha Hadid dikatakan merupakan sebuah bangunan yang dirancang dengan pendekatan ‘fractal space’, terinspirasi oleh geometri Islami, bentuk fisik dan simbolik dari air, metafora kaligrafi dan metodelogi pembentukan pola, yang menurutnya gabungan dari semua itu menghasilkan karya yang puitis dengan bentuk yang mengalir.

Click to access Jsalaworkshop.PDF

http://en.wikipedia.org/wiki/Fractal
http://books.google.co.id/books?id=9YxYdih3TEoC&pg=PT47&lpg=PT47&dq=zaha+hadid+fractal
Carl Bovill, Fractal Geometry in Architecture and Design. Boston: Birkhauser Verlag ag, 1996.

May 31, 2010

Pelipatan, Martabak.

Filed under: contemporary theories,everyday geometry — agungsetyawan89 @ 23:27
Tags:

Martabak: makanan jenis ini banyak sekali ditemui, baik dijual pedangan kaki lima maupun restoran.. sedangkan yang paling jamak ditemui adalah penjual martabak dipinggir jalan martabak telur ataupun manis yang kadang berlabel martabak bangka.

Proses pembuatan martabak telur, dari mulai membuat kulitnya sampai masuk ke dalam dus kecil
menjadi atraksi tersendiri yang cukup menarik sambil menunggu makanan tersebut siap di santap ataupun dibawa pulang.

kurang lebih prosesnya seperti ini
(jangan jadikan ini panduan membuat martabak sungguhan)

Minyak dipanaskan di atas wajan ceper. Siapkan pula isian berupa telur daging cincang potongan daun bawang beserta bumbu dikocok dalam gelas stainless yang khas.

Kemudian atraksi utama pun dimulai, yakni:
Pembuatan kulit martabak dari adonan yang kurang lebih ukurannya sekepalan tangan balita.

Proses yang paling mengagumkan ini bermula dari menaruh adonan ke atas papan(biasanya batu marmer) yang sudah cukup licin karena diberi sedikit minyak, menaruhnya juga tidak kemayu, tapi sedikit di banting agar si adonan ini agak gepeng. Selanjutnya di tekan-tekan agar semakin pipih dan lebar, lalu… wah ini saya kehabisan kata-kata untuk menggambarkannya. Bahkan mungkin sipembuat juga akan kebingungan ketika harus menjelaskan proses ini tanpa dipraktekkan langsung.

Adonan seperti dibolak balik, dengan memegang pangkalnya, sehingga adonan tersebut akan semakin melar. Dengan begitu adonan yang bakal menjadi kulit ini akan menyerupai lingkaran, sampai kurang lebih berdiameter 40cm.

Kulit ini kemudian di goreng diatas wajan ceper, kemudian isian yang sudah disiapkan tadi dituang ke tengah dari kulit tersebut, namun masih menyisakan pinggiran yang nanti dilipat agar dapat menutupi isinya.

hmm. mungkin dengan penjelasan dengan cara sedikit matematis akan lebih mudah dipahami.

Dari kulit yang krg lebih berdiameter 40 cm, kita letakkan isi di bagian tengah, dengan sedikit melebar. pelipatan ini seperti melipat amplop, dari empat sisi membentuk persegi panjang dengan ukuran krg lebih 30×12.

Proses pelipatan ini ternyata cukup menentukan, bahkan menurut bbrp sumber asal kata martabak ialah melipat.
Pertama, agar isian tertutup, sehingga martabak dapat dibalik dan dapat matang seluruhnya. Kedua, agar bentuk akhir dapat sesuai dengan keinginan, dalam hal ini bentuk persegi panjang.

Setelah matang, martabak tersebut di tiriskan, lalu siap dipotong menjadi dua bagian, ditumpuk kemudian dipotong lagi menjadi tiga sehingga didapat 12 potongan martabak berukuran kurang lebih 6x6cm, ukuran yang cukup sesuai untuk diambil dengan tangan. lalu semua dimasukkan ke dalam dus berukuran 15×10.

