there’s something about geometry + architecture

May 30, 2017

Barcelona’s Superblocks: The Ideal City?

Filed under: classical aesthetics,ideal cities,locality and tradition — raynaldsantika @ 08:46

Jawaban dari pertanyaan di atas tak lain dan tak bukan berdasarkan pada keinginan kita di era globalisasi ini; apakah kita seharusnya merancang sebuah kota yang ideal berdasarkan pada masyarakat yang ada di dalamnya (civitas) atau untuk kemajuan hidup manusia?

1677

Denah kawasan Eixample di Barcelona (1859), oleh Ildefons Cerdà. Ilustrasi: Archives of the Kingdom of Aragon, Barcelona/Ministerio de Cultura/Ministerio de Cultura

Barcelona pada awalnya memiliki konsep grid yang pada awal mulanya dirancang oleh Ildefons Cerdà, Bapak Urbanisasi, sekitar tahun 1850an. Konsep grid dengan setiap blok nya berbentuk oktagon ini pada awalnya didesain untuk meningkatkan kesehatan masyarakat yang saat itu sedang dalam tahap yang memprihatinkan, dimana banyak penyakit timbul diakibatkan oleh penataan kota yang sangat buruk; salah satunya adalah keberadaan ruang terbuka hijau yang sangat kurang. Cerdà, sebagai seorang arsitek, urban planner, dan juga humanis pada saat itu, mengembangkan konsep ini agar ruang terbuka hijau di Barcelona dapat dengan mudah dijangkau oleh masyarakat dan jumlahnya bertambah banyak.

20568100a2f64eaf2c1dc6d9dd667f5b.jpg

Perubahan penggunaan konsep octagonal grid oleh Cerdà yang lambat laun mengubah ruang terbuka hijau menjadi ruang privat. Ilustrasi: Pinterest

Hal ini kemudian menjadi bumerang bagi Barcelona di era globalisasi dimana mobil merajalela dan solusi yang tadinya untuk kepentingan kesehatan justru berbalik menjadi sumber dari 1200 kematian yang ada di Barcelona setiap tahunnya karena level nitrogen dioksida yang melebihi batas maksimum. Oleh karena itu, pemerintah Barcelona kemudian menggodok kembali konsep grid ini dan menjadikan adanya Superblock dalam struktur kota. Superblock memungkinkan 9 blok untuk menjadi satu dan membuat jalan di dalamnya bebas dari kendaraan publik dan hanya boleh dilalui mobil pribadi dengan kecepatan 10 km/jam, sedangkan pada perimeter Superblock diperbolehkan kendaraan umum lainnya. Hal ini akan diujicoba pada beberapa neighborhood yang kemudian akan diterapkan pada seluruh wilayah kota.

01 esquema superilla

Rute Hitam memperbolehkan transportasi publik dan mobil dengan kecepatan 50 km/jam, sedangkan Rute Hijau hanya memperbolehkan mobil pribadi dengan kecepatan 10 km/jam dengan memprioritaskan pejalan kaki dan pengguna sepeda. Ilustrasi: BCNecologia

tumblr_inline_o7fbgcMsHW1r97ndl_540

Kawasan potensial di Barcelona yang akan diujicoba menggunakan Superblock (pembagian secara merata pada di seluruh kota). Ilustrasi: BCNecologia

Yang menjadi sorotan utama dari pembenahan kota ini adalah bagaimana pemerintah Barcelona kembali menerapkan kota yang berbasis pejalan kaki, seperti yang dikemukakan oleh Jane Jacobs pada argumennya. Order di dalam arsitektur banyak dikemukakan, oleh Mies Van der Rohe misalnya, merupakan hubungan antara parts to the whole. Parts dan whole ini yang kemudian diimplementasikan secara gamblang oleh konsep Superblock ini membuktikan bahwa order yang dibutuhkan dalam sebuah kota yang ideal adalah bahwa jika komponen di dalamnya bekerja dengan baik dan komponen-komponen di dalamnya bekerja secara semestinya dan tidak saling mengganggu satu sama lain (Lofland,1988). Urban room yang kemudian akan lebih diutamakan di dalam kota Barcelona ini kemudian menjadi salah satu konsep yang diambil dari para pendahulunya dimana kota yang ideal dimaksudkan untuk pejalan kaki. Namun, yang menjadi pembeda adalah bagaimana konsep kota ini diterapkan pada seluruh kawasan dan bukan hanya terpusat di kawasan bisnis atau dimana orang-orang borjuis bermukim. Hal ini kemudian menekankan bahwa ideal city adalah konsep yang dapat dinikmati oleh semua masyarakat, seperti yang dikemukakan oleh Adrian Forty, dimana arsitektur merupakan instrument dari social order.

shutterstock_151691564

Konsep Superblock  akan menambah wilayah bebas kendaraan untuk pedestrian.
Ilustrasi: Filipe Frazao (Shutterstock)
La Rambla in Barcelona

Apakah anda setuju dengan konsep Superblock dalam menjadikan sebuah kota sesuai dengan konsep ideal city?

Raynald Santika – 1406566413

Sumber:

Bausells, Marta. 2016. ‘Superblocks to the rescue: Barcelona’s plan to give streets back to residents’. Barcelona: The Guardian. Accessed on May 30, 2017, 8.55 AM

Bausells, Marta. 2016. ‘Story of cities #13: Barcelona’s unloved planner invents science of ‘urbanisation”. Barcelona: The Guardian. Accessed on May 30, 2017, 9.00 AM

 

 

 

March 26, 2017

GOLDEN SECTION, DE STIJL DAN FASHION

Filed under: classical aesthetics,everyday geometry,Uncategorized — khusnulhotimahdwiyanti @ 21:27
Tags: , ,

Golden section atau golden ratio yang sama dengan 1,618 yang merepresantasikan phi (Φ),dipercaya bahwa membuat gambar berdasarkan persegi dari golden ratio atau golden section ini  akan menghasilkan proposi yang baik dan akan terlihat indah bagi mata.

fibanacci
Fibonacci Spira\
 

Telah banyak seniman ataupun arsitek yang menggunakan golden section terutapan golden rectagle sebagai pernentu proposi dalam menghasilkan karya-karyanya. Bahkan pada kehidupan sehari haripun kita dapat menemukan golden ratio pada proposi tubuh dan wajah, kelopak bunga, bahkan ukuran kertas seperti A1,A2,A3.

golden-section-screen-print-detail1.png
Fibonacci Spirral x De Stijl

Salah satu hasil karya yang menerapkan golden ratio sebagai landasan proposi pada karnyanya adalah karya dari aliran Seni belanda De Stijl.

De stijl adalah sebuah aliran seni yang hanya menggunakan unsur-unsur sederhana seperti garis lurus horiznntal maupun vertikal dan juga bentuk-bentuk dasar persegi dan persegi panjang. Pemilihan warnanya pun hanya mengkerucut pada warna-warna primer seperti merah, kuning, dan biru. Dan juga tiga warna primer hitam, putih dan abu-abu.

Konsep de Stijl banyak dipengaruhi filosofi matematikawan M. H. J. Schoenmaekers. Piet Mondrian. Salah satu contoh penerapan goldden section oleh mondrian adalah lukisan abstrak “ composisition wilh red, black, blue , yellow dan grey_Piet Mondrian pada tahun 1920

design-dictionary-de-stijl-mondrian.jpg
Composisition with red, black,blue,yellow and grey By Piet Mondrian 1920

Pengaruh de stijl Mondrien juga memberikan pengaruh pada bidang fashion. Salah satunya dimulai saat Yves Saint Laurent pada tahun 1960 an membuat sebuah gaun yang iconic yang menerapkan De stijl mondrian pada rancangannya,

Picture13(11).jpg
Mondrian Dress by Yves Saint Laurent 1960

Penerapan De Stijl pada bidang fashion menjadi sebuah trend yang disenangi. Hal ini dikarenakan de stijl yang mengacu pada golden ratio membuat sebuah keharmonisan dan ritme dalam pengkomposisiannya menjadi indah saat dilihat mata. Dimana, warna de stijl yang mengacu pada warna primer yang terang dan di imbangi dengan warna dasar yang netral membuat hasil rancangan fashion dengan gaya de stijl menarik mata ,fashionable, terlihat estetik dan mudah diterapkan dalam berbagai item fashion.

Berikut adalah beberapa item fashion yang dipengaruhi oleh aliran de stijl :

3c13bfee-23f3-4cbb-8357-fa361995478f
TOP BIGBANG Mondrian Suit
design-dictionary-de-stijl-fashion
Fashion Item with Mondrian De stijl Influence
Picture12(13)
NIKE Mondrian Style Trainings
KHUSNUL HOTIMAH DWIYANTI – 1406530691
 REFRENSI :

http://designseminar4.blogspot.co.id/p/industrial-design-and-fashion.html

http://uchi.co.uk/blog/uchis-golden-section/

http://www.decorartsnow.com/design-dictionary-de-stijl/

 

March 19, 2017

The ‘Beauty’ of Beaux Arts in Architecture

What Is Beaux Arts Architecture?

Di Perancis, istilah Beaux Arts (/ˌboʊˈzɑːr/) berarti seni rupa atau seni yang indah. Gaya arsitektur Beaux Arts ini berasal dari Perancis, berdasarkan ide-ide mengajar di sekolah seni legendaris di Paris, yaitu L’École des Beaux Arts, yang berasal dari Neoclassicism (menggabungkan arsitektur klasik dari Yunani kuno dan Roma dengan ide-ide Renaissance) yang juga menjadi bagian dari gerakan Renaissance Amerika antara akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 (Draper, 1977). Karena ukuran dan kemegahan bangunan yang menjadi salah satu ciri dari gaya Beaux Arts, maka gaya ini paling sering digunakan untuk bangunan umum seperti museum, opera, stasiun kereta api, perpustakaan, bank, gedung pengadilan, dan gedung-gedung pemerintah (Fricker, 1998).

Geometri yang digunakan dalam arsitektur Beaux Arts berfokus pada lingkaran dan grid. Bentuk grid juga dapat diperluas menjadi persegi panjang yang proporsional agar sesuai dengan kebutuhan ruang fungsional dan sebagai sarana untuk mengembangkan hierarki dan kesatuan dalam komposisi (Drexler, 1977). Teknik untuk mengembangkan hierarki adalah penggunaan sumbu simetri yang dapat ditelusuri ke bacaan Vitruvius, The Ten Books on Architecture, dimana salah satu prinsip dasar arsitektur berada pada simetri dan harmoni. Sementara, komposisi diperlukan untuk keindahan, ‘beauty’, dari keseluruhan komposisi yang ada terhadap Beaux Arts. Disini, saya mengambil contoh terhadap dua bangunan yang sekiranya cukup dikenal akan gaya  Beaux Arts-nya dan memperlihatkan ‘beauty’ yang dimiliki:

  • Palais Garnier, Paris, Perancis.

Palais Garnier (/palɛ ɡaʁnje/) di Paris, Perancis adalah opera house dengan 1.979 kursi yang dibangun pada 1861-1875 untuk Paris Opera. Awalnya disebut sebagai Salle des Capucines, karena lokasinya di Boulevard des Capucines yang kemudian menjadi dikenal sebagai Palais Garnier sebagai pengakuan atas kemewahan bangunan dan arsiteknya sendiri, Charles Garnier. Bangunan ini memiliki popularitas yang sama dengan bangunan terkenal di Perancis lainnya, seperti  Notre Dame Cathedral, Louvre, atau Sacré Coeur Basilica. (https://en.wikipedia.org/wiki/Palais_Garnier)

1

https://en.wikipedia.org/wiki/File:Paris_Opera_full_frontal_architecture,_May_2009.jpg

2

https://en.wikipedia.org/wiki/File:Palais_Garnier_plan_d%27ensemble_-_Nuitter_1875_p196_-_Google_Books.jpg

4

https://en.wikipedia.org/wiki/File:Opera_Garnier_Grand_Escalier.jpg

5

https://en.wikipedia.org/wiki/File:Palais_Garnier_auditorium_and_stage.jpg

6

https://en.wikipedia.org/wiki/File:Op%C3%A9ra_Garnier_facade_with_sculpture_labels.jpg

  • Thomas Jefferson Building, Washington, D., Amerika Serikat.

Merupakan yang tertua dari tiga bangunan United States Library of Congress, Gedung Thomas Jefferson dibangun di tahun 1890 – 1897. Desain dan konstruksinya memiliki sejarah yang berliku-liku; arsitek utama bangunan ini adalah Paul J. Pelz, awalnya dalam kemitraan dengan John L. Smithmeyer, dan digantikan oleh Edward Pearce Casey selama beberapa tahun terakhir pembangunan. Bangunan bergaya Beaux Arts ini dikenal dengan fasad yang meniru gaya klasik dan interior dengan dekorasi rumitnya. (https://en.wikipedia.org/wiki/Thomas_Jefferson_Building)

a1

https://www.loc.gov/item/2007684215/

a3

https://www.aoc.gov/capitol-buildings/thomas-jefferson-building

a2

http://www.loc.gov/pictures/item/2002719567/

a4

https://librarymom12.wordpress.com/2013/04/24/happy-213th-birthday-library-of-congress/

a5

http://www.loc.gov/pictures/resource/highsm.03185/

Terlihat dari dua contoh yang ada, bahwa beberapa hal yang mendefinisikan karya arsitektur dengan gaya Beaux Arts terhadap ‘beauty’-nya adalah; fokus pada hirarki simetri ruang interior yang dirancang sedemikian rupa untuk menyampaikan adanya kesan monumental, detail klasik pada kolom (corinthian) dan pedimen, interior yang sangat dekoratif, patung-patung yang melekat pada façade, dan lantai pertama yang dinaikkan. Gaya ini terlihat sangat mempertimbangkan fungsi ruang; merincikan kebutuhan pengguna dan menerapkan prinsip-prinsip sirkulasi untuk berfungsi secara praktis dan efisien pada masanya.

Rafi Mentari

1606842000

Bibliografi:

Fricker, Jonathan; Fricker, Donna; Duncan, Patricia. Louisiana Architecture: A Handbook on Styles. Lafayette, Louisiana: Center for Louisiana Studies, University of Southwestern Louisiana, 1998.

Draper, Joan. The Ecole des Beaux-Arts and the Architectural Profession in the United States: The Case of John Galen Howard. Dalam: The Architect: Chapters in the History of the Profession, Spiro Kostof, ed., Oxford University Press, NY 1977.

Drexler, Arthur; Richard Chafee. The Architecture of the École des beaux-arts.  New York : Museum of Modern Art; Cambridge, Mass. Distributed by MIT Press, 1977.

June 11, 2016

“Folding Napkins” dan Arsitektur

Napkins atau kita lebih familiar dengan kata serbet, merupakan salah satu peralatan yang akan ditemui di meja makan. Memang serbet dalam budaya Indonesia jarag ditemui seperti di rumah namun apabila ke rumah makan di hotel atau restauran, tak jarang kita jumpai serbet siap menghiasi meja makan.

cloth-napkinsfc93257197fa2491147b94b704a79da9-bella-casa-linen-table-napkins-7698bcf3949b453aeab3d84bbf2991fbNapkin_22_linen_Irish

Gambar 1. (atas-bawah) Serbet dapat diletakkan di atas piring dengan bentuk yang beragam; Disamping piring dengan sendok dan garpu diatasnya; diatas piring dengan tanpa adanya sendok dan garpu diatasnya (sumber foto: google.com)

Teknik folding yang diterapkan juga beragam bahkan disebut-sebut sebagai the lost art karena hanya dengan menekuk serbet dapat dijadikan suatu bentuk yang mungkin membuat kita bertanya “bagaimana bentuk itu dapat dihasilkan?”

