there’s something about geometry + architecture

June 12, 2016

Preattentive Processing: Sebuah proses pada Persepsi Visual

Filed under: perception,process,Uncategorized — rifqipratamap @ 17:23
Tags: ,

Preattentive Processing merupakan fenomena yang terjadi pada sistem visual tingkat rendah  yang berada diotak. Fenomena ini menggambarkan sekumpulan isyarat visual yang otak kita dapat proses atau cerna secara cepat. Apa yang secara langsung terpikirkan oleh kita seketika sesaat melihat sesuatu, itulah proses yang terjadi diotak yang disebut dengan Preattentive Processing.

Hal ini merupakan salah satu proses yang menimbulkan persepsi visual yang berbeda pada tiap manusia. Otak kita secara tidak sadar menyaring informasi-informasi dan pola-pola tertentu yang dirasa penting pada saat melihat sesuatu, sebuah benda ataupun sebuah kejadian.

Para peneliti telah mengidentifikasi lebih dari 18 isyarat visual yang otak kita terima pada saat memproses sebuah informasi, diantaranya adalah

  1. Line orientation
  2. Color and hue
  3. Closure
  4. Curvature
  5. Density and contrast
  6. Number and estimation
  7. Intensity and binocular lustre
  8. Intersection
  9. Length and width
  10. Size
  11. 3D Depth
  12. Terminators
  13. Flicker
  14. Direction of motionhttps://cdn-images-1.medium.com/max/800/0*Avm9lRjR2sCzkRLX.gif
  15. Lighting direction
  16. 3D orientation
  17. Artistic properties
  18. Velocity of motionhttps://cdn-images-1.medium.com/max/800/0*MbXwNGIWSrVFpNsD.gif

Secara tidak langsung mata kita dengan cepat tertuju kearah isyarat visual yang kontras tersebut. Dan dengan sangat cepat juga otak kita memprosesnya dan memberikan informasi bahwa sesuatu memiliki ciri-ciri tertentu sesuai dengan isyarat visual yang dimilikinya. Untuk itu, agar memiliki desain yang unik maka beberapa aspek-aspek ini perlu diperhatikan sehingga desain kita mudah dibedakan dengan desain milik orang lain.

 

Rifqi Pratama Putra
1306367132

Referensi:
– Healey, Christopher G. Perception in Visualization. Department of Computer Science, North Carolina State University. Diambil dari: https://www.csc.ncsu.edu/faculty/healey/PP/
– Myers, Jon. Design: Seeing Without Thinking. Diambil dari: https://medium.com/@jonmyers/design-seeing-without-thinking-783d018bb82f#.jaalvudde

June 11, 2016

CYMATICS- pola yang terbentuk dari musik (dalam vidio clip Nigel Stanford)

Filed under: everyday geometry,process — shintiaapriyani @ 08:10
Tags: , ,

 

CYMATICS_NigelStanford_4k_11

Cymatics, istilah ini diciptakan oleh Hans Jenny (1904-1972) dengan percobaan-percobaan yang ia lakukan dengan menggunakan pasir, cairan-cairan, serta bubuk-bubuk di atas piringan dan dengan media vibrator sebagai alat penggerak dalam eksperimen ini, dengan frekuensi yang berbeda-beda dalam percobaan ini, piringan menghasilkan getaran yang berbeda-beda pula, sehingga media pasir atau bubuk menghasilkan pola yang berbeda tergantung dari besaran frekuensinya, plat yang datar menghasilkan pola yang simetris dalam pembentukannya.

“Since the various aspects of these phenomena are due to vibration, we are confronted with a spectrum which reveals a pat- terned, figurative formation at one pole and kinetic-dynamic processes at the other, the whole being generated and sustained by its essential periodicity.”(Hans Jenny)

adalah suara yang dihasilkan karena adanya suatu gelombang juga getaran yang terjadi dan pembentukan kinetik-dinamis disuatu kutubnya maka menghasilkan pola pada piringan.

Kini saya mencoba memahami keindahan yang tercipta dari getaran frekuensi yang menghasilkan pola-pola yang tak terduga dalam vidio clip eksperimental Nigel Stanford, dengan alat musik bantu seperti synthesizer mini, keyboard, dan drum, juga tentunya speaker sebagai media utama penghantar getarannya. Sebuah eksperimental yang menawan antara music dan science ini menggunakan beberapa media sebagai visualisasi cymatics diantaranya :

  • Chladni Plate

chladni_plate

Sebuah plat logam hitam yang ditaburi dengan pasir dipermukaannya, dan diletakkan diatas membran speaker, menggunakan frekuensi audio resonan yang berbeda-beda sehingga menghasilkan pola yang berbeda pula. Nampak semakin besar frekuensi, semakin kompleks pola yang dihasilkan diatas piringan tersebut.

 

CYMATICS_NigelStanford_4k_6

1565 Hz

CYMATICS_NigelStanford_4k_11

3592 Hz

Screen Shot 2016-06-11 at 6.00.49 AM

657 Hz

CYMATICS_NigelStanford_4k_74

932 Hz

 

  • Speker Dish

Dengan menggunakan sebuah cawan yang diberi cairan vodka diatasnya, dan diletakkan diatas speaker, dengan freakuensi 100 Hz dan 50 Hz, menurut analisa saya pengaturan besarnya bass sangat berperngaruh pada eksperimen cawan ini

  • Hose PipeCYMATICS_NigelStanford_4k_28

Menggunakan sebuah selang yang dilekatkan langsung di speaker, dialiri dengan air dan saat speaker bergetar dengan frekuensi 25 Hz air membentuk ilusi spiral seolah-olah air  membeku sejenak

  • Ferro FluidCYMATICS_NigelStanford_4k_35

CYMATICS_NigelStanford_4k_43

ferro_fluid_2

Magnetik cair yang dituangkan diatas piring persegi panjang, dan dikendalikan dengan synthesizer 

  • Ruben’s Tube

CYMATICS_NigelStanford_4k_95

CYMATICS_NigelStanford_4k_83

Kini dengan media yang lebih menantang, sebuah tabung yang diisi dengan gas flamable, ujung tabung dilekatkan juga langsung dengan speaker, menghasilkan gelombang api dengan membentuk spektrum frekuensi membentuk kurva-kurva, dengan frekuensi 409 Hz, 490 Hz dan 564 Hz dengan bantuan alat musik keyboard

  • Tesla Coil

CYMATICS_NigelStanford_4k_113CYMATICS_NigelStanford_4k_134

 

 

 

 

Pada sebuah generator Tesla dengan menggunakan tegangan tinggi, dimana frekuensi juga  menciptakan petir-petir yang berbeda dalam setiap frekuensi di udara, menghantarkan/menyambarkan ke media-media lain

 

Untuk dapat melihat vidio eksperimental clip dari Nigel Stanford ini, berikut link youtube-nya:

 

 

 

 

Refrences :

Jenny, Hans (2001). Cymatics: A Study of Wave Phenomena & Vibration (3rd ed.). Macromedia Press

https://www.youtube.com/watch?v=Q3oItpVa9fs, diakses 10 Juni 2016

https://www.youtube.com/watch?v=wvJAgrUBF4w, diakses 10 Juni 2016

http://nigelstanford.com, diakses 10 Juni 2016

 

Shintia Apriyani – 1506694521

June 7, 2016

Lalu, Apa Kreativitasmu?

Filed under: everyday geometry,perception — fitriauliacp @ 17:27
Tags: , , ,

Setiap manusia pasti pernah atau bahkan sebagian besar cenderung selalu mengabadikan momen dalam hidupnya menggunakan sebuah perangkat pengambilan gambar. Bahkan beberapa diantaranya memiliki “keisengan” untuk melakukan manipulasi visual dengan memanfaatkan momen maupun scent yang ada.