Demikian kira-kira runutan dari proses pembuatan satu dus martabak. berisi 12 potong martabak yang pas ditangan. tulisan ringan ini, semoga dapat mengingatkan bahwa geometri dapat berlaku pada banyak aspek keseharian. Digunakan dengan dalih berbeda-beda namun kebanyakan bertujuan untuk dapat mempermudah kegiatan manusia.

Sumber lain:
http://www.strov.co.cc/2010/05/martabak.html

April 6, 2010

Good Framing Good Cinema?

Filed under: architecture and other arts,contemporary theories — datunpaksi @ 00:02
Tags: , ,

Menikmati film apapun bentuknya sepertinya dahulu tidak begitu memperhatikan apa yang biasa disebut dengan framing dalam bahasa sinematografi. Framing adalah aspek yang bisa jadi tidak cukup akrab untuk dicermati. Karena kita memperhatikan aspek lain yang bisa jadi, bisa kita kaji secara lebih mudah dalam sebuah film, tema, pewarnaan dan setting, isu yang dominan, cukup baguskah casting para pemainnya, fotografinya sampai pada skenario cerita. Ketika kita cukup mengenal terdapat pula unsur geometri dalam proses kelahiran sebuah frame dalam film, kita jadi sejenak merenungkan dan membayangkan film-film yang pernah kita nikmati.

Ketika kita berbicara tentang frame pada sebuah gambar , kita berhadapan pada sebuah pola yaitu pola dua dimensi, untuk identifikasi pola tersebut dan berbagai elemen didalamnya yang di atur diatas permukaan dua dimensi tersebut, dimana di dalam pola tersebut kita mengenali dan menata bentuk grafis, warna dan berbagi bentuk lain yang berhubungan dengan frame, untuk menciptakan sebuah komposisi. Struktur ini tidak terbentuk begitu saja dengan sendirinya , tetapi disusun berdasarkan tujuan tertentu yang akan dicapai , dalam hal ini sebuah frame komposisi sebisa mungkin merupakan media penyampaian sebuah ide, pesan dan makna tersirat ataupun tersurat.

Sutradara film Kala, Joko Anwar juga menyajikan konsep pembabakan dalam scene dalam penyajian sebuah film, didalamnya terdapat unsur pergerakan dan komposisi secara lengkap. Bagaimana pada saat figure manusia berhadapan dengan figure lain  yang berlawanan dan tetap harus menjadi point of interest dari semua keseluruhan adegan. Apakah adegan tersebut menjadi sebuah horizontal-composition, macam ilustrasi komposisi yang ditampilkan dalam lukisan Wheatfield atau Stormy Wheater karya Ruisdael.  Sebaliknya berbicara tentang vertical-composition seperti yang diilustrasikan dalam lukisan Friedrich. Komposisi lingkaran circular-composition biasanya digunakan untuk menggambarkan kebajikan , keabadian ataupun sesuatu yang dinamis, penggunaan komposisi circular/lengkung sebagai komposisi utama akan menghasilkan kesan yang harmoni. Seniman Renaissance seperti pelukis Raphael The Betrothal of the Virgin  ( Sposalizio) dan Arsitek Brunelleschi biasa menggunakan sesuatu yang berbentuk circular untuk menggabungkan sesuatu yang statis dengan garis lengkung yang harmonis , dalam dunia iklan , lingkaran selalu digunakan untuk menggambarkan dan memberi kesan pada produk awet dan tahan lama. Diagonal-composition secara khas menekankan suatu drama pergerakan atau kedalaman yang berarti bahwa diagonal bekerja pada 2 dan 3 dimensi.seperti untuk mengilustrasikan perbedaan penggunaan efek yang  dramatis.

Dari sedikit ilustrasi tentang metode pengolahan frame tadi, dalam takaran yang sangat ideal setiap frame dalam film selalu melalui proses penyusunan story-board yang terukur letak komposisi dan arahan adegan apa yang akan menjadi titik penting dalam satu scene. Story-board yang baik akan merangkum semua detail penting yang akan ditampilkan tanpa terkecuali. Dimana sang tokoh akan berdiri, gesture tubuhnya, pola interaksi dan dialog yang harus terjadi.