Folding dalam arsitektur juga memiliki definisi yang cukup dalam dimana hubungan konektivitas ruang terjadi dari tekukan – tekukan antara elemen-elemen objek dengan subjek atau objek dengan objek maupun subjek dengan subjek.

Gambar 2. Kontinuitas yang terjadi di bentuk-bentuk serbet (sumber foto: google.com)

Untuk seni serbet saya cantumkan beberapa contoh pembuatannya untuk dapat melihat lebih jelas bagaimana ujung serbet dapat kontinu dengan ujung serbet lainnya

  1. The Star Fold

AD-Napkin-Folding-Techniques-That-Will-Transform-Your-Dinner-Table-09

2. The Fillable Pouch

AD-Napkin-Folding-Techniques-That-Will-Transform-Your-Dinner-Table-08

Cut Maulidia Rahmatia Meudi

1306413706

sumber:

25+ Napkin Folding Techniques That Will Transform Your Dinner Table

http://www.fanrto.com/napkin_folding_instructions_and_table_decorations_for_any_occasion/

http://www.ianthearchitect.org/the-lost-art-and-etiquette-of-napkin-folding/

March 29, 2016

Jika Golden Ratio Merusak Keindahan

Filed under: classical aesthetics — muhamadnurichsan @ 22:58
Tags: , , ,

Selama ini golden ratio menjadi salah satu metode yang digunakan dalam men-define keindahan agar keindahan tersebut dapat dijelaskan mengapa hal tersebut dapat dikatakan indah.

 

“When the appearance of the work is pleasing and in good taste, and when its members are in due proportion according to correct principles of symmetry.” (Vitruvius : Ten Books on Architecture. Book I. Chapter III.). Proporsi dan simetri menjadi 2 kunci utama bagi Virtuvius, hal serupa yang juga ingin disampaikan Matila Ghyka pada 1952 melalui tulisannya A Practical Handbook Of Geometrical Composition And Design menjelaskan pentingnya proporsi dalam suatu komposisi baik itu secara sadar maupun tidak sadar. Konsep proporsi yang dijelaskan oleh ghyka ini muncul dari konsep rasio (Ratio : Quantitative comparison between 2 things; Proportion : equality of 2 ratio). Kemudian berdasarkan proporsi dan ratio inilah muncul golden ratio dimana term ini merujuk bahwa adanya dugaan terhadap sesuatu yang disebut indah tersebut pastilah memiliki golden ratio didalamnya.

 

Lalu bagaimana jika sesuatu yang sudah indah dimasukan golden ratio ??? apakah hasilnya akan tetap indah atau menjadi lebih indah 2x lipat karena sebelumnya sudah terdapat golden ratio didalamnya atau malah menjadi sesuatu yang dianggap banyak orang akan menjadi tidak indah

 

Ada beberapa percobaan yang telah dilakukan untuk membuktikan hal tersebut terutama pada beberapa wajah selebriti dunia yang dianggap menarik, rupawan, menawan dan sebagainya kemudian dari situ dicoba untuk dimasukan lagi unsur golden ratio di dalamnya.

 

nicholas cage

Nicolas Cage

bryan crastone

Bryan Cranston

aaron paul

Aaron Paul

sylvester stallone

Sylvester Stallone

jack nicholson

Jack Nicholson

 

 

Ternyata hasilnya cukup mencengangkan karena beberapa hasilnya bisa dikatakan cukup aneh dan tidak menarik

 

Jadi dengan begini apakah golden ratio masih relevan terhadap keindahan ???

 

References  

Morgan, Hicky Morris. 1960, “Vitruvius: The Ten Books On Architecture”, Dover Publication, Inc., New York.

Ghyka, Matila. 1952, ”A Practical Handbook Of Geometrical Composition And Design”, Alec Tiranti Ltd, London.

http://www.likecool.com/The_golden_ratio_turns_famous_faces_into_fibonacci–Pic–Gear.html

March 28, 2016

Idea of Proportion -Does It Still Exist?

Proporsi – Apakah proporsi adalah segaanya dalam mendesain? Banyak faktor yang mempengaruhi proporsi, sehingga golden ratio dan golden section ini sendiri kemudian patut dipertanyakan. Apakah arsitektur modern menggunakan konsep proporsi ini dalam merancang bangunannya?

Dalam menentukan proporsi yang sesuai, Vitruvius memberikan pernyataan bahwa simetris adalah proporsi yang ideal, seperti apa yang beliau katakan bahwa,

Ordering is the proportion to scale of the work’s individual components taken separately, as well as their correspondence to an overall proportional scheme of the symmetry.” –  Vitruvius

Apa yang disebut simetris disini? Berkaitan dengan golden section kah? Dari sini kita dapat melihat bahwa hal yang indah berbentuk simetris. Seperti yang bisa kita lihat pada gambar dibawah ini, keindahan bangunan yang simetris.

 

Hal ini sangat bertolak belakang dengan keindahan yang menjadi tren di arsitektur modern. Penggunaan digital processing dalam merancang struktur bangunan, memberikan kemudahan untuk merealisasikan hal yang tampak tidak mungkin dan menentang nilai estetika keindahan dari golden section ini sendiri.

 

 

Frank Gehry merupakan seorang arsitek kontemporer yang menggunakan gabungan dari komputasi digital dalam mengkomposisikan struktur bangunan yang dirancangnya sehingga menghasilkan bentuk yang unik. Dalam salah satu perkataannya mengenai Eisenhower memorial, beliau mengatakan

“Well, I had to—it didn’t start out that way. And I’m not the kind of architect that does that. But we had to hold the tapestries up. And there had to be some—and I started out with cable structures in steel, but it didn’t seem dignified and appropriate for this topic. And I started making bigger and bigger, so that they had more presence, and I ended up with these columns”

gugenheim

The Guggenheim Museum, Biblao

Pernyataan Frank Gehry ini direalisasikan dalam beberapa karyanya, dan salah satunya adalah museum guggenheim ini. Tampak bahwa keinndahan tidak dibatasi dengan proporsi saja, namun ternyata bahwa penggunaan metode lain untuk mendeformasi bentuk geometri dapat memberikan kesan keindahaan juga. Proporsi yang dimaksud pada karya Frank Gehry ini berbeda dengan keindahan estetis klasik. Jadi apakah mungkin sebenarnya proposi bukanlah lagi kriteria dari membuat bangunan yang indah?

 

Referensi:

http://www.nccsc.net/essays/beauty-and-proportionality-architecture

http://www.eisenhowermemorial.net/frank-gehry-own-words

The Software Behind Frank Gehry’s Geometrically Complex Architecture

 

The Crucial Role of Geometry in Islamic Art

Anneli Puspita Xenia

1306449473

 

Menurut Nigel Pennick pada buku-nya yang berjudul Sacred Geometry pada tahun 1994, rasio dan proporsi geometri telah diberlakukan pada desain sakral dan seremonial pada peradaban tradisional sejak zaman lampau. Rasio dan proporsi geometri selalu tercipta dari dimensi-dimensi yang menggabungkan angka-angka matematis, kesatuan yang konstan, dan rasio, seperti halnya ‘golden/sacred mean’ . Dan penggunaan geometri berdasarkan akar-akar yang proporsional, bujur sangkar yang proporsional, dan segitiga phytagoras.
Pada seni dan arsitektur Islam, geometri telah diberlakukan sejak awal dan sebagai bentuk penolakan Islam terhadap gambar-gambar figuratif dan pagan yang dapat memicu berhala. Seni Islam, atau lebih tepatnya seni sakral, adalah seni yang diciptakan sebagai bentuk ketaatan spritual, ekspresi rohani, dan bentuk pengingatan akan Tuhan. Di mana memiliki arti yang berbeda dari seni biasa yang diciptakan untuk meng-ekspresikan cerita atau pesan dari si seniman sendiri. Di mana si seniman Islam melepaskan belenggu diri-nya dari pujian atau pengakuan terhadap karya-nya.
Geometri pada umumnya dan geometri tertentu memegang peranan penting pada proses desain dari seni Islam, yang direpresentasikan pada elemen-elemen utama-nya, geometri, biomorphic laws, dan kaligrafi, yang semuanya berdasarkan hukum geometri atau proporsi. Geometri adalah sentral dari seni Islam.
Desain geometri pada Islam tercipta dari kombinasi-kombinasi bujur sangkar dan lingkaran yang mengalami repetisi, yang dapat mengalami overlap, interlace, dan arabesque di mana setelah itu akan membentuk desain yang kompleks dan berbelit-belit.
Dan ternyata, pola-pola yang ada pada desain Islam dapat dilihat sebagai kunci metode dari bagaimana Islam meng-ekspresikan estetika cosmological. Sebagai tambahan untuk representasi cosmological dan struktur filosofis pada level bentuk, pola-pola geometri dalam Islam juga dapat dilihat sebagai bentuk yang efisien dan kuat untuk merepresentasikan beberapa konsep-konsep ‘sentral’ yang mengkarakteristikan pembahasan Islam dalam hal ‘Divine Nature’. Pola-pola pada Islam adalah sebagai bentuk visual tools untuk merenungkan sifat matematis pada alam yang tersembunyi, yang menuntun pada sifat dari keindahan, yang merupakan kekuasaan Tuhan pada alam semesta ciptaan-Nya.

Geometric Proportional Systems
Pada seni dan arsitektur Islam, sistem proporsi geometri yang paling penting adalah:
-Golden mean / golden ratio
– Proporsi tiga akar utama yaitu √2, √3 and √5

Proporsi Golden Mean adalah sistem proporsi di mana dua elemen ber-relasi satu sama lain di dalam satu set proporsi.

1-s2-0-s2095263512000635-gr1

The golden mean proportion: a/b=(a+b)/A=1.61803.

Pada gambar di atas, dua segmen dari a dan b yang berbeda nilainya adalah berada pada satu proporsi a/b=(a+b)/a. Disini terdapat inti yang memisahkan satu garis menjadi segmen-segmen dengan proporsi-proporsi kualitatif. Ini merupakan refleksi dari lipat ganda yang terjadi dalam satu unity dalam istilah geometri. Jika garis ini dibagi menjadi dua garis yang sama nilainya, dua segmen itu akan menjadi repetisi monoton dari satu sesuatu yang sama, bukan lah lipat ganda (multiply) atau kesatuan (unity) dalam geometri.
Sedangkan untuk proportional rectangles atau proportional roots adalah berdasarkan dari geometri segi banyak.

1-s2-0-s2095263512000635-gr2

The proportional roots: (a) the √2 proportion, (b) the √3 proportion, and (c) the golden mean (Phi) proportion.

untitled

The root proportions based on the square.

Seniman-seniman Muslim menciptakan proporsi-proporsi geometri ini dari lingkaran ‘Unity’. Sebagai salah satu dari bentuk umum yang ada di alam, lingkaran ini merefleksikan secara simbolik adalah tanda-tanda dari ciptaan-Nya, seperti salah satunya contohnya adalah matahari yang menjadi simbol universal (Guenon, 1995).

untitled

Unity in multiplicity and multiplicity in unity primary circle symbolizing wholeness, completion, unity and infinity.

The circle of the unity atau kesatuan lingkaran merupakan suatu bentuk yang signifikan karena lingkaran-lingkaran itu saling mengelilingi bagian yang di tengah-tengah. Dan sangat penting untuk mengetahui bahwa bentuk-bentuk geometri dapat diciptakan dari lingkaran, dan dari lingkaran-lingkaran itu muncul-lah segi banyak, yang menyertakan perhitungan akar-akar dan proporsi-proporsi.

This picture (Vesica Pisces realm) shows a symbolic relationship between the absolute and the relative, represented by two circles overlapped

untitled
Di dalam Vesica Pisces, primary proportional roots, seperti √2, √3, and √5 atau golden mean, semuanya ditemukan pada daerah ‘relatively absolute’.
Geometry in man, nature, and cosmos
Geometri seolah-olah menjadi sesuatu yang tidak terlihat pada seni dan arsitektur Islam, akan tetapi jika manusia memahaminya sebenarnya pola matematis geometri itu sendiri dapat ditemukan pada manusia, alam, dan kosmos. Pola-pola ini yang mencakup nilai estetika dan filosofis dapat ditemukan pada semua aspek dalam proses desain seni Islam. Telah dipercayai bahwa geometri-geometri ini sebenarnya diturunkan dari hukum-hukum alam.

1-s2-0-s2095263512000635-gr7

1-s2-0-s2095263512000635-gr8

1-s2-0-s2095263512000635-gr9

Geometric Proportions As A Tool of Design: Study Model
The Planning Stage : menentukan sistem proporsi berdasarkan unit pola di dalam circle of unity, yang ditentukan oleh keinginan menunjukkan arti simbolis di balik pola geometri dan kaitannya dengan mikro dan makro kosmos.
The Division Phase : konstruksi dari pola geometri dasar
Pattern Order and Structure : inisiasi membentuk garis bersinggungan untuk menciptakan bentuk yang artistik dari pola yang bertemu karena garis-garis itu. Ini menyebabkan munculnya titik-titik yang dapat digunakan untuk mengembangkan pola.
Desired Pattern Revealing : menciptakan variasi geometri dari pola dan menebalkan garis. Ini diturunkan dari semua proporsi vital berdasarkan single unit. Proses ini dapat dilakukan secara repetisi, membuat bagian tengah nya bisa muncul di mana-mana atau tidak muncul sama sekali.

Fourhold to Eighthold Pattern

untitled

 

1-s2-0-s2095263512000635-gr12

Construction stage of eight pointed patterns based on √2 proportions.

1-s2-0-s2095263512000635-gr13

Applications of the octagon based on eight pointed patterns in architecture “And the angels will be on its sides, and eight will, that Day, bear the throne of thy Lord above them” (The Holy Quran, Chapter 69, verse 17).

 

Fivehold to Tenfold Pattern

untitled

1-s2-0-s2095263512000635-gr15

 

Sixfold to Twelvehold Pattern

1-s2-0-s2095263512000635-gr16

1-s2-0-s2095263512000635-gr17

1-s2-0-s2095263512000635-gr181

1-s2-0-s2095263512000635-gr19

 

Referensi:

Guenon, Rene. 1995. The Reign of Quantity and the Sign of the Times. Sophia Perennis, Ghent.

Pennick, Nigel. 1994. Sacred Geometry: Symbolism and Purpose in Religious Structures. Capall Bann Publishing, San Francisco, USA.

Schneider, Michael. 1994. A Beginner’s Guide to Constructing the Universe: The Mathematical Archetypes of Nature, Art and Science. Harper Collins, New York.

Nasr, Sayyed. 1978. An Introduction to Islamic Cosmological Doctrines. Thames and Hudson, UK.

Singer, Lynette. 2008. The Minbar of Saladin: Reconstructing a Jewel of Islamic Art. Thames and Hudson, London, UK.