Seperti gambar berikut, apa kesan pertama yang muncul?

illusioni-profondità

Illusioni Profondita: Didatticarte

Ya, bila dilihat dari sudut pandang optik, hal tersebut merupakan sebuah ilusi optikal. Namun, saya akan lebih membahas dari segi skenario didalamnya yang disebut deceptions spatial. Hal itu merupakan sebuah mekanisme persepsi yang tertanam dalam otak kita, bahwa ketika beberapa unsur di bidang visual bertentangan dengan aturan, maka visual yang terlihat oleh mata kita tidak mampu membangun jarak, orientasi, atau ukuran objek terpantau.

Sistem visual kita pada kenyataannya, di satu sisi memiliki fakta bahwa objek yang berada jauh dari penglihatan akan terlihat lebih kecil dari sekelilingnya, di sisi lain juga meskipun keragaman tersebut terjadi, namun pada dasarnya tidak benar-benar mengubah ukuran atau bentuk objek sebenarnya.

illusioni-costante-percettiva2

Illusioni Profondita: Didatticarte

Contohnya adalah gambar di atas, dimana terdapat bidang visual (kiri) dan melampirkan objek visual yang akan menjadi objek ilusi optikal (kanan). Dari gambar tersebut kita mengetahui bahwa penglihatan dengan sudut perspektif tersebut akan menimbulkan persepsi visual yang menunjukkan perbedaan ketinggian objek. Padahal hal tersebut karena terdapat perbedaan kedalaman objek foto yang melibatkan jarak antar objek. Itulah yang menciptakan perceptual difficulties ketika sebuah gambar tidak sesuai dengan prasangka kita (apa yang kita bayangkan).

Hal tersebut sangat umum terjadi dan bahkan hampir semua orang mengetahui triknya. Namun bagaimana bila dilakukan dengan cara yang berterbalikan?

Bila contoh diatas adalah ilusi yang memainkan perspektif dengan perbedaan kedalaman objek optik dengan bidang visual datar, bagaimana dengan melakukan peletakkan objek optik yang sama namun pada suatu gambar perspektif, apakah akan muncul ilusi yang sama?

Percobaan tersebut dilakukan oleh Mario Ponzo pada tahun 1913, di mana dua elemen yang sama ditempatkan pada posisi yang berbeda, di suatu gambar perspektif.

illusioni-ponzo.jpg

Illusioni Ponzo: Didatticarte

Dari identifikasi tersebut, ia mendapatkan bahwa objek yang “terlihat” jauh justru lebih besar dari objek yang “terlihat” dekat. Hal tersebut justru bertentangan dengan sistem visual manusia. Yang dianggap berbeda adalah pembesaran objek terjauh atau penyusutan dari dekat. Karena setelah diamati, bukanlah tindakan pasif menerima suatu bidang visual secara apa adanya lalu memainkan/memodifikasi objek optiknya, namun lebih kepada tindak “kreatif” pelaku pada pengolahan spasial dalam membuat ilusi optik.

Karena sistem penglihatan manusia dalam melihat suatu objek dapat didistraksi dengan sebuah elemen lain yang membuat objek tersebut terlihat tidak seperti apa yang dibayangkan sehingga dapat menciptakan deceptions spatial.

inverted-image.png

Deceptions of the senses are the truths of perception: J. Purkinje

Fitri Aulia Cahya Purnama

1306367611

Referensi:

Didatticarte (2014). Deceptions Spatial and Optical Illusions. http://www.didatticarte.it/Blog/?p=1439&lang=en. 7 Juni 2016

Sherman, D (2001). Deceptions of the Senses are the Truths of Perception. http://people.cornellcollege.edu/dsherman/illusions/. 7 Juni 2016

Monopoli: Keliling Dunia atau Kembali ke Titik Awal?

Filed under: everyday geometry,perception,process — faradinarifiani @ 14:45
Tags: , , ,

Siapa tidak tahu permainan monopoli? Permainan papan yang merupakan simulasi sistem ekonomi dengan strategi berupa pembelian, penyewaan dan pertukaran properti pada selembar papan. Selembar papan ini memiliki kotak-kotak kecil pada setiap sisinya yang diisi dengan berbagai negara, kesempatan, perusahaan dan bahkan penjara yang menjadi bagian penting dalam berkembangnya permainan ini. Namun di sini saya tidak akan membahas bagaimana cara permainan monopoli atau bagaimana strategi untuk memenangkan permainan ini. Hal yang saya lihat menarik adalah papan monopoli tersebut yang seolah menggambarkan ‘dunia’. Tetapi seperti yang kita tahu, dunia tidak sebatas sebuah papan persegi yang dapat dikelilingi, sehingga menimbulkan pertanyaan apakah permainan monopoli ini benar-benar mensimulasikan pemainnya agar pergi keliling dunia atau hanya membuat pemain berputar untuk kembali ke titik awal?

board

Monopoly Here & Now: The World Edition

Lihatlah pada papan di atas. Papan ini merupakan contoh papan monopoli yang dimulai pada kota Gdynia, Polandia. Papan ini akan menjadi acuan analisa saya, walau sesungguhnya titik awal papan monopoli ini dapat berubah, tergantung dengan dimana papan itu diproduksi. Dari papan ini kita dapat melihat bahwa jika kita mulai pada titik awal, kita pasti akan kembali ke titik itu lagi. Semakin kita berjalan maju, semakin dekat pula kita dengan kembali ke titik awal.  Pada papan di atas terdapat pula perbedaan warna yang mengelompokkan negara-negara pada suatu kelompok ekonomi tertentu. Pada kasus papan ini, negara dengan ekonomi terendah dimulai dari Gdynia dan Taipei dengan harga sewa terendah dan diakhiri dengan Riga dan Montreal yang memiliki harga sewa tertinggi. Padahal seperti yang kita tahu Gdynia dan Taipei serta Riga dan Montreal tidak memiliki letak yang sangat berdekatan pada peta dunia aslinya

Menurut Savaskan Dincer pada tesisnya “Perception of Space in Topological Forms” (2012), topologi dalam arsitektur membentuk sebuah pemahaman baru, dimana pada kasus ini lebih menekankan interaction, movement dan program dengan bentuk yang tidak diduga. Topologi juga mengubah ruang dan waktu, yang tadinya merupakan Euclidean yang netral menjadi Non-Eulidean yang dinamis. Sehingga pada kasus monopoli ini ruang dan waktu bukanlah menjadi yang utama, tetapi interaksi, gerakan dan program yang ingin dicapai itulah yang penting.

Interaksi apa yang sebetulnya ingin dicari? Berikut kumpulan kelompok negara pada permainan monopoli ini:

Dark Blue

Montreal, Canada (Boardwalk)

Riga, Latvia (Park Place)

 Green

Cape Town, South Africa (Pennsylvania Avenue)

Belgrade, Serbia (North Carolina Avenue)

Paris, France (Pacific Avenue)

Yellow

Jerusalem, Israel (Marvin Gardens)

Hong Kong, China (Ventnor Avenue)

Beijing, China (Atlantic Avenue)

 Red

London, England (Illinois Avenue)

New York, United States of America (Indiana Avenue)

Sydney, Australia (Kentucky Avenue)

Orange

Vancouver, Canada (New York Avenue)

Shanghai, China (Tennessee Avenue)

Rome, Italy (St. James Place)

Light Purple

Toronto, Canada (Virginia Avenue)

Kyiv (Kiev), Ukraine (States Avenue)

Istanbul, Turkey (St. Charles Place)

Light Blue

Athens, Greece (Connecticut Avenue)

Barcelona, Spain (Vermont Avenue)

Tokyo, Japan (Oriental Avenue)

Brown

Taipei, Taiwan (Baltic Avenue)

Gdynia, Poland (Mediterranean Avenue)

Ke-22 kota ini ditata pada order berdasarkan grup yang memiliki nilai sewa tertinggi hingga sewa terendah. Urutan ini tidak berhubungan dengan dekat dan jauh, dimana interaksi lebih menekankan pada hubungan ekonomi tiap kota.