Membayangkan kita menikmati adegan dalam Trainspotting arahan sutradara Danny Boyle. Sebuah film satir tentang sekumpulan pemuda Scottish yang berada dalam lapisan masyarakat paling rendah karena pengaruh obat bius dan pergaulan bebas. Dalam salah satu scenenya, terdapat adegan yang meleburkan kondisi realitas dan unrealitas para pelakunya dikarenakan pengaruh obat bius yang sedemikian hebat. Dalam beberapa menit penonton dibawa dalam kondisi nyata, tapi dalam beberapa menit kemudian semuanya hancur berantakan karena semuanya ternyata hanya ilusi. Penonton tentu sudah tidak akan berpikir akan seperti apakah komposisi yang baik itu akan berlangsung, karena ritme dan klimaks berlangsung demikian cepat. Sangat jauh berbeda pada saat kita menikmati Bulan Tertusuk Ilalang karya Garin Nugroho semisal. Tempo yang sangat lambat dan masif sepertinya memberikan kita cukup waktu untuk menemukan komposisi apa yang akan dihadirkan. Meskipun pada akhirnya, proses kesadaran akan pola framing ini kadangkala berjalan sendiri-sendiri dan mungkin kita tidak perlu framing yang sempurna untuk menilai sebuah film bagus atau tidak. Framing yang sempurna adalah nilai tambah yang sempurna sejatinya, tapi unsur lain akan tetap berada dalam porsinya untuk dijadikan sebagai parameter penilaian juga.

Ninadwihandajani.

 

Referensi.

Materi Kuliah Sinematografi oleh Arif Pribadi

Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta
2007

Layout, content, graphics v. Lise Mark ©2005

Public-Lecture Joko Anwar, The Cinematic story Telling, November 2009

http://www.imdb.com/title/tt0117951 : Trainspotting 1996

 

April 5, 2010

Metafora Sebagai Pendekatan dalam Mencapai Geometri

Filed under: contemporary theories — HeR @ 23:58
Tags: , ,

“Architecture, in other words, is a form of communication, and this communication is conditioned to take place without common rules because it takes place with the other.” (Karatani, 1995, p.127)

Metafora berasal dari bahasa Yunani metapherein, berasal dari kata ‘meta’ yang berarti memindahkan atau menurunkan, dan ‘pherein’ yang berarti mengandung atau memuat. Jadi secara etimologi, metafora dapat diartikan sebagai pemindahan makna yang dikandungnya kepada obyek atau konsep lain sehingga makna tersebut terkandung pada obyek yang dikenakan baik melalui perbandingan langsung maupun analogi. Penggunaan metafora ini pada umumnya terdapat dalam suatu tata bahasa, di mana kemudian suatu kalimat tertentu jika dimaknai secara denotatif maka akan terlihat mengandung makna yang tidak sesuai tetapi jika dipahami secara konotatif akan menyampaikan makna lain yang sesuai dengan konteks yang sedang dibicarakan. Namun tentu saja, tanpa konteks terkait, kalimat yang sama tetap dapat dipahami sebagai sesuatu yang bermakna denotatif. Namun dengan demikian, ia tidak memegang peranan sebagai sebuah metafora.

Seperti yang dinyatakan Karatani, arsitektur dapat dipahami sebagai suatu bentuk komunikasi yang selalu terkait dengan hal-hal lain di luar dirinya. Sebagai suatu bentuk komunikasi, arsitektur sering dikaitkan dengan suatu sistem bahasa. Dengan pemahaman bahwa arsitektur sering sekali dipahami sebagai suatu sistem  bahasa yang menyampaikan makna tertentu, maka metafora juga menjadi suatu hal yang sering dipakai sebagai pendekatan mendisain arsitektur, terutama dalam proses menemukan bentuk geometrinya.

Pendekatan metafora dalam mendisain biasanya dilakukan dengan analogi. Dalam mencari bentuk arsitektur ketika merancang, tidak jarang kita akan menggunakan analogi dari sebuah benda untuk diterjemahkan ke dalam bentuk-bentuk arsitektur. Dengan melakukan ini, kita seolah memindahkan karakter pada benda yang sebelumnya ke dalam arsitektur, sehingga bentuk arsitektur yang muncul adalah penggambaran dari karakteristik tersebut. Metode ini dilakukan dengan mengambil suatu makna tertentu yang akan ‘dibawa’ oleh suatu bentuk arsitektur. Seringkali kemudian, bentuk arsitektural yang muncul melambangkan makna yang dikenakan padanya tersebut.