Komposisi Ruang Euclidean Dalam Karya Katarzyna Kobro

Filed under: architecture and other arts,classical aesthetics — kevinromariodharmasena @ 02:21
Tags: , ,
spatial-composition-4-1928
Spatial Composition 4 (1928)

Komposisi di atas nampaknya sudah tidak asing lagi, terutama bagi mereka yang berkutat dengan desain, ruang, dan seni. Katarzyna Kobro adalah seorang perupa asal Rusia yang lahir tahun 1898. Karya-karyanya, seperti di atas, adalah karya yang dipengaruhi gerakan Konstruktivisme yang berkembang di Rusia. Kobro mencoba membuat komposisi sedemikian rupa sehingga tidak ada ruang yang terbentuk karena enclosure, sehingga karyanya terlihat seperti susunan bidang planar dalam ruang tiga-dimensional. Namun yang unik di sini adalah bagaimana dia mengkonstruksikan karyanya dalam ruang.

spatial-composition-ii-1928.jpg!Blog
Spatial Composition 2 (1928)

Pada era itu tentunya sudah banyak gerakan seni yang mencoba mengaplikasikan geometri non-Euclidean seperti pada Kubisme. Kobro memiliki kekhasan dalam menggunakan ruang sebagai wadah untuk menyelipkan bidang-bidang planar, walau tidak semua karyanya seperti demikian (contohnya Rzeźba Abstrakcyjna II di bawah). Seperti yang sudah kita ketahui sebelumnya, bidang planar seperti adalah bidang yang ada dalam model ruang Euclidean. Dapat dilihat bahwa Kobro mencoba membuat ruang tanpa batasan bidang, namun masih dalam batasan model ruang Euclidean (perlu diingat bahwa model ruang non-Euclidean sudah banyak dipakai dalam karya-karya seni sejak awal abad 20).

rze-ba-abstrakcyjna-ii-1924.jpg!Blog
Rzeźba Abstrakcyjna (Abstract Sculpture) II (1924)
rze-ba-przestrzenna-1925.jpg!Blog
Rzeźba Przestrzenna (Spatial Sculpture) (1925)
spatial-composition-nr-6-1931.jpg!Blog
Spatial Composition 6 (1928)

Penyusunan bidang-bidang di ruang tiga dimensional memang berpotensi memunculkan ruang-ruang, namun Kobro memilih untuk melakukan komposisi murni menggunakan bidang-bidang planar. Tetapi justru batasan yang ia pakai dalam konteks karyanya menjadi representasi yang ikonik dalam Konstruktivisme. Karyanya tergolong influental di era di mana representasi tiga-dimensional masih terbatas dan belum ada representasi digital yang membuat orang bisa membuat objek tiga-dimensional dengan mudah. Influensi karyanya, sebagaimana karya Konstruktivis lain juga dapat dilihat pada Bauhaus, dan penggunaan warnanya yang mengingatkan kita pada karya-karya Piet Mondrian.

tumblr_nsj07tRxR51s3v5i1o4_500
Spatial Composition 9 (1933)

Namun pada karyanya Spatial Composition 9 di atas, terlihat juga usahanya untuk lepas dari constraint Euclidean, walaupun masih ada paralelitas pada bagian di mana ruang itu bertemu dengan tapak, dan basis bidang datar yang dipelintir di ruang tiga-dimensional. Dalam konteks ini dapat dilhat kalau constraint Euclidean mungkin lebih dikarenakan tools yang tersedia pada waktu itu belum mampu merangkai ruang yang terlalu kompleks.

Salah satu tulisannya yang menarik, tentang spatio-temporal rhythm, menjadi basis merangkai bentuk-bentuk geometri planar menjadi satu kesatuan yang uniform. Kobro menjelaskan, banyaknya kemungkinan bidang dalam ruang adalah tidak terbatas, dan bidang yang satu pasti berbeda dengan bidang yang lain. Uniformity dicapai saat ia memproyeksikan bidang-bidang itu menggunakan ritme-ritme potensial yang dimiliki tiap bidang. Hal ini dapat menjelaskan mengapa karya-karyanya kebanyakan berbentuk seperti ruang yang “tidak selesai” karena yang coba ia bangkitkan adalah ruang yang potensial, bukan ruang yang sesungguhnya/ruang yang tampak. Gagasan spatio-temporal rhythm Kobro tertuang dalam tulisan Sculpture and Solid yang dimuat di majalah Europa tahun 1929, dengan delapan poin kesimpulan yang ia tarik:

  1. a sculpture is a part of space; its organic quality depends on its incorporation into space,
  2. a sculpture is not a formal composition in its own right; it is a composition within space,
  3. dynamic qualities of a succession of shapes add up to produce a uniform rhythm within time and space,
  4. a harmonious rhythm derives from measure which is based on numbers,
  5. architecture helps to organize man’s movements in space, hence its character of a spatial composition ,
  6. architecture is meant not only to design comfortable and functional dwellings,
  7. architecture has to combine everything: distribution of everyday utilities, structural inventions and colour qualities, as well as to give direction to shapes which will then determine the rhythm of man’s life within architecture,
  8. a printed page consists of successively arranged (so as to match the content of the text), spatial units (printed planes); that is why its lay-out should follow numerical measure.

Tampak jelas penekanan Kobro tentang “ritme” spasial temporal yang menurutnya penting untuk dijadikan basis dalam menyusun bidang-bidang menjadi satu bentuk yang uniform.

(Source: http://culture.pl/en/artist/katarzyna-kobro; http://www.ddg.art.pl/kobro/documentation.html; http://www.wikiart.org/en/katarzyna-kobro)

Geometric Abstraction

Filed under: classical aesthetics,contemporary theories,Uncategorized — hanggoropurwohananto @ 01:08
Tags: , , ,

Ketika kita berfikir mengenai seni yang abstrak, seringkali kita berfikir jika seni yang abstrak itu tidak merepresentasikan sebuah objek nyata karena tidak terdapat unsur geometri yang dapat merepresentasikan ukuran absah atau proporsi yang sebenarnya terhadap suatu titik, bidang, bahkan volum.

Namun terdapat suatu sub-bagian dari seni abstrak, yaitu Geometric Abstraction. Pada abstraksi geometris ini terdapat penerapan garis dan bidang berbasis forma geometris dalam menentukan suatu komposisi. Dimana di balik setiap karya seni tersebut, terdapat perhitungan dengan tujuan tertentu. Seni ini muncul ketika seorang seniman ingin merepresentasikan apa yang dilihat secara akurat namun dengan melalui pendekatan yang abstrak.

gray-tree

Pada karya Mondrian yang satu ini dengan judul Gray Tree yang dibuat pada tahun 1912, terdapat bentukan-bentukan geometris yang representatif. Dimana pohon asli dibalik insipirasi lukisan ini, di abstraksikan dengan bentukan garis dan bidang dalam menentukan komposisi  yang menunjukan representatif dari proporsi objek asli.

 

Referensi:
http://www.elizabethreoch.com/geometric-abstraction-piet-mondrian/
https://www.dartmouth.edu/~matc/math5.geometry/unit16/unit16.html

 

HANGGORO PURWOHANANTO

1306449454

Golden Ratio : Fakta dan Mitos

Apa itu Golden Ratio?

Dalam arsitektur, dibawah estetika klasik dipelajari cara membuat proporsi yang ‘bagus, sempurna, indah’. Yaitu metoda Golden Ratio. Digunakan untuk mencapai keseimbangan dan keindahan di seni lukis maupun seni rupa Renaissance. Salah satu penggunaannya digunakan oleh Da Vinci.

Golden rasio adalah suatu angka irrasional (ber desimal tak terhingga) yang biasanya berjumlah 1,6180… didapati dengan membagi sebuah garis dengan perbandingan yang menghasilkan 1,6180… dengan rumus : bagian panjang dibagi bagian pendek = seluruh bagian dibagi bagian panjang

golden-ratio

(symbol diatas dibaca “phi”)

Angka sebenarnya adalah

1,61803398874989484820…

golden-ratio

Hubungan yang sering dijumpai dengan Golden Ratio adalah Urutan Fibonacci

0, 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, …

uniknya rasio antara urutan  (n+1)/n hampir mendekati Golden Ratio.

n
n+1
(n+1)/n
2
3
1,5
3
5
1,666666666…
5
8
1,6
8
13
1,625
144
233
1,618055556…
233
377
1,618025751…

sehingga disimpulkan Golden Ratio adalah

phi-1p1onphi

phi-continued-fraction

Namun apa yang membuat rasio ini sangat spesial? Riset membuktikan ketika responden melihat wajah manusia, hal yang menarik bagi mereka adalah bagian yang mendekati Golden Ratio. Wajah yang tergolong menarik memperlihatkan proporsi Golden Ratio terhadap lebar mata, hidung dan alis mata. Responden merupakan yang tidak mengenal ‘phi’, hanya subjek tes awam. Golden Ratio didapati dari insting subjek.

Golden Ratio dan Estetika

Jika anda menggambarkan sebuah persegi di sekeliling muka Mona Lisa karya Leonardo Da Vinci, maka rasio tinggi terhadap lebar dari persegi = Golden Ratio. Apakah anda mau mencoba membuktikannya?

grmonaliza

Seniman lain, Salvador Dali, yang tidak berhubungan langsung dengan Golden Ratio. Dalam karyanya juga dicurigai mengandung Golden Ratio dalam dimensi gambarnya. Dali juga menggunakan sebuah dodecahedron (12 sisi platonic solid) meliputi meja makan dalam Sacrament of the Last Supper dipercaya berhubungan dengan Golden Ratio.

fig2.jpg

Le Corbusier juga dinyatakan menggunakan Golden Ratio dalam mendesain sistem proporsi yang disebut ‘Modulor’. Modulor ini ditetapkan sebagai standar proporsi terbaik untuk segalanya, dari gagang pintu ke bangunan tinggi.

44-main-Modulor

Masih menjadi perdebatan dalam hal persepsi manusia dalam ‘beauty’ dan matematika.

Misteri Golden Ratio

Golden Ratio memberikan misteri tersendiri dengan proporsi geometris dan menyenangkan di mata. Sekarang, insinyur dari Duke University menemukan bahwa Golden Ratio adalah sebuah batu loncatan untuk menyatukan visi, pemikiran dan gerakan dibawah hukum perancangan alam. Dikenal sebagai proporsi ilahi, Golden Ratio menggambarkan sebuah persegi dengan panjang satu setengah kali dari lebarnya.

Menurut Adrian Bejan, profesor teknik mesin Duke’s Pratt School of Engineering, alasan Golden Ratio berada di mana mana; mata melihat gambar secara cepat ketika bentuknya persegi Golden Ratio.

“When you look at what so many people have been drawing and building, you see these proportions everywhere, It is well known that the eyes take in information more efficiently when they scan side-to-side, as opposed to up and down. The phenomenon of the golden ratio contributes to this understanding the idea that pattern and diversity coexist as integral and necessary features of the evolutionary design of nature.” – Bejan

Mitos Golden Ratio

3044877-slide-s-1-the-golden-ratio-designs-biggest-urban-legend-copy.jpg

Parthenon design  setelah adanya Golden Ratio? Tidak!

3044877-slide-s-2-the-golden-ratio-designs-biggest-urban-legend-copy

Logo Apple? Nay!

3044877-slide-s-3-the-golden-ratio-designs-biggest-urban-legend-copy

Gunting berlandaskan Golden Ratio. Apakah mereka lebih indah dari gunting biasa?

3044877-slide-i-4a-the-golden-ratio-designs-biggest-urban-legend

The Sacrament of the Last Supper, 1995, Salvador Dali.
Dilukiskan diatas kanvas dengan proporsi Golden Rectangle, tapi tidak ditemukan hubungan kenapa lukisannya indah.

Dalam dunia seni, arsitektur, dan perancangan; Golden Ratio sangat terkenal. Le Corbusier dan Salvador Dali menerapkannya. Contohnya Parthenon, Pyramid Giza, lukisan Michelangelo, Mona Lisa, logo Apple diisukan memakainya. Bullshit. Golden Ratio adalah mitos, tidak ada ilmu pengetahuan yang menunjukkan itu. Semuanya hanya kebohongan 150 tahun yang lalu.

Kenyataan Golden Ratio

Nilai dari ‘phi’ = 1,6180… merupakan angka Golden Ratio. Saat anda memiliki objek kemudian membagi 2 dengan prinsip Golden rectangle, kemudian anda melakukan kalkulasi dan anda dapatkan angka 1,6180 namun kenyataannya anda mendapatkan angka yang tak terbatas 1,6180339887… dan demisal tersebut berlangsung terus menerus sehingga “Tak mungkin benda dunia asli berada di Golden Ratio, sebab angkanya irrasional” dikatakan Keith Devlin, profesor matematik di Stanford University. And dapat mendekati angka Golden Ratio namun tak mungkin untuk tepat di angka tersebut sehingga objek apapun tidak akan tepat berada di angka ‘phi’. Sehingga ada sesuatu yang terasa kurang.

Golden Ration sebagai Mozart Effect

Devlin menyatakan bahwa ide Golden Ratio berhubungan ke estetika datang dari 2 jenis orang. Yang salah mengutip dan yang membuat kebohongan. Pertama adalah Luca Pacioli, biarawan yang menulis buku De Divina Proportione kemudian dinamai Golden Ratio. Di dalam bukunya Pacioli tidak berargumen bahwa teori Golden ratio harus diaplikasikan ke seni, arsitektur dan rancangan, melainkan ia mendukung proporsi Vitruvian. Orang lainnya ialah Adolf Zeising. Zeising adalah psikolog German yang berargumen bahwa Golden Ratio adalah hukum universal yang menggambarkan “beauty and completeness in the realms of both nature and art… which permeates, as a paramount spiritual ideal, all structures, forms and proportions, whether cosmic or individual, organic or inorganic, acoustic or optical.”

Zeising berargumen Golden Ratio dapat diaplikasikan ke tubuh manusia dengan membagi tinggi manusia dengan jarak pusar ke jari kaki. Devlin menyatakan bahwa sangat mudah mencapai angka perbandingan 1,6 ketika megukur sesuatu sekompleks tubuh manusia.Melalui ini teori Zeising menjadi sangat terkenal. Dilanjutkan sistem Modulor, Le Corbusier, karya The Sacrament of the Last Supper, Dali Sehingga Golden Ratio dan estetika menjadi desas desus hingga saat ini.

Anda Tidak Benar Benar Suka dengan Golden Ratio

Devlin melakukan percobaan kepada ratusan mahasiswa untuk memilih persegi yang menjadi favorit mereka. Hasilnya mahasiswa memilih secara acak. Dan jika percobaan dilakukan berulang, hasil yang keluar sama. Jika benar Golden Ratio adalah kunci estetika, maka para mahasiswa sudah seharusnya memilih persegi yang mendekati Golden Rectangle. Eksperimen ini menunjukkan Golden Rasio tidak lebih estetis untuk orang. Riset dari Haas School of Business di Berkeley juga menunjukkan konsumen memilih persegi dengan rasio 1,414 dan 1,732. Rasio antara tersebut mengandung Golden Ratio namun tidak selalu di titik tersebut.

Banyak Desainer yang Merasa Golden Ratio Tidak Berguna

Richard Meier, arrsitek legendaris dibalik Getty Center dan Barcelona Museum of Contemporary Art, mengaku pertama kali saat memulai karir, dia menggunakan Golden Ratio di sebuah segitiga. tetapi beliau tidak pernah sekalipun merancang arrsitekturnya dengan Golden Ratio. “There are so many other numbers and formulas that are more important when designing a building,” katanya, mengacu ke formula perhitungan ukuran maksimum ruang, atau yang menentukan beban struktural.

Alisa Andrasek, desainer Biothing. “In my own work, I can’t ever recall using the golden ratio,” tulis Andrasek di email. “I can imagine embedding the golden ratio into different systems as additional ‘spice,’ but I can hardly imagine it driving the whole design as it did historically… it is way too simplistic.”

Giorgia Lupi, desainer Italia, mengungkapkan Golden Ratio penting untuk desainer sebagai aturan komposisi seperti rule of thirds“I don’t really know, in practice, how many designers deliberately employ the golden ratio,” she writes. “I personally have never worked with it our used it in my projects.”