Pada A Thousand Plateaus, Deluze mengkategorikan struktur natural tipologi pada 2 tipe yaitu strada dan meshwork. Meshwork disajikan dalam bentuk interconnection dari elemen heterogen yang saling overlapping dan interlocking pada pattern tertentu.

cssadc

Strada dan Meshwork

Pada kasus ini anggaplah negara itu merupakan elemen-elemen heterogen yang saling berhubungan. Sehingga Jika kita tarik garis pada tiap kota yang menjadi rute pada permainan ini, maka akan terlihat sebuah meshwork seperti pada gambar berikut:

saaav

Meshwork pada rute permain Monopoly Here & Now: The World Edition

Titik merah merupakan titik mula atau kota pertama yang dilalui (Gdynia), sedangkan titik hitam merupakan kota-kota tujuan yang hingga akhirnya akan kembali ke titik awal kembali. Dari meshwork ini dapat terlihat jika sesungguhnya apa yang kita sebut mengelilingi dunia pada monopoli tidaklah benar, karena adanya interlocking dan overlapping pada rute kita yang padahal pada papan itu rute yang kita lewati hanyalah rute persegi yang tidak memiliki perpotongan sama sekali. Papan monopoli itu juga menunjukkan seakan rute yang kita lewati hanya berkeliling dan terus berkeliling padahal sebetulnya rute yang dilewati tidak sesederhana berkeliling.

6458da774f5aa7b66cb34ff3c90b0402

Rute sesungguhnya tidak hanya berkeliling, namun berjalan dari titik ke titik.

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan, bahwa monopoli yang biasa kita mainkan merupakan bentuk penyederhanaan network yang disajikan menjadi sebuah persegi yang lebih mudah ditangkap pemain daripada dalam bentuk sebuah meshwork sesuai pada peta aslinya. Cara seperti ini tentu tidak salah dan sangat membantu pemain. Namun untuk lebih disebut berkeliling dunia menjadi hal yang tidak lagi benar karena sesungguhnya permainan monopoli adalah permainan dari suatu titik melalui berbagai titik untuk kembali ke titik awal.

Faradina Rifiani

1306367656

Referensi:

Savaskan, Dincer. (2012) Perception of Space in Topological Forms. New York: Syracuse University School of Architecture.

Comparing Geographic Visualizations to Network Visualizations. https://dhs.stanford.edu/spatial-humanities/comparing-geographic-visualizations-to-network-visualizations/

Monopoly Here and Now: The World Edition – Board Game. http://boardgames.about.com/od/monopoly/a/hn_world_ed.htm

World Atlas.http://www.worldatlas.com/aatlas/newart/wrldnanb.gif

Distance Callculator. http://www.entfernungsrechner.net/en/distance/city/456172/city/6077243

 

 

Motion Perception in Animation Character

Cinematic/ Motion perception mengacu pada proses kognitif dan sensorik yang kita gunakan saat melihat adegan, peristiwa, narasi, efek cahaya, mimik yang ada pada gambar hasil editing. Visual media yang dinamis  seperti film dan televisi telah menjadi bagian sehari-hari kita. Apa yang kita tangkap secara visual beberapa dapat ditangkap, dan mungkin beberapa tidak (“ah, itu kan cuma film doang.” Atau “itu kan cuma di tv doang.”).  Segala respon yang kita miliki, tidak jauh dari persepsi akan pemahaman yang kita dapat mengenai perbedaan antara pengalaman visual yang kita terima dan pengalaman di dunia nyata sekitar kita.

Menurut Michael Rice, 2011, persepsi dapat diartikan sebagai suatu proses untuk mencapai suatu pemahaman terhadap lingkungan sekitar dengan mengatur dan menejemahkan informasi sensorik. Bagaimana kita memahami ruang yang ada disekitar kita dimulai dari respon fisiologis yang merupakan bagian dari proses holistik, Artinya, terjadi tidak hanya dari aspek tertentu, melainkan melibatkan keseluruhan aspek yang saling terjalin (interwoven) satu sama lain.

Tokoh lain yang membahas mengenai persepsi adalah James Jerome Gibson, lahir pada tanggal 27 Januari 1904 di Mc Connelsville. Beliau meninggal pada tanggal 11 Desember 1979. Beliau adalah lulusan Universitas Princeton. James. J. Gibson seorang psikolog Amerika, yang telah dianggap sebagai salah satu dari psikolog-psikolog  penting pada abad ke-20an dalam bidang persepsi visual. Pada awal hingga pertengahan abad ke-20 psikolog, ini dikatakan yang mental versus fisik muncul dalam oposisi dari behavioris dan sekolah Gestalt pemikiran. James Gibson seperti tokoh revolusioner di bidang psikologi, bukan hanya karena ia seorang pencoba cemerlang, tetapi juga karena kerangka teorinya menjadi awal yang radikal dari dualisme Cartesian implisit yang melanda psikologi dan filsafat selama ratusan tahun. Dia mampu bergerak di luar kerangka stimulus-respon dan masuk ke skema konseptual yang membawa organisme dalam lingkungan yang serius.

Menurut Gibson persepsi adalah cara dimana pengamat tetap berhubungan dengan segala hal di sekitar mereka sehingga dalam beberapa kasus menyebabkan penolakan, tidak hanya dari behaviorisme, tetapi disebabkan dari teori persepsi juga. Persepsi visual adalah perkembangan pertama mengenai persepsi yang dikemukakan oleh James. J. Gibson. Persepsi ini menjelaskan tentang ide persepsi secara langsung dari lingkungan di sekitar kita. Gibson menentang respon psikologi ini, awalnya dengan menggunakan metodologi penelitian dualisme, kemudian yang kedua dengan mengedalilkan kerangka teoritis untuk hasil penelitiannya. Dalam karya klasik yang diciptakan oleh James. J. Gibson yaitu, Persepsi Dunia Visual (1950), ia menyatakan bahwa ia menolak teori behaviorisme dan pendekatan klasik yaitu persepsi untuk melihat berdasarkan karya eksperimental, teorinya mempelopori gagasan bahwa sampel pengamat informasi dari dunia visual luar menggunakan sistem perseptual aktif bukan pasif, dan menerima masukan melalui mereka indera dan kemudian memproses input ini untuk mendapatkan sebuah konstruksi dunia. Bagi Gibson, di dalam dunia ini berisi berbagai macam informasi yang dapat diakses secara langsung ke sistem persepsi manusia maupun hewan yang melakukan penyesuaian diri untuk mengambil informasi melalui persepsi secara  langsung.

Kemudian persepsi visual berkembang menjadi The Senses Considered as Perceptual System. Persepsi isi menyajikan sesuatu seperti yang telah ada di lingkungan sebagai awal dari persepsi. Gibson mempelajari persepsi yang terdiri dari 2 jenis yaitu, menanggapi rangsangan fisik yang sebelumnya tidak ditanggapi, serta belajar sesuai dengan yang seharusnya dapat menjadi bahan perbaikan untuk berhubungan dekat dengan lingkungan. Gibson menyajikan teori persepsinya dalam The Senses Considered as Perceptual System (1966). Hal ini dimulai dengan seluruh organisme yang menjadi perseptor, hal ini dimulai dengan lingkungan yang akan dirasakan. Jadi, munculnya pertanyaan-pertanyaan bukan karena perseptor construct dunia dari input sesorik dan pengalaman masa lalu, melainkan informasi yang ada di lingkungan sekitar ketika manusia atau hewan berinteraksi dengannya.