Dalam studio perancangan dulu, seringkali ada yang mengambil suatu obyek tertentu untuk dijadikan dasar dalam pencarian dan pengolahan bentuk arsitektural. Obyek tersebut direfleksikan karakternya ke dalam bentuk arsitektur yang akan dihasilkan nantinya. Misalnya bunga dengan karakternya yang sedang mekar (blossoming) dan lalu hal itu diterjemahkan ke dalam sebuah bentuk geometri dengan menampilkan geometri yang seolah-olah menggambarkan setangkai bunga yang mekar, atau karakter perempuan yang anggun diterjemahkan ke dalam bentuk yang meliuk-liuk yang dianggap elegan dan menggambarkan karakter feminin. Metafora seperti inilah yang kemudian sering disebut ekspresi dalam arsitektur. Bentuk-bentuk arsitektur tertentu mengekspresikan suatu makna yang sengaja dilekatkan padanya melalui analogi dengan obyek lain.

Seringkali, dalam menghasilkan bentuk arsitektur, metafora ini digunakan secara literal. Ini menyebabkan arsitektur yang dihasilkan tidak lagi sebuah ‘ekspresi’, tetapi benar-benar penggambaran dari obyek yang dianalogikan dengannya. Ini dapat dilihat dari beberapa bangunan yang memiliki bentuk-bentuk iconic sebagai berikut:

a .)     Home Office of The Longaberger Company, Amerika Serikat

b.)     Gedung Piano, An Hui, China

c.)     Kansas City Library, Amerika Serikat

Obyek yang dijadikan sebagai awal penggalian ide bentuk benar-benar dihadirkan secara literal dalam bentuk bangunannya. Lalu apakah ini, sebenarnya, bernilai metafora?

Jika melihat dalam konteks bahasa, suatu kalimat yang bermakna metaforikal biasanya akan membuka kemungkinan terhadap interpretasi dan pengekpresian lainnya di samping jika ia dicoba untuk dipahami secara denotatif (literal). Misalnya jika sebuah kalimat menyatakan ‘kakek tua itu banyak makan garam’, tentu saja ia dapat bermakna baik secara literal maupun metaforikal. Secara literal, ia dipahami sebagaimana kalimat itu hadir, seorang kakek tua benar-benar mengkonsumsi garam dalam jumlah banyak, namun secara metaforikal, ia akan dipahami sebagai suatu ekspresi yang menyatakan bahwa kakek tua yang dimaksud memiliki banyak pengalaman hidup (‘banyak makan garam’).

Jika ini direfleksikan dalam arsitektur, maka jika kita melihat contoh-contoh bangunan di atas, kita akan langsung dapat memahaminya sebagai ekspresi yang literal. Misalnya pada bangunan ketiga, bangunan tersebut adalah sebuah gedung perpustakaan di Connecticut, dan lalu untuk menyatakan bahwa fungsi tersebutlah yang ditampungnya dalam gedung itu, kita akan langsung dapat membacanya dari tampak bangunan tersebut. Tidak ada lagi ruang tersisa untuk interpretasi dan pemaknaan lainnya dari bentuk yang ia tampilkan.

Arsitek seperti Frank Gehry juga kerap menggunakan metafora dalam proses pencapaian bentuk geometrinya. Salah satu contohnya adalah Guggenheim di Bilbao. Bentuk bangunan ini sering diinterpretasikan  sebagai seekor ikan, walaupun ia tidak secara eksplisit tergambar seperti itu. Namun konteks kota Bilbao yang berada di antara dua sungai dan tapak Guggenheim sendiri yang berada di tepi air menjadi salah satu faktor yang mengundang orang-orang untuk berinterpretasi mengenai gambaran ‘ikan’ tersebut.

Guggenheim Museum, Bilbao

Sejauh ini, metafora kemudian hanya sebatas digunakan untuk menemukan bentuk luar (shape). Apakah hanya sedemikian jauh metafora dapat digunakan dalam mendisain, untuk mencari bentuk fisik?