Para desainer, desainer industrial Yves Béhar of Fuseproject. “I sometimes look at the golden ratio as I observe proportions of the products and graphics we create, but it’s more informational than dogmatic,”. Tak sekalipun ia merancang sesuatu dengan pemikiran Goden Ratio. “It’s important as a tool, but not a rule.”

Kenapa Mitos Golden Ratio berlangsung sampai hari ini?

“We’re creatures who are genetically programmed to see patterns and to seek meaning,”– Devlin. Sudah terpogram di DNA kita untuk nyaman terhadap subjektivitas seperti estetika, jadi kita mendefinisikan / melimitkan suatu penilaian dengan angka. Tetapi kebayakan orang tidak engerti matematika, atau mudahnya sebuah rumus Golden Ratio diaplikasikan ke sistem kompleks, sehingga sulit untuk error-check diri kita.  “People think they see the golden ratio around them, in the natural world and the objects they love, but they can’t actually substantiate it, They are victims to their natural desire to find meaning in the pattern of the universe, without the math skills to tell them that the patterns they think they see are illusory.”  Jika anda melihat Golden Ratio di desain favorit anda. Anda kemungkinan berhalusinasi.

vitruvian.jpg

Jadi Golden Ratio itu hanya mitos belaka? Apakah anda mempercayai bahwa itu hanya mitos belaka? Bagaimana dengan gambar Vitruvian Man? Percaya atau Tidak itu terserah Anda!

Benny Chandra
1306412741

Referensi (diakses 27/03/16 22.00 WIB) :

Golden Ratio. https://www.mathsisfun.com/numbers/golden-ratio.html

What is Golden Ratio? http://www.livescience.com/37704-phi-golden-ratio.html

The golden ratio and aesthetics. https://plus.maths.org/content/golden-ratio-and-aesthetics

Mystery of the Golden Ratio Explained. http://pratt.duke.edu/news/mystery-golden-ratio-explained

The Golden Ratio: Design’s Biggest Myth. http://www.fastcodesign.com/3044877/the-golden-ratio-designs-biggest-myth

March 27, 2016

Rasio Emas sebagai Mitos Desain

Filed under: classical aesthetics — lissachristielopessurya @ 11:06
Tags: , , , , ,
Marquardt-Beauty-Mask-Photoshop-Revision
Silakan klik link berikut ! Rasio Emas pada Wajah Manusia yang Indah
Namun, seiring bertambahnya waktu, banyak kritik yang dilontarkan oleh para akademisi berkaitan dengan status dari Rasio Emas. Salah satunya oleh Markowsky  dalam tulisannya Misconceptions about the Golden Ratio pada tahun 1992 :
Generally, its mathematical properties are correctly stated, but much of what is presented about it in art, architecture, literature and aesthetics is false or seriously misleading. Unfortunately, these statements about the golden ratio have achieved the status of common knowledge and are widely repeated. Even current high school geometry textbooks . . . make many incorrect statements about the golden ratio. It would take a large book to document all the misinformation about the golden ratio, much of which is simply repetition of the same errors by different authors.
sehingga menurutnya, tidak ada parameter yang pasti untuk mendeskripsikan keindahan dari sebuah karya seni.  John Brownlee-penulis Artikel The Golden Section: Design’s Biggest Myth- beranggapan bahwa seniman atau desainer yang masih mempraktekkan aturan Rasio Emas dalam karyanya adalah manusia yang masih terjebak dalam ilusi keindahan di masa lampau.
” It’s bullshit. The golden ratio’s aesthetic bona fides are an urban legend, a myth, a design unicorn. Many designers don’t use it, and if they do, they vastly discount its importance. There’s also no science to really back it up. Those who believe the golden ratio is the hidden math behind beauty are falling for a 150-year-old scam”, tulisnya
Screen Shot 2016-03-27 at 11.41.25

Rasio Emas dideskripsikan pertama kali sekitar 2.300 tahun yang lalu dalam buku Euclid’s Elements. Kasus dari penggunaan Rasio Emas pada dasarnya mirip dengan Pi.”Strictly speaking, it’s impossible for anything in the real-world to fall into the golden ratio, because it’s an irrational number,” ungkap Keith Devlin, seorang profesor matematika di Universitas Stanford. Jika prinsip penggunaan Rasio Emas dilakukan, maka akan didapatkan angka 1,618…Hal ini justru yang menjadi masalah karena tidak mungkin ditemukannya hasil yang spesifik seperti lingkaran, tidak mungkin untuk menemukan lingkaran yang sempurna. Kemungkinan besar tidak ada dua benda yang secara tepat berada pada kondisi “emas” yang dianggap sebagai keindahan murni. Yang dapat dilakukan hanyalah memberikan rasio-rasio yang mendekati jangkauan “keemasan”. Dan, kemudian, apakah mendekati itu sudah cukup untuk mendeskripsikan keindahan?

Bisa saja hal itu terjadi. Namun, menurut Devlin, ide bahwa Rasio Emas memiliki kaitan dengan estetika adalah sebuah kekeliruan yang berkaitan dengan Luca Pacioli, yang salah disitasi oleh Mario Livio yang merupakan seorang penulis buku tentang Rasio Emas, dan Adolf Zeising, yang hanya berbual tentang Rasio Emas.
Pertama ia mengatakan bahwa ada kekeliruan dalam pemahaman terhadap Rasio Emas yang dimuat dalam Buku De Divina Proportione karangan Luca Pacioli.  Luca justru tidak menyebutkan sebuah teori proporsi Rasio Emas yang berkaitan dengan estetika yang harus diaplikasikan pada seni, arsitektur dan desain, melainkan teori Vitruvius mengenai proporsi yang rasional. Rasio Emas yang ditemukan pada lukisan Leonardo Da Vinci juga merupakan asumsi dari hasil asosiasi dengan teori Luca Pacioli, di mana Luca Pacioli dan Da Vinci berteman baik di masa itu.
Kedua, Zeising yang dipertanyakan sistematika analisisnya sehingga Devlin skeptis terhadap konsepsi yang dikeluarkan oleh Zeising. Namun, Devlin tidak heran apabila Rasio Emas kemudian menjamur dan sulit untuk hilang karena adanya Mozart Effect yang terjadi dan juga karakter alamiah manusia. “We’re creatures who are genetically programmed to see patterns and to seek meaning,” ujarnya. Manusia cenderung tidak tahan terhadap hal-hal yang sulit dijelaskan sistematikanya, sehingga ada kecenderungan untuk mengungkapkan sebuah keteraturan di alam semesta.
Gunting yang Berdasarkan Rasio Emas. Bagaimana menurut Anda? Apakah indah? -Ian Yen via Yanko Design

Devlin juga menambahkah bahwa ada preferensi  proporsi lain yang lebih diminati oleh manusia berdasarkan eksperimen yang dilakukannya. Begitu pula Richard Meier yang mengganggap bahwa ada angka-angka lain yang lebih penting untuk bekerja dalam desain sehingga mampu meghasilkan sebuah desain yang baik dan lebih bekerja untuk kenikmatan inderawi.

Hal yang tidak dapat dipungkiri adalah popularitas dari Rasio Emas itu sendiri. Banyak terjadi pro dan kontra terhadap teori tersebut. Beberapa pihak merasa bahwa teori tersebut adalah sesuatu yang sangat membantu dalam membuat sebuah karya yang baik, di lain pihak terdapat berbagai pendapat yang belum bisa menerima cara Rasio Emas bekerja.  Saya cukup setuju dengan pendapat Markowsky bahwa tidak ada parameter eksak yang pasti untuk dapat mengukur keindahan suatu karya seni. Bagi beberapa aspek inderawi yang bersifat kualitatif, akan sangat sulit untuk menjelaskannya secara kuantitatif. Mungkin persepsi inderawi yang diterima bisa dimanifestasikan dalam kata-kata yang identik seperti, indah, harum, dan enak. Namun, apakah kemudian persepsi inderawi yang diterima oleh satu subjek dapat secara sama bekerja pada subjek lain? Dalam mempersepsikan sesuatu, manusia menggunakan pengalamannya sebagai indikator penyeleksi untuk merefleksikan persepsi apa yang kemudian akan hadir. Jadi, akan sulit untuk merangkum seperti apa itu keindahan yang sesungguhnya walaupun kita sudah mampu mendekati tahapan yang sesungguhnya itu.  Bagaimana menurut Anda? Apakah “mendekati” sudah cukup? Apakah yang kita butuhkan sebenarnya keteraturan, bukanlah keindahan?

Referensi :

 

Lissa Christie Lopes Surya                                                                                                                     Arsitektur Interior                                                                                                                                       1306412994

 

March 25, 2016

Fibonacci Spiral dalam Fotografi

Fotografi tanpa Golden Ratio tidak indah?

golden-ratio-photography-644x250

Sebagaimana yang sudah kita ketahui, Golden Ratio atau Golden Section merupakan angka rasio/ perbandingan yang diperoleh dari pembagian satu angka dalam deret Fibonacci dengan angka sebelumnya.

Berikut adalah hasil pembagiannya:

Golden Ratio = 1,618; 233 / 144 = 1,618; 377 / 233 = 1,618; 610 / 377 = 1,618; 987 / 610 = 1,618; 1597 / 987 = 1,618

fibonacci-spiral-explanationFotografi memiliki kaitan yang erat dengan komposisi geometri. Bagaimana kemampuan kita menyusun objek pada frame merupakan hal yang fundamental dalam fotografi.komposisi-foto-golden-ratioDapat kita lihat bahwa komposisi foto Golden Ratio meletakkan objek utama pada titik persimpangan dua garis horizontal yang memiliki
perbandingan 1:1,6 atau 38/62. Bentuk spiral ini secara natural membawa mata menuju titik fokus ke arah luar sisi frame. Saat ini pun bentuk spiral dalam fotografi dapat kita jumpai pada kamera handphone yang sering kita gunakan. Sebagai panduan untuk kita yang tidak ahli dengan ilmu fotografi.golden-ratio-apps

how-to-use-fibonacci-spiralFoto diatas mencoba menangkap matahari terbenam di senja menjelang malam penuh kabut dengan warna merah dari dedaunan yang berjatuhan,  kemudian disisipkan pula seseorang yang sedang merambati sisi jalan dengan tenang. Foto ini menjadikan garis pada pohon menjadi titik focus dengan menggunakan teknik Golden Ratio.

Henri Cartier-Bresson(1908–2004), adalah seorang fotografer humanist dari prancis yang terkenal dengan julukan Master of Candid Photography. Meskipun tidak ada bukti kuat bahwa Cartier-Bresson menggunakan Fibonacci Spiral atau Golden Ratio sebagai landasannya dalam mengambil gambar, namun ia belajar untuk menjadi seorang pelukis pada awalnya. Sehingga menjadi tidak asing bagi Cartier-Bresson dengan hal-hal seperti Classical Rules of Composition. Dimana ia telah mendalami teknik ilmu komposisi klasik. Berikut adalah fotografi jalanan oleh Cartier-Bresson:

Teknik Golden Ratio merupakan salah satu landasan dari banyaknya landasan teknik fotografi yang ada. Namun bagi beberapa fotografer, Golden Ratio dan Fibonacci Ratio menjadi teknik yang paling superior  untuk mengkomposisi foto-foto.

Annisa Putri Lestari (1306367694)

Referensi:

Patkar, Mihir. Using the Golden Ratio in Photography for Better Composition. 2015. http://www.makeuseof.com/tag/golden-ratio-photography/

What is the ‘Golden Ratio’ and why is it better than the ‘Rule of Thirds?’. 2015. http://photo.stackexchange.com/questions/8965/what-is-the-golden-ratio-and-why-is-it-better-than-the-rule-of-thirds

Kim, Eric. Objectivity vs Subjectivity: What Makes a Great Street Photograph?. http://erickimphotography.com/blog/2011/11/28/objectivity-vs-subjectivity-what-makes-a-great-street-photograph/

Brandon, James. Divine Composition With Fibonacci’s Ratio (The Rule of Thirds on Steroids). http://digital-photography-school.com/divine-composition-with-fibonaccis-ratio-the-rule-of-thirds-on-steroids/

Marshall, Jason. How to Use the Golden Ratio to Take Better Pictures. 2010. http://www.quickanddirtytips.com/education/math/how-to-use-the-golden-ratio-to-take-better-pictures

March 23, 2016

How Geometry Creates a Scene

The word geometry descends from two greek words, gea meaning “earth” and meterein meaning “measurement” (Solomonovich, Mark. Eucledian Geometry: a First Course. Bloomington, NY (USA): iUniverse)

Dalam mempelajari geometri, ada berbagai cara yang dapat dilakukan, salah satunya adalah dengan menggunakan Postulat Euclid.

  • 1. Given two points, there is a straight line that joins them.
  • 2. A straight line segment can be prolonged indefinitely.
  • 3. A circle can be constructed when a point for its centre and a distance for its radius are given.
  • 4. All right angles are equal.
  • 5. If a straight line falling on two straight lines makes the interior angles on the same side less than two right angles, the two straight lines, if produced indefinitely, will meet on that side on which the angles are less than the two right angles.

Postulat ini mempelajari garis, bangun datar, dan bangun ruang. Kali ini saya akan membahas bagaimana Eucledian Geometry digunakan oleh seorang sutradara ternama yaitu Akira Kurosawa dalam membangun cerita dan drama pada film – filmnya.

triangle

The Bad Sleep Well (1960)

Dalam adegan ini, Pria berkacamata (B) baru saja menyembunyikan sejumlah uang pada tas (C) yang diberikan kepada  pria lainnya ( A). Penonton diminta untuk memhami bagaimana B berusaha menyembunyikan tindakannya terhadap A selama adegan berlangsung. Kurosawa memanfaatkan segitiga untuk membawa penonton mengetahui jalan ceritanya. Segitiga memegang peranan penting sebagai pemersatu aktor untuk membawa penonton membaca situasi, bagaimana B yang resah melirik  terhadap A yang membuka C tanpa mengetahui bahwa ia (A) sedang dijebak.

 

The-Bad-Sleep-Well-Every-Frame-A-Painting-600x238

The Bad Sleep Well (1960)

berlanjut kemudian datanglah pria lainnya (C). Kurosawa memanfaatkan segitiga untuk membangun adegan konfrontasi. C menuduh A mengambil uang miliknya. A dan C saling berdebat, tetapi dengan cerdasnya penonton dapat tetap memperhatikan reaksi B sebagai pengamat perdebatan ini. Setiap titik segitiga mengacu pada 3 peran yang berbeda: A berinteraksi dengan C, dan B sebagai pengamat. 3 titik ini selalu dipertemukan dalam sebuah geometri segitiga sehingga penonton dalam satu adegan dapat mengetahui peran setiap aktor walau adegan ini minim dengan dialog. Segitiga ini dibangun menggunakan postulat 1 Euclid yang menghubungan 2 titik dengan sebuah garis.

 

Seven Samurai (1854)

Seven Samurai (1954)

FilmKurosawa yang lain  menceritakan mengenai kehidupan samurai di Jepang pada zaman dahulu. Adegan ini menceritakan para samurai tetua yang sedang berdiskusi dengan para pengikutnya. Dalam frame ini penonton dapat mengidentifikasi dengan jelas kelompok yang lebih dominan. Dengan lingkaran , dapat terlihat bahwa yang berada diluar lingkaran adalah kelompok followers dan yang berada di dalam lingkaran adalah kelompok dominan. Lingkaran disini berfungsi sebagai batas aktivitas antara 2 kelompok. Kurosawa memanfaatkan bentuk geometris agar penonton dapat langsung membaca peran aktor dengan cepat.  Lingkaran ini digambarkan berdasarkan postulat 2 Euclid.