Lalu terakhir berkembang menjadi The Ecological Approach to Visual Perception. Selama beberapa tahun terakhir, banyak peneliti perkembangan perseptual pada bayi yang dituntun oleh pandangan ekologi dari Eleanor dan James J. Gibson. Persepsi ini mencerminkan perkembangan pemikiran dan penekanan pada makna interaksi antara persepsi dan tindakan, affordances lingkungan hidup. Gibson menggunakan pendekatan ekologi untuk persepsi, yang didasarkan pada interaksi antara pengamat dan lingkungan. Beliau menciptakan istilah affordance yang berarti kemungkinan interaktif dari sebuah obyek atau suatu lingkungan. Konsep ini telah banyak memberikan pengaruh dalam bidang desain dan ergonomis, serta berguna dalam konteks interaksi antar manusia dengan mesin. Menurut pandangan ekologi Gibson, bahwa manusia secara langsung mempersepsikan informasi yang ada di dunia sekitar kita. Persepsi membuat kita memiliki hubungan dengan lingkungan untuk berinteraksi dan beradaptasi terhadap lingkungan tersebut. Persepsi memberi manusia informasi-informasi tentang cara atau tindakan yang harus dilakukan oleh seseorang dalam kehidupannya.

Setelah apa yang telah saya jabarkan diatas berdasarkan pendapat Rice dan teori Gibson mengenai persepsi, hal ini erat kaitannya dengan banyak seniman yang mencoba menggambarkan animasi karakter hewan ke dalam manusia berdasarkan visual persepsi yang mereka alami masing-masing. Persepsi visual adalah Persepsi didapatkan dari indera penglihatan, yang artinya setiap individu dapat menghasilkan persepsi yang berbeda-beda.

Motion perception pada kartun berbentuk hewan dalam film berjudul Zootopia msialnya menghasilkan karakter berbentuk manusia. Bagaimana para seniman ini menerjemahkan apa yang mereka tangkap dari tokoh-tokoh hewan dalam film menjadi sangat menarik saat mereka tuangkan dalam bentuk manusia, dan bagaimana mereka mengetahui apakah harus digambarkan sebagai seorang wanita atau pria. Hewan yang sebenarnya dalam dunia nyata sebenarnya sulit dibedakan apabila kita melihatnya sebagai satu species, sedangkan dalam film ini diceritakan satu species saja bisa menjadi hewan yang sangat berbeda-beda. Mereka mencoba menangkap identitas, mengetahui gender, dan memahami karakter dalam film dengan motion perception yang alaminya. Disamping dari audio perception, apakah pengisi suaranya tersebut lembut yang berarti wanita atau berat yang berarti pria, dengan sebuah visual persepsi pun dapat mengetahui hal-hal tersebut.

Beberapa cara agar dapat memahami karakter hewan dari visual persepsi motion dalam film adalah dengan memperhatikan beberapa hal berikut: cara berpakaian setiap individu hewan, bentuk lekuk tubuh, mimik wajah, bahasa tubuh, gaya berbicara, dan semacamnya. Hal-hal tersebutlah yang diinterpretasikan dari  karakter hewan menjadi karakter manusia oleh beberapa seniman, dengan hasil sebagai berikut.

Menurut Olivia, 2011, bagaimana kita dapat mempersepsikan adegan visual? Selama beberapa dekade penelititan mengenai perilaku bahwa motion perception dimulai dari tingkat global. Pertama, spatial layout dan sudut pandang pengamat yang perlu dievaluasi dalam memepersepsikan sebuah adegan visual (visual scene). Setelah itu, mulai beranjak ke pengenalan bagian dan objek-objek sekitar dalam sebuah scene dengan proses yang lebih lambat. Dengan kata lain, kita dapat mengetahui bahwa kita sedang berada di rumah dan di kamar tidur yang luas, sebelum mengetahui bentuk-bentuk tertentu secara detail, bahwa disana terletak meja tidur ataupun tempat tidur. Memori manusia untuk sebuah scene sangat rentan akan terjadinya kesalahan ataupun kemungkinan distorsi, namun dengan kesalahan-kesalahan ini dapat mengungkapkan bagaimana otak merespon ruang yang kompleks. Lingkungan memiliki semacam keteraturan (regularities) yang kita simpan didalam memori, yang kemudian akan kita pakai ketika kita merasa mengenal atau pernah mengalami apa yang ada didepan kita.

Annisa Putri Lestari

1306367694

Referensi

March 25, 2011

Sadari, amati untuk mengeksplorasi

Filed under: locality and tradition — ajengnadia @ 23:12
Tags: ,

Teknik mengikat atau menyimpul seperti sudah mendarah daging di tubuh manusia. Dahulu, ketika manusia ingin membuat ruang berlindung dirinya, manusia menyambung dua ranting kayu dengan menggunakan simpul, belum ada paku, lem atau bahan perekat lainnya. Kemudian teknik menyimpul berkembang ke segala arah, seperti kerajinan, kebutuhan sehari-hari hingga mengikat rambut. Tidak heran, beberapa budaya di dunia menggunakannya sebagai hal yang bernilai sakral, seperti sebagai persembahan kepada Yang Agung, pada masyarakat Bali.

Teknik mengikat membentuk pita merupakan hal yang sangat familiar dalam kehidupan kita setiap harinya. Ketika kita keluar rumah dan menggunakan sepatu bertali, ketika bertemu seorang perempuan cilik dengan hiasan rambut di kepalanya, hingga pada pembalut telepon gengam yang kini sangat mewabah di tangan para remaja putri.

Mencoba sedikit mengulasnya dalam essay yang saya kumpulkan beberapa hari lalu. Proses dalam membentuk pita seolah menggunakan dasar matematik serta geometrik sehingga mendapatkan hasil seperti itu. Menggunakan dua tali kemudian tali tersebut disimpul, diputar, sehingga membentuk bentuk lingkaran, dan disimpulkan kembali akan membentuk sebuah bow atau pita yang biasa kita temui (lihat gambar). Bila kita mengikuti dasar matematis, maka yang dilakukan adalah merotasi, mencerminkan dan kembali merotasinya. Ya. Rotasi dan pencerminan –seolah terjadi pada sumbu y- merupakan bentuk dari pengikatan pada dua tali tersebut.

Image and video hosting by TinyPic

Seolah menjadi salah satu contoh yang mungkin tidak kita sadari, sebuah hal yang sederhana dan sering berada di sekitar kita dan sering pula kita lakukan, ternyata memiliki proses pembentukan yang sangat ilmiah. Mungkin kita bisa coba menyadari hal ini, mungkin masih banyak hal yang sangat sederhana yang bisa kita amati karena hal-hal yang dasar masih dapat kita cari “beyond” dari hal tersebut. Setelah mendapati hal dibalik itu semua, mungkin kita bisa kembangkan lebih lanjut lagi untuk kita gunakan saat mendesain nanti. Inspirasi bisa datang dari mana saja, bukan?

Froebel’s Gift: One Thing Leads to Another, A Process of Recognizing and Exploration

Filed under: architecture and other arts,process — belonia90 @ 17:23
Tags: ,

“…Every existing thing is connected to every other thing in past, present, and future existence…”

Adalah sebuah kalimat yang saya kutip setelah menangkap satu dari beberapa hal yang sekiranya Bapak Friederich Wilhelm August Fröbel atau sebut saja Bapak Froebel ingin sampaikan pada dunia melalui Froebel’s Gift yang beliau ciptakan. Siapa Bapak Froebel dan apa itu Froebel’s Gift?mari kita kenali.