Mungkin kita harus melihat bagaimana arsitek Jepang Tadao Ando memanfaatkan metafora dalam menggagas tidak hanya shape tetapi form secara keseluruhan. Ia menggunakan analogi metaforikal untuk mengolah suasana dan kualitas ruang dalam bangunannya. Analogi yang digunakan berasal dari upacara minum teh Jepang yang disebut ‘sukiya’, di mana orang yang mengikuti upacara tersebut akan duduk dalam keheningan yang memungkinkan untuk mengantarkannya pada sebuah kontemplasi. Di sini kualitas silent dan contemplative adalah dua hal yang paling utama yang digarisbawahi Ando. Oleh karena itu, Ando merefleksikan kualitas ini ke dalam ruang-ruang yang dirancangnya. Hal ini dapat dilihat dalam karya-karya arsitektural Ando yang banyak mengesankan keheningan (silence), sehingga arsitektur Ando sering disebut sebagai architecture of silence. Kesan hening tersebut diwujudkan Ando dalam form arsitektural dengan menggunakan material beton ekspos yang berkesan diam, dan memanfaatkan pencahayaan natural yang memperkuat kesan hening tersebut dengan hanya memasukkan beberapa berkas cahaya saja ke ruang dalamnya. Ini dapat dilihat pada karya Ando seperti Church of the Light.

Church of Light.JPG Church of the Light, Osaka.

Dari sini kita dapat melihat analogi metaforikal kemudian tdak hanya dapat digunakan untuk membentuk shape, tetapi lebih jauh ke dalam, untuk menghasilkan kualitas ruang dan form yang membentuknya.

Selain Ando, arsitek yang banyak menggunakan metode metafora ini adalah arsitek Spanyol Santiago Calatrava. Calatrava sering menggunakan metafora tubuh makhluk hidup sebagai basis perancangannya. Ini kemudian ia terapkan dalam sistem struktur yang sering menjadi karakter rancangan arsitektural Calatrava.

Dari sini kita dapat melihat bagaimana metafora juga dapat digunakan untuk mempelajari suatu sistem yang kemudian diterapkan dalam disain arsitektur. Analogi yang dilakukan Calatrava berdasar pada  sistem tubuh makhluk hidup dapat ia manfaatkan untuk menghasilkan tidak hanya sebatas shape tetapi sistem yang membentuknya, dalam hal ini yang Calatrava wujudkan dalam sistem struktur.

Karya arsitektural Calatrava:

a.)     Milwaukee Art Museum

b.)   Chords Bridge

Dari contoh-contoh di atas, kita dapat melihat bagaimana metafora dapat digunakan dalam menemukan dan menghasilkan geometri sebuah arsitektur. Penggunaan metafora sering direduksi hingga hanya berupa analogi langsung yang kadang lebih bersifat literal dan bahkan simbolisasi langsung dari obyek yang digunakan sebagai pemicu gagasan, yang kemudian menghasilkan bentuk-bentuk yang langsung terlihat sebagai obyek yang dimetaforakan. Padahal, pendekatan metafora ini seharusnya dapat digunakan untuk menghasilkan arsitektur yang lebih kaya dari pada hanya di permukaan seperti itu. Metafora, sebagai sebuah pendekatan mendisain, akan lebih baik jika dipahami sebagai sebuah penggalian yang dalam terhadap sebuah konsep yang akan digunakan sebagai basis dalam merancang, sehingga arsitektur yang dihasilkan nantinya tidak sebatas di permukaan, tetapi lebih dalam, metafora tersebut juga membentuk ruang-ruangnya.

Daftar Pustaka :

Karatani, Kojin. (1995). Architecture as Metaphor. Cambridge: MIT Press

Francesco Dal Co, Ed. (1995). Tadao Ando: Complete Works. London: Phaidon Press

http://en.wikipedia.org/wiki/Church_of_the_Light

http://en.wikipedia.org/wiki/Santiago_Calatrava

http://en.wikipedia.org/wiki/Guggenheim_Museum_Bilbao

http://en.wikipedia.org/wiki/Bilbao

http://secret-architecture.blogspot.com/2008/12/arsitektur-terunik-di-dunia.html

Next Page »