Capture

The Most Beautiful (1944)

Adegan ini menampilkan marching band dengan anggota yang semuanya perempuan. Kurosawa ingin membawa penonton merasakan pergerakan dan megahnya marching band ini. Dengan memanfaatkan garis yang saling pararel satu sama lain, pergerakan marching band dibagi menjadi 3 baris manusia yang memenuhi frame  dengan gerakan satu arah menuju sisi kiri frame. 3 baris manusia menegaskan banyaknya jumlah pemain dalam satu adegan , sedangkan garis pararel merupakan alur gerak manusia yang menuju pada satu arah: menegaskan pergerakan yang masif. Satu garis ini dihasilkan berdasarkan postulat 2 Euclid, sedangkan 3 garis pararel  dihasilkan dari postulat 5 Euclid.

Capture

Yojimbo (1961)

Adegan ini memperlihatkan sang samurai yang akan berangkat berperang diantar oleh warga desa. Kurosawa ingin menekankan suasana melepas pergi antara warga desa dan samurai ini, bagaimana emosi warga yang berharap kembalinya sang samurai. Dengan memanfaatkan sudut siku – siku yang terbentuk dari 2 garis, samurai  diletakan pada garis vertikal sebagai center of attention. Dengan ini penonton akan dapat melihat tokoh mana yang menjadi poin dalam adegan ini. Garis horizontal yang berukuran lebih panjang diisi dengan warga desa yang yang melihat kepergian samurai. Penonton dapat merasakan banyaknya manusia yang mendominasi frame akibat dominasi horizontal, memberi informasi bahwa tokoh utama merupakan tokoh penting (hanya satu) dibandingkan dengan warga desa yang banyak. Ekspresi warga desa yang harap -harap cemas ditekankan dengan dominasi horizontal ini, memberi drama pada suasana melepas pergi . Postulat 4 Euclid digunakan untuk membentuk sudut siku – siku ini.

 

Ternyata setelah di ulik lebih lanjut, suatu bangun datar yang simpel dapat dimanfaatkan sebagai pembentuk dari suatu adegan. Entah sebagai batas aktivitas, menekankan alur atau menekankan peran setiap aktor. Geometri dapat membantu membawa penonton merasakan emosi dan suasana yang diharapkan oleh seorang sutradara.

 

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai penggunaan geometri pada film – film kurosawa dapat dilihat pada link berikut:

Bagi kalian yang  ingin mengetahui lebih lanjut bagaimana Kurosawa mengkomposisi film – filmnya dapat dilihat pada link berikut:

 

Nadia Amira

1306405206

 

Sumber referensi:

https:// http://www.youtube.com/watch?v=jGc-K7giqKM

http://www.britannica.com/topic/Euclidean-geometry

Solomonovich, Mark. Eucledian Geometry: a First Course. Bloomington, NY (USA): iUniverse

http://blog.digitaltutors.com/compose-scenes-using-geometric-principles/

https://www.criterion.com/explore/3-akira-kurosawa

 

 

 

 

 

April 5, 2015

Golden Ratio: Ayam atau telur

Filed under: classical aesthetics — kanigaraa @ 08:28

“Eh golden ratio ada di logo A lho”

“Si B menggunakan golden ratio sebagai basis lukisannya”

“Di wajah yang cantik itu ada golden ratio-nya”

 * * *

                                Diatas merupakan hal yang saya sering dengar mengenai golden ratio. Pembicaraan mengenai golden ratio entah kenapa menjadi semakin sempit seiring perkembangan (dalam hal ini syaa melihat dari tren post yang ada dalam blog ini dan juga pembahasan yang ada dalam blog-blog geometry).  Pertanyaan yang muncul pun hanya seputar eksistensi golden ratio dalam sebuah hasil rancangan

Dari fenomena munculnya kalimat-kalimat diatas, muncul 2 pertanyaan bagi saya:

  1. Jika memang benar demikian, Apakah golden ratio memang berlaku sebagai acuan dasar sehingga jejak penggunaannya muncul pada desain? Sebagai ayam?
  2. Apakah hanya sesuatu yang dicari-cari dari sebuah perhitungan matematis pada desain-desain yang berhasil? Sebagai telur?

Mengutip Herz Fitcher

“The golden Rectangle, whose length and width are the segments of a line divided according to the Golden Section, occupies an important position in painting, sculpture, and architecture, because its proportion have long been considered the most attractive to the eye.”[1]

Sebenarnya apakah golden ratio, dan apakah kegunaannya untuk perancang? Dalam hal ini objek dikatakan memiliki nilai estetik dan daya tarik bagi manusia ketika memiliki golden ratio di dalamnya. yang selama ini tertanam pada benak sebagian orang yang terkesima dengan mukjizat golden ratio, namun buta terhadap fakta-faktanya. Terkadang menemukan golden ratio pada suatu objek sudah menjadi kepuasan tersendiri.  .

Ada beberapa bukti yang menyatakan keabsahannya, ada pula yang menegasikan argumen-argumen tersebut contohnya, dalam makalah tulisan George Markowsky yang berjudul Misconception about Golden Ratio, dipertontonkan perbedaan argument mengenai hal ini.  Saya tidak bisa memastikan bahwa golden ratio dapat memberikan efek sesigniifkan itu untuk persepsi manusia.

Jika demikian, mari berspekulasi memang golden ratio memiliki mukjizat demikian. Bagi saya “tidak ada bukti” dan “bukti yang menyatakan tidak ada” adalah hal berbeda. Anggaplah Golden Ratio memang memberikan efek sedemikian rupa, lalu harus diapakan? Bagi saya pertanyaan dan analisis kita harus lebih dari sekedar ditemukan atau tidak. Tidak ada gunanya bagi perancang, jelas hal itu akan ditemukan jika memang kondisi pertama benar.

Kanigara Ubaszti Putra

1206244592

[1] Roger Herz-Fischer, A Mathematical History in Division and Mean Ratio, Wilfrid, Laurier University Press, Waterloo, Canada, 1987.

Markowsky, George. Misconceptions about the Golden Ratio. The College Mathematics Journal (1992)

Green, Christopher D. All That Glitters: A Review of Psychological Research on the Aesthetics of the Golden Section. (1995)

March 31, 2014

March 30, 2014

Hasil Iseng: Menguak Habis Aksis-aksis Kampus ITB (1)

Filed under: classical aesthetics,ideal cities — rizkidwika @ 09:07

Seorang arsitek Belanda, Herman Hertzberger dalam bukunya “Space and Learning Lesson” mengatakan bahwa kota adalah sebuah sekolah/ lingkungan pendidikan berskala makro bagi penduduknya, begitu pula sebaliknya. Ya, semenjak mengikuti perkuliahan geometri, saya menjadi memiliki ketertarikan terhadap pengaturan kota, terutama terkait grid, aksis, maupun simetri yang sering dijadikan pakem bagi para pendahulu saat merancang. Berangkat dari pendapat beliau, saya kemudian mempertanyakan: apakah konfigurasi kota yang seringkali memiliki pusat, bersumbu, dan serbasimetri juga bisa diterapkan pada kompleks bangunan pendidikan, terlebih di Indonesia?

Pertanyaan tersebut terjawab pada saya melihat kampus Institut Teknologi Bandung yang berada di lembah Sungai Cikapundung, dekat pusat kota.

Sebagai institut yang lahannya hanya tiga puluh hektar –bandingkan dengan luasan kampus kita- bekas FTUI cabang Bandung yang gagas pada masa kolonial ini memang telah direncanakan sedemikian rupa pembangunannya oleh perancang pertamanya, Henri Maclaine Pont. Keteraturan ini dapat dilihat dari konfigurasi yang terdapat pada masterplan kampus pertama, begitu juga hasil pengembangan setelahnya.

Masterplan awal Kampus ITB

Masterplan awal Kampus ITB

Masterplan Kampus ITB saat ini. Meski tidak persis simetri, kehadiran sumbu masih dipertahankan dan menjadi ciri khas kampus ini.

Masterplan Kampus ITB saat ini. Meski tidak persis simetri, kehadiran sumbu masih dipertahankan dan menjadi ciri khas kampus ini.

Saat melihat masterplan, kita langsung dapat membayangkan suatu sumbu imajiner yang membagi kampus menjadi dua bagian yang hampir sama, namun tidak identik. Oleh sang perencana, sumbu tersebut berfungsi sebagai “bulevar” yang diperuntukkan bagi parapejalan kaki yang menghubungkan tiap fakultas, sama halnya dengan logika koridor—ruang kelas pada sebuah sekolah.

Uniknya, keputusan untuk memilih lokasi yang kelak dijadikan aksis ini tidak sembarangan. Dalam menentukannya, sang perencana menarik garis lurus antara Gunung Tangkubanparahu dan Gunung Galunggung, kemudian, hasil garis yang memotong lahan itulah yang dijadikan sebagai “jalur utamanya” –mulai dari Taman Ganesha, gerbang masuk, Kolam Intel, hingga terowongan menuju Sabuga- sehingga, apabila kita berjalan sepanjang bulevar, kita dapat dengan jelas melihat puncak kedua gunung tersebut pada sisi yang berlainan, satu di utara, dan satu di selatan.

Pemandangan sumbu arah selatan.

Pemandangan sumbu arah selatan.

Pengalaman merasa terhubung dengan alam ini semakin kuat jika kita melihat kawasan yang berbatasan dengan tapak, di mana pada saat itu pemandangan sekitar ITB masih berupa hamparan sawah dan hutan yang dapat dinikmati oleh mahasiswa setiap harinya.

 

Siteplan ITB tahun 1920-an

Siteplan ITB tahun 1920-an

Dari sana, saya melihat bahwa pendekatan yang digunakan sang perencana dalam merancang kompleks ITB hampir sama dengan apa yang dilakukan kerajaan di Pulau Jawa saat menentukan orientasi pusat kotanya, yakni, keseimbangan tidak hanya didapatkan dari kesimetrian, baik itu secara siteplan maupun visual semata, tetapi juga didapatkan dari pemikiran yang lebih filosofis: bagaimana kedudukan bangunan terhadap alam sekelilingnya (makrokosmos-mikrokosmos).

 

Referensi:
1) Herman Hertzberger: Space and Learning Lesson
2) Edward T White: Tata Atur, Pengantar Merancang Arsitektur
3) Direktorat Pengembangan Kampus Institut Teknologi Bandung: http://ditbang.itb.ac.id/

 

March 15, 2014

Ryoan-ji, Taman Jepang Abstrak Terindah

Kalau baca judulnya, pasti pada bingung Ryoan-ji itu apa. Dari bahasanya saja bisa terlihat kalau itu sesuatu yang berasal dari negeri sakura. Ya, Ryoan-ji adalah taman terkenal yang berada di Kyoto, Jepang, didirikan sekitar abad ke-15, yang dipercaya sebagai taman yang memberikan sense of emptiness (Nitschke, 1999). Apasih spesialnya dari taman ini? Sebenarnya ada beberapa hal yang cukup mengejutkan dari latar belakang taman super sederhana dan bagi yang belum mengerti pasti taman ini akan dinilai ‘membosankan’. Jangan salah, Ryoan-ji ini sebenarnya bersangkutan juga dengan arsitektur dan hal tersebut yang membuat taman yang ‘membosankan’ ini menjadi sesuatu yang bisa dipelajari. Jadi inilah taman yang disebut-sebut tadi:

File:Kyoto-Ryoan-Ji MG 4512.jpg

(sumber: Cquest, 2007)

Taman Ryoan-ji ini sebenarnya luas dan terdiri dari kluster taman-taman kecil. Namun, taman karesansui ini menjadi salah satu penyebab meledaknya jumlah turis di Jepang untuk mengunjungi Ryoan-ji ini. Karesansui adalah taman batu Jepang yang digunakan untuk meditasi, dan sansui memiliki arti gunung (san) dan air (sui), sehingga taman ini memiliki konsep dry landscape dimana elemen utama yang digunakan pada taman adalah batu, dengan dasar kepercayaan mereka bahwa gunung (daratan) dan air merupakan hal yang tidak terpisahkan (Nitschke, 1999). Sehingga tidak heran, komponen pada taman ini benar-benar tidak ada tanaman sama sekali, tetapi hanya ada batu besar berlumut dan kerikil. Setting pada taman ini merupakan imitasi dari gunung yang disimbolkan dengan batu besar, dan laut yang disimbolkan dengan kerikil.

File:RyoanJi-Dry garden.jpg

(sumber: Stephane D’Alu, 2004)

Kalau melihat batu-batu di atas, sebenarnya batu-batu ini terlihat tidak wajar. Bukan karena ada makhluk mistis, tapi batu-batu tersebut tidak asal disusun begitu saja. Loraine Kuck (1980) menganalisa bagaimana tersusunnya batu-batu tersebut (terutama batu besar) dan dari sketch (gambar bagian atas) diproyeksikan menjadi denah (gambar bagian bawah). Yang terlihat dari gambar adalah setiap peletakan batu memiliki garis yang berpotongan.

(sumber: Loraine Kuck, 1980)

Kemudian saya mencoba melipat dan membagi dua gambar tersebut, hasilnya taman batu tersebut tidak simetri. Batu yang disusun tidak simetri berdasarkan jumlah batu yang diletakan.

simetri

“…symmetric means something like well-proportioned, well-balanced, and symmetry denotes that sort of concordance of several parts by which they integrate into a whole. Beauty is bound up with symmetry.” (Hermann Wegl, 1952)

Apabila Wegl berpendapat bahwa ada keindahan ada kesimetrisan, namun hal ini bertolak belakang dengan kenyataan bagaimana penyusunan batu memiliki keindahan tersendiri pada taman batu di Ryoan-ji. Taman batu tersebut terbukti asimetris dilihat dari seberapa banyak garis potong peletakan yang sejajar apabila dibandingkan pada sisi kiri dan kanan. Sisi kiri mempunyai titik potong sejajar yang lebih sedikit daripada sisi kanan. Namun yang menjadikan penyusunan batu menjadi well-proportioned dan well-balanced adalah sisi yang memiliki jumlah potong sejajar yang sedikit atau yang berarti jumlah batunya sedikit, maka ukuran batu tersebut akan lebih besar daripada sisi yang memiliki jumlah batu yang lebih banyak.

Begitu pula dengan penyusunan salah satu cluster batu tersebut. Penyusunan batu-batu tersebut masih bertolakbelakang dengan pendapat-pendapat bahwa simetris sudah pasti indah dan enak dipandang.

https://24.media.tumblr.com/46fd0b5958a21d8c4d092f80b5c720c1/tumblr_n2h8wwoF3n1qjsckmo1_500.jpg

Dari diagram jungkat-jungkit yang seimbang memiliki M (massa) yang sama yang menandakan bahwa ada kesamaan jarak benda (D) dari sisi kanan dan kiri. Namun penyusunan batu tersebut masih asimetris seperti pada diagram di atas. Semakin besar dan tinggi batu tersebut, maka diletakan paling belakang, lebih pendek dan kecil batu tersebut maka diletakan di depan sebelah batu paling besar, semakin panjang dan pendek batu tersebut diletakan paling depan. Hal ini membuktikan bahwa asimetris sebenarnya bisa diseimbangkan juga. Penyeimbangan asimetris dilihat dari bagaimana detail elemen yang disusun dan diusahakan mengisi bagian-bagian yang dianggap kurang seimbang.