Bapak Froebel menurut Wikipedia adalah seorang Pedagogi (pendidik) dan sumber lainnya menyatakan bahwa Bapak Froebel ini adalah seorang ilmuwan, seseorang yang sangat spiritual, naturalist (pecinta alam), bahkan seorang garderner karena beliau mencintai kebun dengan segala isinya. Dari semua yang telah disebutkan nampaknya ia mendedikasikan dirinya bagi pendidikan terutama bagi anak-anak, mulai usia pra sekolah sampai anak menuju remaja. Beliau juga sampai membuat panduan bagi orang tua terutama Ibu untuk mengasuh dan memandu anak dalam tahap perkembangannya. Dari yang saya baca hal ini ada kaitannya dengan perasaan longing atas asuhan dari sosok ibu yang meninggal pada saat Beliau baru berumur 9 bulan, ya “every existing thing is connected to every other thing in past, present and future”. Dari sini saya ingin menyebutnya sebagai inventor juga atau penemu, penemu apa? Ya, Froebel’s Gift. Saya tiba-tiba jatuh cinta padanya begitu mencari tahu mengenai Froebel’s Gift dengan segala rincian dari setiap “gift” yang beliau buat. Semua dibuat dengan alasan, dengan tujuan bagi perkembangan anak.

Anak bagai secarik kertas kosong, siap ditulisi dengan apa saja. Dunia mereka bagaikan tak berbatas, mereka bisa memakan pasir, memasukkan tangannya ke dalam mulut, melompat dari kursi, memegang yang menarik bagi mereka, semua dilakukan dengan tawa kecil, ya eksplorasi, menjelajah,mengenal  dan mencoba dengan bermain.  Menganalogikan kebun, anak menurut Froebel seperti tunas yang sangat membutuhkan perhatian bahkan mulai dari kecil, dan karena anak = bermain maka bermain sambil belajarlah ide pencetus Froebel’s Gift ini.

Terdiri atas 10 Gift, yaitu 10 kotak kayu yang berisi perangkat permainan-belajar yang berarti juga ada 10 tahapan karena semakin atas levelnya, semakin kompleks dan detail pula arti dibaliknya. Terlihat pola yang semakin mengerucut dari setiap tahapan giftnya. Mengerucut disini artinya semakin kecil yang bisa dipegang dan makin rumit dalam perangkaiannya jika boleh saya katakan jika gift 1 adalah sebuah bentuk yang utuh, semakin naik levelnya adalah lepasan-lepasan dari bentuk utuh itu. Perkenalan umum hingga khusus, makin mendalam seperti itu.

froebel's gifts

Dimulai dengan bentukan utuh solid 3 dimensi (Gift 1 -6), bentukan 2 dimensi (Gift 7), garis (lurus-lengkung) (Gift 8), Titik (Gift 9), Rangka dari 3 dimensi (Gift 10). Disini saya melihat “mulai dari mana” yang berbeda sewaktu saya tekomars dulu. Dulu saya memulai dengan menentukan titik di sembarang atau tempat yang sudah diatur (atas-bawah), masuk ke garis (menghubungkan titik-titik),dan jika diteruskan dari garis yang ditarik tercipta bidang 2 dimensi dan jika antar 2 dimensi dibayangkan dipertemukan dapat menjadi sebuah 3 dimensi.

proses

Tetapi mulai dari mana ini menurut saya bukanlah masalah karena jika dilihat, perkembangan indera anak-anak itu dimulai dari sentuhan (dengan ibu) dan juga grasp (genggam), sedangkan saat kita sudah lebih dewasa, sudah lebih berkembang kita sudah bisa mengkombinasikan indera dan kemampuan otak, melihat titiknya lalu memperkirakan jauhnya membayangkan dimana garis akan tercipta lalu mulai menggaris. Sehingga saat anak dapat dengan mudah mengenali bentuk dasarnya dengan pertama melihat (belum kenal-no perception) lalu sentuhan (mulai kenal), genggam (kenal) disitulah ia memulai eksplorasinya. Eksplorasi itu tak terpaksa tak dipaksa, dilakukan satu-persatu secara perlahan (gradually)ia dimulai dan bisa saja tak berakhir (sebuah proses kreatif), eksplorasi juga sebuah rangkaian pencarian, sebuah pengenalan lebih lanjut dan setiap titik yang dicapai dalam eksplorasinya, sang eksplorer akan belajar sebuah hal baru ataupun pengembangan dari eksplorasi sebelumnya, inilah Froebel’s Gift, gift 2 adalah eksplorasi lanjutan dari gift 1, begitu pula gift 3 terhadap gift 2 dan tidak lupa dalam tiap tahapannya Pak Froebel menyisipkan 3 pembelajaran besar yang sinambung, 1. Form of Life (bentukan yang bisa dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari,mengaitkannya dengan kejadian/fenomena sehari-hari), 2. Form of Knowledge (bentukan matematis-penambahan,pengurangan,posisi dll-, 3. Form of Beauty (pola,komposisi,ritme). Bapak Froebel yakin bahwa nothing in the world is ever destroyed – only modified” , sehingga saat pengenalan dan eksplorasi dimulai dia akan berlanjut, dari satu hal ke hal lain, dari satu hal menjadi hal lain, one thing leads to another.

Sumber bacaan dan referensi:

http://www.babyclassroom.com/froebels-gifts.html

http://www.froebelgifts.com/gift1.htm sampai dengan http://www.froebelgifts.com/gift10.htm

http://www.froebelweb.org/gifts/

http://id.wikipedia.org/wiki/Friedrich_Fr%C3%B6bel

http://en.wikipedia.org/wiki/Friedrich_Fr%C3%B6bel

March 22, 2011

Daya Tarik Geometri

Filed under: process — jessicaseriani @ 08:40
Tags: ,

Apa yang membuat geometri menjadi menarik untuk dipelajari oleh banyak orang? Berdasarkan Buku Poetics of Architecture: Theory of Design karangan Anthony C. Antoniades, geometri sudah dikagumi oleh manusia sejak zaman dahulu. Filosofer seperti Plato, Phytagoras dan Archimedes; raja seperti Ptolemy dan arsitek-arsitek seperti Imhotep, Iktinos, Anthemios dan Isidoros adalah contoh matematikawan dan ilmuwan geometri yang hebat. Geometri telah dianggap sebagai ilmu pengetahuan, kepemilikan, sebuah ‘senjata rahasia’ bagi imam dan pemimpin pada masa itu untuk menjadi dominasi di antara masyarakat.

Arsitek selalu menjadi penggemar dan pengguna aplikasi geometri. Mereka menemukan Euclidean geometry sebagai sebuah sistem peraturan dan kebenaran dasar dimana mereka dapat mengambil keputusan yang mudah dilakukan dan perlahan-lahan digunakan dalam membuat karya arsitektural. Geometri menarik arsitek dengan berbagai alasan sebagai berikut:

  1. Menghasilkan palet lahirnya berbagai bentuk yang tidak dapat disangkal secara rasional bagi arsitek (menjadi bukti/alasan formal adanya bentuk-bentuk lain).
  2. Membuat arsitek merasa nyaman dengan penggunaan bentuk yang bisa diperbanyak dan diulang jika diperlukan tanpa rasa takut akan membuat kesalahan.
  3. Menawarkan kebebasan luar biasa dan tanpa paksaan untuk keluar dari bentuk-bentuk yang sudah di-‘pakem’-kan di masa lalu (seperti bujur sangkar yang mendapat interpretasi proporsional yang tidak terbatas; maka akan demikian halnya dengan bentuk-bentuk lain).
  4. Menawarkan disiplin baru mengenai pandangan dunia luas. Dulu, ketika diperkenalkan kepada arsitek, diibaratkan ada kemungkinan untuk mencapai Tuhan dan mencapai suatu keagungan jika mereka menggunakan bentuk-bentuk umum seperti bujur sangkar, lingkaran dan segitiga.
  5. Menawarkan jaminan psikologis, dimana geometri memungkinkan variasi pengaruh psikologis manusia (perasaan berbeda) yang muncul ketika ada perbedaan proporsi pada suatu bentuk.
  6. Memberikan komunikasi yang kuat kepada masyarakat akan keikutsertaan arsitek melalui pengetahuan geometri dan itu berarti ada identifikasi  secara sosial dan jasa arsitek diakui secara profesional.
  7. Memberi lebih banyak waktu untuk berpikir, mengeksplor, memanipulasi dan menggunakan bentuk-bentuk dasar secara maksimal daripada menghabiskan waktu mereka untuk menemukan bentuk baru setiap harinya.