“Symmetry signifies rest and binding, asymmetry motion and loosening, the one order and law, the other arbitrariness and accident, the one formal rigidity and constraint, the other life, play and freedom.” (Dagobert Frey, 1949)

Frey menyatakan bahwa simetris memiliki keteraturan sehingga terlihat lebih formal, sedangkan asimetris tidak teratur sehingga terlihat bebas. Hal tersebut selaras dengan tujuan dari taman batu di Ryoan-ji ini dibangun, yang digunakan untuk meditasi sekaligus mengembalikan diri seseorang terbebas dari keterikatan hidup. Ejima Yoshimichi (2002) menyatakan bahwa Ryoan-ji memiliki pattern yang bebas sehingga secara tidak sadar akan ada persepsi yang diciptakan dari pikiran seseorang yang sedang berada di sana. Ryoan-ji kini menjadi taman yang benar-benar memberikan adanya sense of emptiness yang dapat melepas penat dari banyaknya aktivitas sehari-hari yang dianggap formal atau kaku.

Jadi, masih bilang taman ini membosankan karena tidak memberikan efek apa-apa?

————–

Referensi:

  1. Weyl, Hermann. (1952). Symmetry. Princeton. NJ: Princeton University Press.
  2. Nitschke, Gunter. (1999). Japanese Gardens: Right Angle and Natural Form. Taschen publishers, Paris.
  3. Tada, Kimie. (2008). Japanese Gardens: Tranquility, Simplicity, Harmony. Tuttle Publishing.
  4. Kuck, Loraine E. (1980). The World of the Japanese Garden: From Chinese Origins to Modern Landscape Art. Weatherhill.
  5. Frey, Dagobert. (1949). Zum Problem der Symmetrie in der bildenden Kunst: Studium Generale.
  6. http://news.bbc.co.uk/2/hi/technology/2283398.stm

June 1, 2013

Dibalik muka anak kecil

Filed under: classical aesthetics — sitibararah @ 13:44

Suka gemas melihat anak kecil? Ya, beberapa dari kita mungkin ada yang suka gemas meilhat anak kecil, entah itu karena kelakuan atw tampangnya yang lucu.
Selain itu, menurut saya pribadi, melihat anak kecil juga menyenangkan karena menyiratkan kebebasan, tanpa beban, dan tulus.
Di bawah ini ada gambar 10 anak kecil yang kemudian akan saya analisa sedikit.

by Siti Bararah   by unknown

by Siti Bararah by Siti Bararah by Anshuman Johri

Dari garis-garis wajah anak kecil yang saya petakan di atas, ada 2 hal yang saya simpulkan:

1. Muka anak kecil relatif lebih membulat , apalagi karena mukanya penuh pipi. Bulat mengandung bentuk lengkung yang banyak, sedangkan bentuk lengkung menyiratkan kebebasan, luwes, dan lembut. Dan menurut Despina Stamatopoulou dalam tulisannya di Hellenic Journal of Psychology, Vol. 5 (2008), yang berjudul Perception of Emotional Expression In Line-Drawings Created by Artists, bentuk lengkung itu juga menyiratkan emosi senang.

2. Mata anak kecil punya porsi area yang lumayan banyak di muka. Mungkin ini bikin binar matanya jadi lebih keliatan.

Ini baru sedikit analisa tentang wajah anak kecil, dan ternyata tidak cuma itu yang membuat anak kecil terlihat menggemaskan. Masih ada elemen wajah lain seperti alis, hidung, dan ukuran kepala.

Dan bahkan Anda bisa membadingkan sendiri perubahan bentuk muka manusia lewat video yang dibuat oleh seorang berkebangsaan Belanda di bawah ini. Selamat menyaksikan 🙂

sumber:

health.detik.com

Stamatopoulou,Despina. 2008Perception of Emotional Expression In Line-Drawings Created by Artists. Hellenic Journal of Psychology, Vol. 5

youtube.com/watch?feature=player_embedded&v=RDEST6UGNv4

March 27, 2013

(Inner) Beauty That Matters

Filed under: classical aesthetics — farisdeind @ 23:23

“It’s inner beauty that matters, not outer beauty.” -Anonym

Pembahasan saya ini hanya sekedar sebuah sarana berbagi pendapat dan ide ketika sebuah masalah keindahan menjadi hal yang penting.

Pernyataan pada kalimat pertama mungkin sering kita dengar. Pengertian inner beauty sendiri, bagi penulis, adalah kecantikan yang tidak kasat mata, tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Banyak juga yang mengatakan bahwa jarang orang yang memiliki inner beauty. Selain itu, dalam keindahan yang sempurna, juga sering dikaitkan dengan golden ratio, dimana semakin dekat proporsi sesuatu dengan golden ratio, maka akan semakin mendekati kecantikan yang sempurna. Lalu, bagaimana cara kita menemukan inner beauty tersebut? Akan sangat sulit jika kita mencari sesuatu yang tak terlihat dan sedikit jumlahnya.

Akan sangat sulit……

contoh keindahan pada outer beauty:

Florence Colgate - Wanita yang di klaim memiliki kecantikan paling mendekati Golden Ratio.

Florence Colgate – Wanita yang di klaim memiliki kecantikan paling mendekati Golden Ratio.

Slenderman. Hantu Tanpa Wajah. Tanpa Golden Ratio?

Slenderman. Hantu Tanpa Wajah. Tanpa Golden Ratio?

……kecuali jika hal tersebut salah.

Bagaimana jika ternyata, kita semua memiliki inner beauty tersebut? Dengan begitu, kita tidak perlu mengkhawatirkan inner beauty yang tak kasat mata dan sedikit yang memilikinya. Dalam hal ini, penulis berpendapat bahwa semua orang memilikinya. Semua orang memiliki inner beauty pada dirinya. Bahkan menyebar di seluruh dirinya. Apakah inner beauty yang dimaksud? Ia adalah DNA. Semua manusia memiliki DNA, tidak terkecuali. Seperti yang kita tahu, DNA memiliki bentuk berupa rantai panjang, ganda, dan berpilin atau yang biasa disebut sebagai heliks ganda. Susunan bentuk pada DNA ini ternyata juga memiliki golden ratio di dalamnya.

Golden Ratio pada DNA

Golden Ratio pada DNA

 

Dengan begitu, mudahnya, setiap orang memiliki inner beauty. Lebih lagi, inner beauty tersebut memiliki golden ratio yang berarti memiliki keindahan sempurna. Ya, semua orang memiliki inner beauty yang sempurna!

Namun, ada satu masalah pada hal ini, “When everybody is perfect, there is no perfection.”

 

————————————————————————————————————————————————————–

Sumber gambar:

Florence Colgate – http://www.dailymail.co.uk/femail/article-2132896/Florence-Colgate-Girl-Britains-beautiful-face.html

Slenderman – http://slenderman.com/

Golden Ratio pada DNA – http://www.safehaven.com/article/27280/fibonacci-in-nature-the-golden-ratio-and-the-golden-spiral

Golden Section dalam Peta Indonesia

Filed under: classical aesthetics — verairawan @ 22:59

Dalam benak kita mungkin berpikir bahwa segala sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan seperti alam semesta dan teman-temannya adalah sesuatu yang terjadi sesuai kehendak-Nya. Namun apakah terbesit di benak kita bahwa ternyata dalam alam semesta pun dapat ditemukan fakta golden section yang sering kita temukan dalam rancangan arsitektur? Sebagai contoh kita dapat mengambil peta negara kita, Indonesia. Jika dilihat pada gambar di atas, peta Indonesia tersebut memang sudah tergambar dengan bantuan grid-grid. Namun bagaimana menentukan grid-grid tersebut. Kemudian saya mencoba mengaitkan grid-grid yang terbentuk untuk menggambar peta secara keseluruhan dengan golden section. Ternyata dalam komposisi peta negara Indonesia terdapat proporsi-proporsi tertentu serta bagaimana spiral fibonacci yang kita lihat dalam gambar diatas bertemu dan titik-titik temu tersebut dapat membagi komposisi penyusunan kepulauan Indonesia.

koleksi-foto-gambar.blogspot.com

koleksi-foto-gambar.blogspot.com

Selain itu, setelah percobaan spiral fibonacci tersebut dilakukan, ternyata terbentuk grid-grid yang berwarna pink (dapat dilihat pada gambar). Grid-grid tersebut juga akhirnya terbentuk dalam proporsi yang tepat. Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa golden section tidak hanya berlaku dalam perancangan arsitektur belaka melainkan dapat kita temukan dalam alam sekalipun. Bahkan dalam pembentukan alam semesta ini 😀

Mengapa Proporsi Menjadi Hal Penting Dalam Berbusana ?

Filed under: classical aesthetics — sitifitriyanti @ 18:02

Sepertinya kita pernah dalam sebuah situasi dimana kita bingung, berdiri di depan lemari hendak melihat pakaian apa yang harus dikenakan hari ini dan bagaimana pakaian itu terlihat bagus jika dikenakan. Banyak orang yang berpendapat bahwa saat kita berpakaian yang bagus ialah jika terlihat proporsional entah terletak pada perpaduan pakaiannya, tubuh pemakainya mungkin juga warna pakaian yang dikenakan. Kata kuncinya ialah proporsi, dimana teori yang membahas tentang seluk-beluk proporsi ialah Golden Number (Greek letter Phi is known as Golden Ratio) dengan kata lain juga bisa disebut Divine Proportion.

Bukan hal yang lumrah lagi jika Divine proportion sudah menjadi rahasia dunia untuk terlihat cantik atau menarik.

“The description of this proportion as Golden or Divine is fitting perhaps because it is seen by many to open the door to a deeper understanding of beauty and spirituality in life. That’s an incredible role for one number to play, but then again this one number has played an incredible role in human history and the universe at large”   

The Divine Proportion: A Study in Mathematical Beauty by H.E. Huntley

“If the Golden Ratio makes the front of a building look fantastic, imagine what it can do for the backside of a woman.”

The Proportion of Blu (Designer Jean Company, whose fit is based on the Golden Ratio). Vogue April ’07

Aturan universal yang menjadi pedoman bagi seniman, filsuf, ilmuwan mungkin hanya sebuah angka yaitu 1.6180339887 . Tidak kita sadari angka itu telah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Dalam Divine Proportion aturan 3 bagian yang menjadi fokus utama, misal seperti menara Eiffel, yang merupakan mahakarya agung yang dinilai cantik  dan bagus , ia terlihat memakai aturan 3 bagian yaitu 2/3 bagian atas dan 1/3 pada bagian bawah.

Eiffel Tower

Begitu juga saat kita berpakaian, secara tidak sadar kita berpakaian agar terlihat proporsional, cocok tidak dengan postur tubuh kita, warna kulit kita, serta kadang mood juga berpengaruh. Lalu Mengapa suatu proporsi sangatlah penting ketika berbusana ?  Ketika kita berbusana agar terlihat baik dan proporsional dapat kita terapkan aturan 3 bagian, yaitu dengan membagi bagian tubuh manusia menjadi 3 bagian dengan pembagian 1/3 dan 2/3.

Coba perhatikan gambar kiri atas, pembagian 1/3 dan 2/3 akan terlihat lebih baik saat berbusana dibandingkan dengan pembagian ½ dan ½ , dimana badan terlihat terbagi 2 dan menjadi tidak menarik bagi yang memakainya. Jika kita ingin memakai perpaduan pakaian warna aksen dengan warna netral seperti hitam, aturan 3 bagian pun juga berlaku, pada gambar kanan atas, gambar kedua menggambarkan bahwa atasan berwarna pink memiliki panjang ½ dari panjang celana yang berwarna hitam, terlihat lebih baik dibandingkan gambar pertama.

Apakah proporsi yang baik dalam berpakaian berpengaruh pada tampilan kita ?

Mari kita lihat contoh yang menarik ini, Seorang Duchess terkenal Kate Middleton, dikenal merupakan wanita yang fashionable, tapi saat ia tidak memperhatikan sebuah proporsi, hasilnya pun bisa terlihat tidak fashionable.

Bad Choice

Better Choice

Di gambar pertama (atas), sang Duchess memakai pakaian karya Alexander McQueen namun pembagian yang dilakukan ialah ½ dari proporsi badan sehingga penampilan sang duchess menjadi tidak cantik. Tetapi di gambar yang kedua (bawah), Kate memakai dress karya Mariene Birger dengan pembagian 1/3 dan 2/3 dan terlihat sangat cantik dan cocok dengan badan kate serta menonjolkan kaki kate yang panjang.

Golden ratio dan divine proportion ini mungkin tidak berlaku bagi semua orang, tidak ada bukti yang pasti bahwa jika mengikuti aturan tersebut dalam berbusana pasti akan selalu  terlihat baik. Semua tergantung bentuk badan kita masing-masing yang berbeda kadang bagian torso lebih panjang, atau bagian kaki yang justru lebih panjang, tetapi teori Divine proportion ini dapat menjadi sebuah referensi atau pedoman bagi kalian yang ingin tampil menarik.

Apakah anda memilih mencoba teori golden ratio or divine proportion dalam berbusana ? Apakah ini cara yang jitu untuk tampil lebih menarik ?

 

Referensi 

  1. http://www.goldennumber.net/golden-ratio/  (Diakses tanggal 25 Maret 2013)
  2. http://thefashioncode.com/behind-the-code/famous-quotes-about-the-divine-proportion (Diakses tanggal 25 Maret 2013)
  3. http://1.bp.blogspot.com/–3kr5WESoFc/ThUcto3ydOI/AAAAAAAAA-o/tQ-zHX59-TE/s1600/Kate+Middleton+proportions.jpg (Diakses tanggal 25 Maret 2013)
  4. http://www.insideoutstyleblog.com/2011/10/how-to-use-the-golden-mean-ratio-to-dress.html (Diakses tanggal 25 Maret 2013)

unsur x dan kenyamanan

Filed under: classical aesthetics — dwiputerilarasati @ 11:51

menurut saya pribadi, secara general keindahan yang dihasilkan oleh metode golden ratio  merupakan suatu hasil kenyamanan yang ditangkap secara visual dari indera penglihatan.  Tulisan ini sebenarnya tidak bertujuan untuk hasil yang menentukan keberpihakan atau dasar temuan baru yang merubah pemikiran secara signifikan, lantaran penelaahan data yang serba terbatas dan belum berdasarkan riset yang terlalu mendalam dan tajam. Tulisan ini hanya sebagai pengantar, pembuka pemikiran ke arah yang lebih luas mengenai kenyamanan lain yang tidak atau belum terasiokan seperti bidang 2 dimensi dengan golden ratio-nya. Bukan tentang golden ratio dengan proporsi keindahan visualnya, tetapi adakah ketidak sengajaan  atas kenyamanan indera lain yang tidak tersadarkan atau masih tersamarkan oleh rutinitas atau kebiasaan yang selama ini mengukung “keterbukaan” kita? mungkin agak berat bahasannya, tapi ini menarik untuk didiskusikan 🙂

belakangan ini, seisi dunia seakan terasa perkembangannya. Manusia dan aktivitas sosial berkembang karena teknologi dan inovasi, padahal teknologi atau inovasi tersebut muncul sebagai media meng-upgrade kenyamanan atas kebutuhan manusia itu sendiri. Lalu, sebenarnya apa yang menyebabkan apa? Kebutuhan akan kenyamanan sebagai pencetus inovasi, atau inovasi yang menginterfensi kenyamanan itu? Menurut kalian mana yang terfikirkan lebih dahulu? Ini salah satu yang terencanakan atau sebenarnya bagian dari ketidak sengajaan yang rasional?

kalau melihat dari segi manusianya sebagai pencetus sekaligus korban dari interfensi yang terus berkembang. ada satu unsur yang terlihat absen dari siklus manusia-kebutuhan-interfensi sbg pemenuh kebutuhannya. yaitu, sesuatu yang membuat mereka sadar kalau mereka terus butuh, mereka belum cukup nyaman. Dan, yang membuat mereka sadar akan hal itu adalah ketika mereka mencoba melihat keadaan lingkungan mereka, ketika adanya interaksi baik satu arah ataupun dua arah antara sesama mereka. jadi, dari sini, saya menyimpulkan dengan sederhana, ketika fenomena golden section itu penting untuk keindahan visual, maka, fenomena interaksi pun menjadi sangat penting untuk kenyamanan indera lain, tidak sebatas visual.

dan, ketika mengembalikan lagi ke kata “kenyamanan” itu sendiri,  saya pribadi memaknai kenyamanan sebagai ruang relatif yang dipertimbangkan melalui banyak hal yang bahkan cendrung dinamis, terus berubah tergantung pemaknaannya. Maka secara sederhana saya juga mengatakankan bahwa kenyamanan yang mutlak dan statis itu hampir tidak ada, seperti kota ideal, utopia. Yang ada, usaha demi usaha untuk mencapai kenyamanan tersebut untuk kehidupan atau kenyamanan yang lebih baik, bukan yang terbaik. Dan banyak hal yang dapat ditempuh dalam rangka pencapaian kenyamanan..

mungkin pembahasan ini terlalu umum, belum terlalu spesifik. tapi, gimana menurut kalian? 🙂

Unconscious Beauty: Ombre Hair

Filed under: architecture and other arts,classical aesthetics — yohanasilitonga @ 11:23
Tags: , , ,

Melihat fenomena gaya rambut yang sedang in akhir-akhir ini saat sedang mempelajari geometri membuat saya berfikir, mengapa gaya rambut seperti itu bisa sangat disukai orang ya? Padahal tidak simetris, terlihat tidak rapi, dan boro-boro bicara mengenai golden section disana. Tentu ada sesuatu yang membuat gaya rambut ini menarik, yang membuatnya indah tanpa mengenal prinsip-prinsip mengenai keindahan yang sering kita dengar.