March 18, 2011

Seniman: Bakat atau Belajar?

Dalam perkuliahan Geometry dan Arsitektur yang membahas tentang Golden Section muncul pertanyaan, apakah mereka (seniman, arsitek) telah mengetahui tentang Golden Section atau memang hanya sebuah kebetulan mereka membuat karya dan ditemukan Golden Section dalam karya mereka?

Atas pertanyaan ini saya membuat eksperimen dalam tugas essay pertama saya, yaitu mencari Golden Section dalam karya fotografi saya. Menariknya memang semua hal berbau “Golden” tersebut ada dalam foto – foto tersebut.

Dari hal ini muncul pertanyaan baru dalam diri saya, apakah semua itu memang sebatas kebetulan, atau saya berbakat dalam fotografi sehingga bisa membuat foto seperti itu?

*foto tidak disertai karena tidak bisa upload sendiri

Lalu apakah bakat itu?

Bakat adalah pola pikir, perasaan atau perilaku alami yang kita miliki.
Merupakan pembawaan sejak lahir. Pengembangan bakat dilakukan dengan pelatihan dalam keseharian.

Dalam teorinya mengenai multiple inteligences, Howard Gardner mengemukakan ada beragam bakat, yang disebut sebagai kecerdasan.

• Kecerdasan Linguistik
Kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif.
• Kecerdasan Logis-Matematis
Keterampilan mengolah angka dan/atau kemahiran menggunakan logika.
• Kecerdasan Spasial
Kecerdasan gambar dan visualisasi.
• Kecerdasan Kinestetik-Jasmani
Kecerdasan tubuh (atlet, penari, dll) termasuk kecerdasan tangan (montir, penjahit, dll).
• Kecerdasan Musikal
kemampuan menyanyikan sebuah lagu, mengingat melodi musik, mempunyai kepekaan akan irama atau sekedar menikmati musik.
• Kecerdasan Antarpribadi
Kemampuan memahami dan bekerja dengan orang lain.
• Kecerdasan Intrapribadi
Kemampuan mengetahui kelebihan dan kekurangan diri
• Kecerdasan Naturalis
Kemampuan mengenali bentuk-bentuk alam di sekitar.
• Kecerdasan Moral
Kemampuan untuk memiliki nilai-nilai & norma yang ada di masyarakat dan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam kehidupan sehari – hari kita sering menemukan orang – orang yang memiliki kecerdasan – kecerdasan tersebut bahkan sebelum mereka mempelajarinya.

Contoh pertama, kita pasti pernah melihat di televisi seorang anak kecil yang pandai bernyanyi dengan suara indah dan permainan nada yang baik. Padahal orang tuanya berkata bahwa anaknya itu hanya punya kebiasaan menyanyi tanpa pernah mempelajari not balok sekalipun.

Contoh kedua, kita juga pasti pernah melihat perlombaan menggambar dan mewarnai tingkat Taman Kanak – Kanak (TK). Ketika sang juara telah ditetapkan dan gambarnya diperlihatkan, kita juga akan berpendapat, “wah bagus sekali gambar anak itu, memang sudah bakat”. Mungkin orang yang sudah mempelajari tentang seni bisa mengatakan, pemilihan warnanya baik, komposisi gambar baik, pesan gambar juga tersampaikan. Yang jadi pertanyaan saya, apakah anak TK itu sudah mempelajari cara menggambar yang juga dipelajari oleh mahasiswa jurusan seni tingkat 1? Saya rasa tidak.

Meski tidak jelas apakah orang – orang seperti Le Corbusier atau Monet pernah mempelajari Golden Section sebelum mereka berkaya, tapi saya rasa mereka juga pasti punya bakat tersebut.

Dari kejadian – kejadian seperti ini, saya berpendapat bahwa bakat dimiliki oleh setiap orang dan untuk menjadi seorang profesional dalam bidang tertentu pun ada pengaruh dari bakat yang tentunya memang butuh belajar lebih mendalam untuk meningkatkan bakat tersebut menjadi keahlian.

sumber:

http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20081010030958AAg3Klw

June 2, 2010

Transformasi Permainan Domino

Filed under: contemporary theories,everyday geometry — andisuryakurnia @ 14:24
Tags: , ,

Pada dasarnya manusia suka bermain, yang disebut “Homo Ludens” (Man The Player) oleh ahli sejarah Johan Huizinga. Permainan yang mem-’bumi’ ialah permainan kartu, ’domino’ adalah salah satu jenis permainan yang paling populer di kalangan anak-anak maupun orang dewasa. Kartu domino ialah kartu yang memiliki ’dot’ berbentuk lingkaran penuh berwarna sebagai penunjuk ’muatan’ kartu.

Permainannya ialah dengan menyambung salah satu ujung dari kartu tersebut sesuai dengan muatan yang tertera pada ujung kartu tersebut. Pemenang didasarkan pada pemain yang berhasil melengkapi sambungan kartu tersebut dengan sempurna, dan jika belum sempurna maka pemain yang memiliki jumlah muatan terbanyak dari kartu ’sisa’ dianggap sebagai pemain yang kalah.

Muatan dari kartu berupa ’dot’ ini menjadi penanda dalam pikiran untuk menyelesaikan permainan. Pada bidang yang lain (baca: psikologi), kartu domino juga dapat digunakan untuk mengasah kemampuan otak anak-anak dalam mengingat dan membaca kata-kata yang terucap dalam bahasa Inggris.

Dalam permainan domino ini, pikiran kita sudah ter-’doktrin’ untuk melihat salah satu sisi dari satu kartu (yang dipisahkan oleh garis tengah berwarna yang sama). Permainan di alam pikiran ini kemudian menggerakkan saya untuk melakukan intervensi terhadap permainan domino secara utuh dengan memasukkan konsep pembuatan kemasan (baca: 3 prinsip dasar) yang bertujuan untuk memberikan tantangan baru dalam membaca dot-dot yang tertera dalam sebuah kartu. Kebiasaan umum permainan yang hanya menyambung kartu berdasarkan salah satu sisi kartu coba saya kaji lebih jauh. Ternyata jika diselipkan prinsip dasar kemasan maka saya dapat memperoleh muatan lain dari dot yang hadir pada kedua sisi dalam satu kartu domino. Hal ini saya angkat untuk memberikan alternatif penyambungan kartu pada saat kartu yang kita miliki tidak berjumlah dot yang sama dengan jumlah dot pada salah satu sisi kartu domino ini, selain itu juga untuk memberikan alternatif strategi baru dalam menyelesaikan permainan dengan bantuan ’lipatan’ dalam pikiran (tidak nampak nyata).

Tiga prinsip dasar kemasan saya aplikasikan dalam penentuan ’muatan’ baru yang ditampilkan oleh jumlah dot-dot kartu sebagai berikut:

Struktur Dasar ]Domino]

Sebagai kumpulan kartu permainan, domino memiliki struktur dasar berupa dot-dot (bisa juga kosong) pada kedua sisi dalam satu kartu yang dipisahkan oleh sebuah garis tengah. Garis tengah yang pada umumnya dilihat sebagai garis pemisah kedua sisi kemudian saya asumsikan sebagai garis ’lipat’ yang juga hadir pada pola pembuatan kemasan. Dengan melipat kartu ini maka kedua sisi pada kartu tersebut dapat dipertemukan. Proses pelipatan ini kemudian memberikan ’jejak’ pada kedua sisi yang baru saja bertemu. Jejak yang membekas ini kemudian menjadi komponen dot pada kedua sisi tersebut. Dan dari semua struktur dasar kartu domino, terditeksi enam buah kartu yang dapat memiliki muatan yang berbeda dari tampilan yang terlihat (1-2, 2-2, 2-3, 3-3, 3-4, 4-1). Keenam kartu ini kemudian di’lipat’ untuk memberikan muatan baru.

Metode Kunci ]Dot]

Hasil dari proses pelipatan ini kemudian dikembalikan pada struktur dasar kartu, seperti metode kunci pada kemasan, sehingga didapatkan kartu dengan struktur yang menyerupai hasil pelipatan. Hal ini juga berlaku pada proses kelima kartu lainnya sehingga seakan-akan didapatkan beberapa kartu ’tambahan’ untuk dapat menyambung kartu domino yang ada dalam permainan ini.

Proses Penyusunan [Kartu]

Setelah didapat ’kartu tambahan’ ini maka permainan mendapatkan alternatif baru dalam proses penyusunan kartu domino. Dengan ’bentuk’ baru ini, permainan domino mampu menstimulus otak untuk berpikir ’melipat’ dalam mencari penyelesaian dan memunculkan alternatif strategi untuk memenangkan permainan. Jadi permainan yang kasat mata dapat dikembangkan menjadi permainan di alam pikiran dan tetap asyik untuk dimainkan.

Dari percobaan kecil yang diintervensi ini saya belajar bagaimana koneksi menjadi penting dalam proses (penyusunan) baik dalam permainan maupun bidang serius (tidak main-main) lainnya yang lebih luas dan kompleks. Sekali lagi hal ini menunjukkan pula peran geometri dalam sebuah proses, tak terkecuali proses berarsitektur untuk menghasilkan alternatif-alternatif baru sebagai tanggapan atas perkembangan dunia arsitektur itu sendiri.

Bagaimana tanggapan anda?

Sumber:

http://teachingkinders.com/pages%20for%20samples/left.html

Transformasi me-Ruang

Filed under: process — andisuryakurnia @ 14:22
Tags: , ,

Proses yang berlangsung dalam pembuatan kemasan, dari pola yang terdapat pada bidang dua dimensi (dwimatra) menjadi wujud tiga dimensi (trimatra), menunjukkan suatu perubahan yang dikenal dengan istilah transformasi. Istilah ini dapat ditemukan dalam beragam aplikasi di dunia ini seperti musik, permainan, dan film. Belum lama ini dunia dipukau oleh film layar lebar yang menggabungkan teknologi industri film dengan teknologi komputer tingkat tinggi, berjudul ‘Transformer’, yang menggangkat tema perhelatan dunia di masa yang akan datang dimana terjadi interaksi antara manusia dan robot yang ‘hidup’ sebagai suatu transformasi dari bermacam-macam alat sederhana seperti perkakas dapur sampai pada alat transportasi canggih seperti jet kecepatan tinggi.

Dalam konsep me-‘ruang’ juga ditemukan beberapa contoh proses transformasi yang diaplikasikan baik dalam perencanaan maupun produk akhirnya, seperti pada furniture ‘transformer-shelf‘. Furniture ini bertujuan untuk dapat menampung berbagai material (seperti buku, alat tulis, perkakas, aksesoris, dsb), seperti layaknya sebuah rak atau lemari, pada ruang yang relatif sempit sehingga tidak membuat sesak ruangan yang ada dengan membagi lemari tersebut menjadi beberapa komponen yang memiliki fungsi penyimpanan masing-masing dan peng-’operasi’-annya ialah dengan menggeser komponen lemari lainnya sehingga efektifitas penggunaan lemari tersebut menjadi lebih tinggi.

Keringkasan menjadi dasar pertimbangan dalam pengadaan produk interior ini. Tujuan untuk meringkas suatu produk interior juga diperlihatkan melalui contoh lainnya dengan prinsip kerja yang berbeda yaitu dengan menumpuk (obelisk-transformer-chairs) atau menggabungkan komponen-komponen dari furniture tersebut  sehingga menjadi suatu bentuk yang compact (tennis-arm-chair).

Lain halnya dengan contoh karya arsitektur yang menjadi contoh aplikasi konsep transformasi yang dilakukan oleh OMA, Rem Koolhaas pada proyek ruang fashion terkemuka Prada di Korea Selatan (2008) tepat di kawasan bersejarah istana Gyeonghui. Transformasi diterapkan pada konsep perubahan wujud dan fungsi perusahaan fashion internasional Prada dimana mewadahi pelbagai event yang akan dilakukan di dalamnya – fashion exhibition), film festival, art exhibition, Prada fashion show). Transformasi didasarkan pada area lantai dasar yang dapat diputar bergantian dengan empat bentuk geometri seperti lingkaran, cross, segi empat, dan segi enam. Masing-masing bentuk geometri tersebut mewakili fungsi yang terkait dengan event dalam kurun waktu pergantian sebanyak 4 kali dalam setahun (3 bulan/event).

Transformasi yang terjadi mungkin tidak sehebat yang diilustrasikan pada film ‘Transformer‘, namun sebagai suatu pemikiran yang kemudian tertuang dalam dimensi yang dapat di-‘tinggal’-i oleh manusia menjadi fenomena baru dalam proses berarsitektur. Dengan perputaran bentuk dan fungsi (form and function) maka kaidah form follow function ataupun function follow form bukan menjadi hal yang utama lagi. Yang menjadi perhatian utama adalah proses transformasi itu sendiri sehingga berbagai event dalam space dapat dinaungi oleh place di posisi yang sama. Skala bangunan ini kemudian berdampak pada skala kota yang lebih luas dimana atmosfer di sekitar bangunan turut terpengaruh oleh atmosfer event yang sedang berlangsung dalam kurun waktu tertentu.

Dari contoh-contoh ini kita dapat belajar bahwa dunia ini tidak statis melainkan dinamis, selalu terjadi perkembangan yang menunjukkan peningkatan pemikiran manusia terhadap dunia. Dan secara sadar pemikiran manusia juga mengalami transformasi, sehingga kondisi unreal dalam film ‘Transformer‘ bisa jadi real pada beberapa sektor kehidupan. Hal ini tak terelakkan dengan penemuan-penemuan mutakhir dari teknologi komputerisasi sebagai suatu bentuk transformasi sebuah peradaban. Aplikasi teknologi dalam ruang juga sangat dimungkinkan sehingga ruang nyata sekarang ini mampu bertransformasi menjadi cyber-space.

Siapkah kita menghadapi transformasi ini?

Sudah sejauh mana transformasi yang terjadi pada diri anda? Pemikiran dan ‘ruang’ anda?

April 1, 2010

Musik & Arsitektur = Ide

Filed under: architecture and other arts — caesarch @ 19:58
Tags: ,

Musik adalah bunyi yang dikeluarkan oleh satu atau beberapa alat musik yang dihasilkan oleh individu yang berbeda-beda berdasarkan sejarah, budaya, lokasi dan selera seseorang. Musik merupakan sebuah bentuk seni dengan menggunakan medium suara. Biasanya unsur musik terdiri dari pitch (yang mengatur melodi dan harmoni), rhythm (berkaitan dengan konsep tempo, meter, dan artikulasi), dinamika, dan kualitas sonik timbre dan tekstur.