Ombre1 Hal yang sangat saya sadari ialah: Kontemporer; tidak ikut aturan, beda, itu bagus. Kini orang-orang selalu berusaha untuk menjadi berbeda dengan yang lain, tidak ingin disamakan, ingin terlihat unik, ingin menjadi pencetus, terutama anak muda. Keinginan untuk tampil berbeda dan lebih baik dari yang lainnya membuat seseorang mencoba-coba tanpa menghiraukan apa yang lumrah di sekitarnya.

Gaya rambut Ombre dimana dilakukan pewarnaan bergradasi di bagian bawah rambut merupakan salah satu gaya yang saya coba, tanpa pergi ke salon karena takut hasilnya tidak sesuai dengan yang saya inginkan. Memangnya apa yang saya inginkan? Saya ingin gradasinya tepat, tidak terlihat freak, warnanya tidak norak, proporsinya dengan rambut saya tepat, dsb. Apa yang saya lakukan sama sekali tidak melibatkan pemikiran mengenai golden section atau teori lainnya, yang saya lakukan hanya sekadar meraba-raba, mengira-ngira apakah sudah cukup perbedaan gradasi yang saya buat, apakah tidak terlalu naik, dsb. Secara tidak saya sadari saya telah melakukan pengukuran proporsi demi mencapai proporsi ideal dan keindahan.

Dengan pencarian ke berbagai sumber di internet saya menyukai jenis ombre ketika ia memiliki perbandingan 1/8 dengan keseluruhan panjang rambut, sehingga benar-benar hanya pada bagian ujung rambut saja terjadi gradasi. Sehingga ketika melakukan bleaching rambut saya terus berusaha bagaimana caranya agar terbentuk 1/8 bagian rambut yang sangat terang di bagian bawah.

Ombre4

BleachProgress

Dimulai dengan bleach ½ bagian rambut, lalu ¼ bagian rambut, lalu 1/8 bagian rambut. Demikian saya memperoleh warna yang saya harapkan.

Mencoba menghubung-hubungkan dengan golden ratio dan fibonacci numbers, saya melakukan pengukuran kecil-kecilan..

zi zu za ze

Saya menemukan bahwa gaya rambut ombre tidak perlu dihubungkan dengan prinsip-prinsip proporsi sempurna seperti golden ratio, fibonacci numbers. Keindahan dapat diperoleh melalui perasaan, sehingga keindahan yang terbentuk merupakan unconscious beauty, meski tidak ada salahnya juga jika melakukan ombre dengan menggunakan prinsip-prinsip tadi. Segalanya kembali lagi kepada selera masing-masing 🙂

Komposisi Polyhedron Pada Howl’s Moving Castle

Filed under: classical aesthetics — titasarasvati @ 03:38
Tags: , , , ,

Polyhedron merupakan 3 dimensional geometric solid dengan sisi yang rata dan sudut yang sama. Ada banyak jenis polyhedron tetapi saya hanya akan mengambil dua jenis polyhedron yang sering dipakai sehari-hari, yaitu prism dan spherical polyhedron dalam pengamatan kecil-kecilan ini.

Komposisi geometri sering digunakan oleh arsitek ternama dalam perumusan massa bangunan. Contohnya adalah Fallingwater karya Frank Lloyd Wright, massa bangunan pada fallingwater seperti terdiri dari balok-balok yang disusun. Jika dibangun pada dunia nyata komposisi geometri mempunyai aturan tersendiri agar bisa berdiri dengan baik dan harus dapat diterima oleh logika struktur, secara sederhana aturannya adalah prism lalu spherical. Keterbatasan komposisi geometri pada dunia nyata disebabkan oleh teknologi pembangunan yang belum memadai. Sebuah bangunan mungkin akan sulit dibangun jika mempunyai dasar yang berbentuk spherical lalu di atasnya terdapat kubus karena benda spherical cenderung membuat tergelincir jika diberi gaya (ditindih berarti menimbulkan gaya tekan oleh benda yang diatasnya). Semoga suatu saat nanti tekologi manusia menjadi lebih canggih sehingga bisa merealisasikan berbagai macam kemungkinan dalam mengkomposisikan berbagai massa bangunan.

Howl’s Moving Caslte merupakan sebuah film animasi Jepang beraliran fantasi yang disutradarai oleh Hayao Miyazaki. Seperti film Miyazaki lainnya, Howl’s Moving Castle disajikan dengan penuh imajinasi dan sangat di luar akal. Film ini bersetting pada di Inggris post revolusi industri tetapi masih dalam bentuk jaman medieval penuh dengan sihir, pemilihan setting yang sangat bertabrakan dimana teknologi yang berlogika dan sihir yang dianggap tidak relevan bertemu.

Howl adalah seorang penyihir swasta yang berkerja berpindah tempat antara kerajaan satu dengan lainnya menggunakan kastil sihir buatan dia. Kastil tersebut menjadi rumah, kantor, dan alat transportasinya. Menurut saya, kastil Howl merupakan resemble dari kepala dengan topi perang seorang prajurit Jepang jaman dulu. Pemilihan komposisi massa pada kastil tidak mengikuti aturan logika struktur yang ada di dunia nyata sehingga kesannya seperti asal tempel. Namun, kastil ini hanya ada di film animasi sehingga kesempatan yang memungkinan permainan komposisi massa menjadi sangat banyak.

DEPAN HOWLSAMPING HOWL

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Komposisi kastil Howl sangat tidak awam dimana figur spherical yang menjadi inti massa lalu mampu menopang berbagai massa di atasnya.Terdapat dua jenis polyhedron yang saya temukan pada kastil, yaitu prism dan spherical. Prism yang terbentuk pada kastil merupakan prisma segi tiga, prisma segi empat, dan prisma segi tak hingga atau biasa disebut silinder. Seperti layaknya bumi, bagian kepala kastil berbentuk spherical dan memiliki daya tarik sehingga mampu menempelkan massa- massa solid pada permukaannya. Kemampuan kepala kastil ini yang bisa membuat komposisi kastil tidak wajar karena komposisi spherical dan prism untuk mencapai kestabilan diperlukan beberapa titik yang bersinggungan antar bendanya. Terdapat pula komposisi yang tersusun antara prisma yang cenderung masih bisa diterima dengan logika struktur. Seperti bentuk rumah-rumah kecil yang menempel di sisi kepala kastil, badan rumah yang merupakan prisma segi empat bersinggungan dengan sisi atap yang berbentuk prisma segitiga.

Untuk saat ini kita hanya bisa menghayal untuk bisa membuat bangunan massive dengan komposisi geometri yang ganjil. Terima kasih kepada teknologi animasi yang bisa menghadirkan kemungkinan tersebut  walau hanya bisa dilihat sebatas mata.

REFERENSI: http://en.wikipedia.org/wiki/Howl’s_Moving_Castle_(film)

Prinsip-Prinsip Classic Beauty

Filed under: architecture and other arts,classical aesthetics — martinaratna @ 00:41

Sebenarnya post saya kali ini banyak berisi pertanyaan yang baru terpikirkan pada saat kelas geometri minggu lalu, saat pembahasan mengenai ideal cities. 

Yang menjadi trigger bagi saya adalah pernyataan bahwa semua yang jelek tidak boleh ada di kota tersebut. Saat itu juga disebutkan di kelas, bahwa gelandangan dan pemukiman kumuh adalah termasuk kejelekan yang disembunyikan, atau bahkan tidak boleh terlihat di suatu kota. Seketika itu juga saya berpikir, bahwa orang-orang yang cacat juga termasuk dalah kategori “jelek” dan “tersingkirkan”.

Hal ini tentunya membawa saya kembali ke minggu-minggu awal pertemuan kelas geometri, yaitu menyangkut prinsip-prinsip suatu hal yang dianggap beautiful. Dari pembahasan beberapa minggu, saya merasa bahwa prinsip-prinsip tersebut (ritme, simetri, proporsi, komposisi, dsb) hanya bisa dinikmati secara visual.

Lalu, bagaimana dengan mereka yang tidak dapat melihat / tuna netra? Apakah memang ada kaitan yang jelas pada sejarah masa itu, bahwa mereka yang tuna netra termasuk dalam kategori “ugly”, sehingga desain-desain yang ada tidak memperhatikan mereka sebagai penikmat? Atau bahkan memang kaum tuna netra ini dirasa tidak pantas untuk menikmati desain tersebut?

Selain itu, saya juga mempertanyakan tentang aspek kualitas ruang yang terbentuk. Apakah ini berarti bahwa metode desain yang berprinsip pada classic beauty mendahulukan penampilan / appearance dibandingkan experience & spatial quality pada suatu desain? Ataukah justru jika kita mengikuti prinsip-prinsip classic beauty, kualitas ruang tertentu dengan sendirinya akan terbentuk?

Saya rasa cukup seru untuk memahami classic beauty pada suatu desain, mengingat hal tersebut bisa membantu menjawab berbagai pertanyaan yang terkait dengan beauty itu sendiri. Tentunya saya sangat terbuka dengan pendapat teman-teman terkait pertanyaan yang saya post kali ini.

March 26, 2013

kaitan bentuk pasta dengan geometri

Filed under: classical aesthetics,everyday geometry — catrindanik @ 23:42

pregnant_jools_pasta_ahero_A0-1

20091003SC-opener

pasta, pernah makan pasta ? sekilas makanan di atas nampaknya berbeda.padahal keduanya merupakan satu jenis yaitu pasta. keduanya berbahan utama satu. perbedaan terdapat pada dimensi pasta masing-masing dan saus yang dicampur.sebenarnya apasih tujuan banyaknya perbedaan bentuk pada pasta ? pada dasarnya bentuk itu merupakan hasil pencarian bagaimana supaya adonan pasta bisa berkolaborasi baik dengan saus yang ada.dibawah ini merupakan standar bentuk ukuran pasta untuk mendapatkan kualitas terbaik.

aA

xxxxsx

dengan permainan ukuran serta bentuk yang ada, maka terbentuklah pasta dengan bentuk sempurna.potongan sempurna dengan rasa sempurna. dari gambar diatas tidak dijelaskan adanya golden ratio yang digunakan dalam pencarian bentuk. terlihat perbedaan antara keduanya. yang satu memiliki rongga ditengahnya dan yang satu lagi berdiameter cukup kecil tapi bentuknya memanjang. melihat gambar di awal,memperlihatkan bagaimana perbedaan si bentuk pasta untuk berkolaborasi dengan saus yang ada. cara terbaik adalah perpaduan antara bentuk pasta yang tepat + bahan saus yang tepat = komposisi yang sempurna.

maka bentuk akhir pasta sendirilah yang akhirnya menentukan siapa dan bagaimana dia berkolaborasi. pertanyaanya adalah bentuk pasta yang paling efektif, apakah bisa terbentuk dengan cara sadar atau ternyata secara tidak sadar ?

sumber:
http://www.geometryofpasta.co.uk/index.php (diakses 25 maret 2013)

http://www.amazon.com/Geometry-Pasta-Caz-Hildebrand/dp/1594744955 (diakses 26 maret 2013)

http://www.channel4.com/4food/recipes/chefs/jamie-oliver/jool-s-pasta-with-frangipane-tart-meal (diakses 26 maret 2013)

http://newyork.seriouseats.com/2009/10/making-scarpetta-tomato-basil-spaghetti-scott-conant-scarpetta-meatpacking-district-nyce.html (diakses 26 maret 2013)

Konsep Conic Section pada Platonic Solid

Filed under: classical aesthetics — letalestari @ 20:04
Tags: , , ,

Secara singkat bahasan Euclidean yang saya dapatkan dalam kelas geometri beberapa pekan lalu adalah tentang pengenalan bentuk-bentuk bidang datar yang berada pada konteks permukaan datar. Hal ini sebenarnya merupakan suatu pengetahuan yang pasti diketahui bagi semua orang yang pernah menjejakkan kaki di bangku sekolah dasar. Namun penamaan bahasan tersebut sebagai bagian dari teori Euclidean, saya yakin tidak semua orang mengetahuinya, termasuk saya.

Hal yang menarik yang baru saya ketahui pada saat saya memasuki kelas geometri ini saya menemukan adanya fakta proses pembentukan kurva dengan cara yang lain. Proses ini menggunakan bantuan dari bangun ruang kerucut dengan merefleksikan kedudukannya satu sama lain. Proses pembentukan bidang datar ini dikenal dengan nama conic section.

Conic section

Conic section

Conic section adalah bentukan empat kurva yang dihasilkan oleh adanya persimpangan antara bidang datar dengan satu atau dua kerucut. Proses pembentukan dengan cara ini meyakinkan saya bahwa semua bentuk tiga dimensi memiliki susunan bidang datar yang terkandung di dalamnya. Namun apakah bidang datar tersebut selalu memiliki keterkaitan bentuk secara visual terhadap bidang tiga dimensi pembentuknya?

Image

2 sudut pandang simetris-asimetris

Saya juga ingin mengetahui bagaimana konsep simetris dan asimetris terhadap bangun 3 dimensi (secara frontal) dan bidang datar yang dihasilkan tersebut. Mengacu pada 4 bidang datar yang dibentuk oleh bidang kerucut yang memiliki sifat asimetris secara horizontal dan simetris secara vertikal terdapat 3 bidang simetris dan 1 bidang asimetris yang dihasilkan.