Bagaimana dengan musik yang dimainkan oleh John Cage (seorang composer Avant Garde) yang berjudul “Four Minutes Thirty Three Second of Silent” (4’33”) yang terbagi dalam 3 bagian, dimana dia menginstruksikan para pemainnya untuk tidak memainkan satu pun alat musik pada sebuah konser. Yang ternyata ini menjadi karya John Cage yang sangat kontroversial dan terkenal

“Architecture is both the process and product of planning, designing and constructing space that reflects functional, social, and aesthetic considerations. Architecture also encompasses the pragmatic aspects of realizing designed spaces, such as project planning, cost estimating and construction administration”. (http://en.wikipedia.org/wiki/Architecture)

Yang selama ini kita (saya) tahu, arsitektur adalah sesuatu yang terlihat kasat mata, bangunan yang berdiri karena desain yang diwujudkan, jadi kita bisa melihat bahwa itu adalah arsitektur. Tetapi apa yang dikatakan Louis Kahn bahwa arsitektur tidak ada merupakan wacana tersendiri. Dia berkata bahwa yang ada adalah sebuah realitas yang dibangun dari perwujudan ide arsitektur.

Seperti yang dimainkan oleh John Cage dalam “Four Minutes Thirty Three Second of Silent”. Musik adalah ide, jadi bunyi yang kita dengar adalah perwujudan dari ide itu sendiri. Jadi menurut saya musik dan arsitektur mempunyai benang merah yang sama yaitu musik dan arsitektur adalah sebuah ide yang jika diwujudkan akan menjadi lagu dan juga bangunan seperti yang selama ini kita lihat.

March 31, 2010

Geometry in Traditional Architecture – ‘Rumah Gadang’

Filed under: locality and tradition — gemala @ 21:10
Tags: ,

Saat berbicara mengenai arsitektur, secara tidak langsung kita juga berbicara mengenai geometri yang merupakan salah satu unsur pembentuk arsitektur. Dan saat saya mengolah skripsi yang terkait dengan arsitektur tradisonal Minangkabau, saya menyadari ternyata hal ini tidak hanya berlaku untuk arsitektur modern tetapi juga berlaku untuk arsitektur tradisional yang eksis tanpa campur tangan arsitek.

Rumah gadang sebagai hasil dari proses berarsitektur masyarakat Minangkabau, bagi saya merupakan salah satu karya arsitektur yang sangat menarik. Hal ini bukan hanya karena saya adalah orang Minang tetapi juga karena saat melihat rumah gadang, secara visual kita disuguhkan pada permainan geometri yang tidak lazim. Ketidaklaziman ini salah satunya dapat dilihat dari massa rumah gadang yang besar ke atas sehingga memberi kesan tidak proporsional. Selain itu, hal yang juga cukup menonjol adalah permainan garis-garis lengkung pada atap gonjongnya yang curam dan runcing menjulang ke langit.

Bentuk-bentuk geometri seperti ini ternyata tidak muncul begitu saja tapi juga tidak berdasarkan pada teori-teori yang terkait dengan geometri seperti teori Vitruvius, Euclidean Geometry, Gestalt ataupun lainnya. Bentukan geometri seperti ini ternyata lahir sebagai simbol yang mewakili penghormatan dan penyesuain terhadap alam yang telah melewati proses trial and error. Proses ini berlangsung sekian lama hingga diperoleh bentuk seperti bentuk rumah gadang yang kita lihat sekarang ini.

Hal lain yang menarik saat mengenal arsitektur rumah gadang adalah bahwa ternyata ukuran yang dipakai tidak mengikuti kaidah metrik ataupun Golden Section yang dianggap dapat menciptakan sesuatu yang proporsional. Ukuran yang dipakai adalah ukuran tubuh manusia yaitu jari, jengkal, hasta dan depa. Namun walaupun menggunakan satuan yang secara metrik tidak dapat dipastikan keakuratannya (karena ukuran jari, jengkal, hasta dan depa pada tiap orang berbeda), rumah gadang tetap dapat dibangun dengan baik (dalam artian tidak ada masalah yang diakibatkan kesalahan ukuran). Hal ini bagi saya, lagi-lagi membuktikan bahwa alam atau sesuatu yang natural itu menyimpan kaidah-kaidah geometri yang ajaib.

Selain itu dalam kaitannya dengan arsitektur tradisional, geometri dianggap dapat merepresentasikan pandangan hidup masyarakat yang juga berlaku bagi arsitektur tradisional Minangkabau. Pandangan hidup orang Minang disimbolkan ke dalam bentuk-bentuk tertentu dan dijadikan sebagai bagian dari arsitektur. Disinilah geometri berperan sebagai penerjemah simbol-simbol tersebut kedalam bentuk visual.

Dengan mempelajari arsitektur tradisional khususnya rumah gadang ini,  saya melihat ada cara lain dalam memandang geometri sebagai bagian dari arsitektur. Geometri tidak hanya dinilai sebagai unsur arsitektur yang membantu memberikan nilai estetika pada bangunan namun juga sebagai representasi dari nilai-nilai yang dianut oleh suatu golongan masyarakat tertentu.

May 23, 2009

Hasrat Ber-Arsitektur

Filed under: contemporary theories — ayushekar @ 20:32
Tags: ,

Arsitektur tidak hanya melulu ruang dan hadir dalam keindahan bentuk, tetapi juga proses. Banyak arsitek ternama menghasilkan karya yang bisa dibilang terlihat biasa saja, tetapi ternyata diberikan apresiasi tinggi, karena prosesnya. Yang terpenting bukanlah B yang berasal dari A, tetapi area diantara A dan B. “Perjalanan” A menjadi B. Mengapa mereka terlihat dengan mudah menemukan metode tersebut? Karena mereka memiliki kepercayaan (belief).

Salah satunya adalah FOA (Foreign Office Architects). FOA percaya bahwa bentuk-bentuk yang dihasilkan memiliki suatu kedekatan atau kekerabatan dengan bentuk yang lain. Seperti sistem klasifikasi kekerabatan pada dunia biologi. Apa yang kemudian mereka sebut dengan PHYLOGENESIS. Kepercayaan tersebut yang menuntun mereka untuk meneliti dan menemukan apa yang mereka yakini.

Pada dasarnya FOA mencoba mencari parameter yang nantinya bisa mereka pakai dalam menentukan hubungan kekerabatan mereka. Meski dalam hal ini saya belum mengerti benar alasan mereka mengemukakan faciality, function, balance, continuity, dan lainnya. Meski banyak pertanyaan disekitar metode ini, seperti apakah bisa dipakai untuk semua bentuk bangunan dan semua arsitek, mengapa beranjak dari hubungan kekerabatan, dan pertanyaan lainnya, namun yang perlu digaris bawahi adalah proses penemuan metode tersebut, Sikap dan mental mereka.

Walaupun mereka menyadari betul metode yang mereka ciptakan akan menuai banyak protes, pertanyaan, dan sikap skeptis dari berbagai pihak, toh mereka tetap menjalaninya. Entah apakah mereka memang memiliki banyak waktu atau memang suatu tanggung jawab yang harus dilakukan, namun saya jadi berpikir bahwa bukankah seharusnya kita bersikap demikian. Mempertahankan dan membuktikan apa yang kita yakini, sehingga nantinya mahakarya tersebut tidak hanya sekedar berlabel “Iya bangunannya bagus.” tetapi juga “ wow ternyata …” ada sesuatu yang bisa dibawa siapa saja kedalam pengetahuan mereka. Hasrat seperti ini sulit ditemukan, tidak hanya di dalam diri saya, studio perkuliahan, hingga arsitek parktisi Indonesia saat ini.

Jadi, arsitektur tidak hanya berbicara hasil akhir, tetapi juga proses.