Lalu pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah bangun ruang yang memiliki sifat simetris secara horizontal maupun vertikal akan menghasilkan bidang datar yang seluruhnya simetris secara vertikal ataupun horizontal? Untuk menjawab pertanyaan ini saya mencoba melakukan sedikit percobaan yang dilakukan terhadap salah satu bentuk platonic solid, yaitu kubus. Percobaan dilakukan dengan melakukan pengirisan secara horizontal yang merupakan salah satu metode pada conic section. Bangun kubus yang hanya terbentuk dari 2 jenis garis yang paling sederhana (horizontal dan vertikal pada masing-masing sisinya) membuat bangun ini terlihat memiliki tingkat keteraturan dan kesederhanaan yang paling tinggi. Pengirisan dilakukan pada 3 titik dengan posisi bangun kubus yang bertumpu pada salah satu sudutnya, hal ini dilakukan untuk lebih mengeksplor salah satu bentuk bangun simetris ini sehingga hasil yang didapat bisa menguji kesimetrisannya dalam berbagai posisi.

Lapisan irisan kubus

Lapisan irisan kubus

Image

Hasil irisan

Ternyata dari percobaan yang saya lakukan bidang datar yang terbentuk dari irisan bangunan 3 dimensi kubus cenderung seperti datang dari  bentuk bangunan 3 dimensi lain. Hal ini terjadi pada irisan lapisan kedua. Namun pada irisan lapisan kedua terbentuk bidang datar yang relatif lebih rumit karena memiliki perbedaan ukuran antar tepi yang lebih besar dibanding 2 bidang pada layer lainnya, sehingga terkesan seperti datang dari luar bangun kubus yang cenderung lebih sederhana.

Hal ini sangat dipengaruhi oleh posisi bangun kubus pada saat diiris bidang horizontal. Dengan begitu bentuk bidang ini juga bisa menjawab pertanyaan saya tentang bentuk simetris dari bidang datar yang dihasilkan dari bangun ruang. Ternyata tidak hanya bangun ruang yang tidak memiliki sifat simetris secara 2 sudut pandang yang bisa menghasilkan beberapa bidang datar yang juga tidak simetris secara keseluruhan, tapi juga sebuah bangun ruang yang bahkan memiliki kesimetrisan secara 2 sudut pandang pun bisa memiliki susunan bidang datar asimetris di dalamnya.

“The component parts of the building are individually symmetrical,

but the whole composition is asymmetrical.” (Davies, 2011; 19)

Sumber:

Davies, Colin. 2011. Thinking About Architcture. London: Laurence King

http://mathworld.wolfram.com/ConicSection.html (diakses 26 Maret 2013)

http://www.thepartyworks.com/hot-pink-cone-hats-8-count (diakses 26 Maret 2013)

http://2012books.lardbucket.org/books/intermediate-algebra/section_11.html (diakses 26 Maret 2013)

Simbol ‘Witchcraft’ dan hubungannya dengan ‘Sacred Geometry’

Filed under: classical aesthetics — karlinasatrioputri @ 15:48
Tags: , ,

Saat saya sedang berpikir untuk mencari topik apa yang kira-kira akan saya tulis, tiba-tiba di bagian bawah suatu website saya menemukan kata ‘witchcraft and geometry‘. Selintas pikiran saya tertuju kepada film Amerika, The Craft yang diluncurkan pada tahun 1996, bercerita mengenai 4 gadis muda yang terlibat dengan ilmu sihir hitam dan putih.

 “Now is the time, Now is the Hour, Now is the time, Now is our power…”

Kalimat di atas diucapkan pada awal kalimat dengan suatu adegan dimana mereka sedang menyiapkan suatu ramuan, dan jika diperhatikan di bagian tengah terdapat suatu simbol yang tidak asing bagi kita. Kemudian di adegan film berikutnya muncul berbagai macam simbol-simbol geometris yang kadang asing maupun tidak. Sebenarnya apa hubungan antara simbol-simbol geometris itu dengan ritual witchcraft atau ilmu sihir? Dikatakan di awal adegan film ada suatu dialog yang diucapkan bersamaan: “….now is our power”. Mengapa mereka harus mengucapkan mantra itu sembari menyertakan simbol bintang di depan mereka? Apakah simbol itu mempunyai kekuatan yang dapat membantu mereka? Semua orang dapat menduganya. Namun tiap simbol geometris itu memiliki karakter dan kekuatan masing-masing.

Sebelum memahami singkat mengenai simbol-simbol geometris yang sering muncul melalui cerita yang berbau sihir, sebenarnya apa yang disebut sebagai Witchcraft itu sendiri?

“Witchcraft (also called witchery or spellcraft) is the use of alleged supernatural, magical faculties. This may take many forms, depending on cultural context. Beliefs in witchcraft have historically existed in most regions of the world. This was notably so in Early Modern Europe where witchcraft came to be seen as part of a vast diabolical conspiracy of individuals in league with the Devil undermining Christianity, eventually leading to large-scale witch-hunts, especially in Protestant Europe. Similar beliefs have persisted in some cultures up to the present, mostly in Sub-Saharan Africa (e.g. the Bantu witch smellers), and have occasionally resulted in modern witch-hunts. The concept of witchcraft as harmful is normally treated as a cultural ideology providing a scapegoat for human misfortune.”

– Wikipedia

Witchcraft adalah kegiatannya, sedangkan subjek yang melakukannya adalah seorang Witch (wanita) dan Wizard (pria). Pada zaman dulu yang bermula di daerah Eropa, mereka dianggap melakukan witchcraft diantaranya jika memiliki kekuatan yang tidak terlihat baik positif ataupun negatif (seperti tabib dan dukun dapat dianggap sebagai Witches/Wizards), mempunyai perkumpulan gaib (occult) yang percaya dengan witchcraft, yang dapat melakukan kutukan, dan dapat bertemu dengan demon/satan.

Witchcraft ini tidak dapat dilaksanakan tanpa adanya ritual. Kegiatan ini melibatkan bantuan bahasa dari The Sacred Geometry‘.

“Sacred geometry is geometry used in the design of sacred architecture and sacred art. The basic belief is that geometry and mathematical ratios, harmonics and proportion are also found in music, light, and cosmology….

….Sacred geometry is foundational to the building of sacred structures such as temples, mosques, megaliths, monuments and churches; sacred spaces such as altars, temenoi and tabernacles; meeting places such as sacred groves, village greens and holy wells and the creation of religious art, iconography and using “divine” proportions.”

Sacred Geometry dianggap sebagai bentuk-bentuk geometris bermakna sehingga ia diterapkan ke dalam bentuk arsitektural bangunan, kesenian dan…..ilmu sihir. Sacred geometry bermula pada saat kita membuat suatu titik, dari titik itu bisa membuat lingkaran dan jika dilihat secara tiga-dimensional ia berbentuk spherical. Bentuk inilah menjadi dasar dari sacred geometry, ia dapat berkembang dengan membuat garis dari titik pusat lingkaran atau dari garis lingkaran itu sendiri sehingga membentuk segitiga. Lahirlah berbagai macam bentuk dari permainan garis di dalam lingkup lingkaran.

Vitruvian Man karya Leonardo Da Vinci menunjukkan bentuk lingkaran dan kotak dengan garis diagonal, vertikal dan horizontal untuk mengukur proporsi, harmoni dan simetri, hal ini merupakan unsur dari sacred geometry. Kunci penting dalam mempelajari sacred geometry adalah elemen garis diagonal dimana ia akan menentukan informasi apa yang didapat dalam penciptaan suatu form.

6020844148_d2b6eb815e_z

Penciptaan garis diagonal melahirkan makna magis di dua contoh bentuk geometri yaitu Heksagonal dan Pentagonal. Kedua bentuk ini melambangkan dualitas dari manusia yaitu spiritual dan fisik, seperti halnya dualitas di dunia baik positif dan negatif, cerah dan gelap, dan lain sebagainya. Dua bentuk bermakna magis karena memiliki makna dualitas tersebut dalam konteks witchcraft.

Bentuk geometri Heksagonal adalah hasil dari pertemuan garis lurus di dalam lingkaran sehingga membuat 6 sudut dengan ukuran yang tepat. Hal ini membuat struktur heksagonal sangat kuat dan kita juga sering menemukannya di alam, seperti bentuk sarang laba-laba dan rumah lebah. Bentuk Heksagonal bisa bermakna baik atau buruk, tergantung konteks penggunaan.

220px-Star_polygon_6-2.svg

Dalam penggunaan witchcraft bentuk ini dinamakan Hexagram. Dalam praktik witchcraft, Hexagram merupakan simbol kegelapan yang sangat kuat; digunakan untuk memanggil arwah jahat. Hexagram ini mengandung 6 sudut, 6 segitiga kecil, dan 6 sisi datar maka akan terlihat pola angka 666, angka kegelapan. Enam sudut itu sendiri dinamakan talisman of Saturn, dimana merujuk kepada Seal of Solomon. Dr. John Dee, seorang astrolog mengutip bukunya yang berjudul Hieroglyphic Monad, dimana ia mengutip lagi dari Mahatma Letters’:

“The two interlaced triangles are the Buddham-Gums of Creation. They contain the ‘squaring of the Circle,’ the ‘Philosophers’ Stone,’ the great problems of Life and Death–the mystery of Evil…..”

Hexagram memiliki kombinasi dari 4 elemen. Segitiga yang menghadap ke atas merupakan simbolisasi dari Api, garis horizontal atas adalah simbolisasi air, garis horizontal bawah adalah simbolisasi bumi sedangkan segitiga menghadap bawah adalah simbolisasi dari air. 4elements

Berbeda dengan Hexagram yang memiliki 6 sudut, Pentagram memiliki 5 sudut seperti star polygonal biasa, ia memiliki 10 titik ( 5 titik di tiap sudut dan 5 titik di sudut sisi pentagonal). Pentagram ini memiliki unsur dari Golden Ratio:

“The golden ratio, φ = (1 + √5) / 2 ≈ 1.618,

plays an important role in regular pentagons and pentagrams. Each intersection of edges sections the edges in golden ratio: the ratio of the length of the edge to the longer segment is φ, as is the length of the longer segment to the shorter. Also, the ratio of the length of the shorter segment to the segment bounded by the 2 intersecting edges (a side of the pentagon in the pentagram’s center) is φ.”

Star polygon 5-2.svg

Dalam witchcraft, Pentagram memiliki peran sebagai penangkal sihir kegelapan, sebagai perlindungan, pemberi kekuatan positif, memanggil 5 elemen untuk tujuan tertentu dan untuk praktik penyembuhan.  Pentagram sudah digunakan dari jaman dahulu pada zaman 3000 SM yaitu di zaman Babylonia, negara Mesir, Romawi dan Yunani. Kata Pentagram berasal dari Yunani yaitu Pentagrammos yang berarti ‘five lines’ dimana ia memiliki 5 elemen yaitu Air, Udara, Bumi, Api dan yang berbeda dengan Hexagram adalah, Spirit. Pentagram memiliki nama lain yaitu The Devil’s Star, The Endless Knot, The Goblin’s Cross, dan The Witch’s Foot. Jika Pentagram dilingkupi oleh lingkaran, maka namanya akan menjadi Pentacle.

Pentagram earth air fire water spirit

Dalam film The Craft, ada suatu adegan dimana terdapat mereka melakukan ritual cast the spells dalam rangka memanggil arwah. Perhatikan dari cara mereka mengadahkan kepala dan tangannya ke atas, serta kaki terbuka menyamping. Adakah hubungannya dengan Vitruvian Man?

271030_1262395175281_full

Ternyata ada! Lima sudut Pentagram mewakili bentuk tubuh manusia melalui 5 macam indera dan 4 macam anggota badan yaitu kepala, badan, kaki dan tangan serta…. spirit atau arwah dari manusia. Tubuh manusia diwakili oleh Vitruvian Man sedangkanya ternyata dibaliknya terdapat simbol Pentagram. Saat ritual itu dilakukan, para pelaku ritual meniru persis seperti di gambar Vitruvian Man. Bentuk tubuh seperti itu merupakan simbol dari birth and rebirth, lahir dan lahir kembali. Saya pikir mereka tidak tahu asal mulanya mereka harus seperti itu, namun ternyata kegiatan witchcraft semuanya bermula dari sacred geometry.

Pentagram ternyata dapat disalahgunakan dengan cara membalikkannya ke bawah, dinamakan sebagai Inverted Pentagram dengan di tengahnya terdapat gambar setengah kambing dan setengah manusia yang dinamakan sebagai Sigil of Baphomet. Simbol ini bukan suatu lelucon namun keterbalikan dari perlindungan yaitu membawa kekacuan dan dapat menyelinapkan diri dari kerugian secara licik. Pentagram yang  mengarah ke atas lebih kepada proses untuk menjadi sesuatu yang lebih baik, becoming. Namun Inverted pentagram lebih kepada being.baphomet1

Selain Hexagram dan Pentagram (atau Pentacle) simbol-simbol lainnya menjadi bahasa sehari-hari di dunia witchcraft. Simbol ini terbukti merupakan bagian dari sacred geometry dan memiliki makna baik positif atau negatif, tergantung konteks penggunaannya. Gambar di kiri bawah adalah alfabet yang digunakan para penyihir dengan basis Theban Script sedangkan di sebelah kanan terdapat simbol-simbol lainnya yang biasanya akan muncul di spell books (mungkin saja sih hehe).

symbols1

Emily Dickinson menuliskan suatu puisi yang membuat kita berpikir bahwa semua ritual kegiatan witchcraft tidak akan ada tanpa bahasa bentuk geometri.

“Best Witchcraft is Geometry” (1158)
Emily Dickinson

Best Witchcraft is Geometry
To the magician’s mind —
His ordinary acts are feats
To thinking of mankind.

Apakah Anda ingin memperdalam witchcraft? 🙂

———————————————————————————————————————————————–

Sumber:

http://www.ashokkarra.com/2012/08/emily-dickinson-best-witchcraft-is-geometry-1158 (diakses 25 Maret 2013)

http://witchcraftandspirit.blogspot.com/2010/04/sacred-geometry.html (diakses 25 Maret 2013)

http://thewitchisin.tumblr.com/post/3666182461/witchcraft-symbols (diakses 25 Maret 2013)

http://www.goth-witch.webspace.virginmedia.com/Symbols.html (diakses 25 Maret 2013)

http://witcheslore.com/bookofshadows/witches-workshop/pentagram-and-witchcraft/4614/ (diakses 26 Maret 2013)

http://nibiruplanetx.blogspot.com/2010/10/craft-movie-from-1996-signs-symbols-and.html (diakses 26 Maret 2013)

http://www.mythforum.com/threads/whats-your-favorite-symbol-associated-with-mythology.413 (diakses 26 Maret 2013)

http://en.wikipedia.org/wiki/Witchcraft (diakses 26 Maret 2013)

http://en.wikipedia.org/wiki/Hexagram (diakses 26 Maret 2013)

http://en.wikipedia.org/wiki/Sacred_geometry (diakses 26 Maret 2013)

http://en.wikipedia.org/wiki/Pentagram (diakses 26 Maret 2013)

March 25, 2013

Menarik Perhatian Wanita melalui Golden Ratio

Filed under: classical aesthetics — ayuputrifadhilah @ 03:01

Melihat akan kebutuhan manusia untuk berolahraga dan memiliki tubuh yang sehat membuat para pengusaha kawasan tempat tinggal seperti kompleks perumahan hingga apartemen, menfasilitasi para penghuninya dengan sebuah sarana olahraga atau ‘gym’. Perkembangan bisnis ‘gym’ pun sudah mulai marak dan masuk pada pusat perbelanjaan dan bahkan telah menjadi gaya hidup. Namun, apakah hanya untuk tubuh sehat semata? Atau ada tujuan lain? Seperti  memiliki tubuh yang kekar bak binaragawan?

Banyak pria zaman modern berusaha untuk mendapatkan penampilan yang menarik dan terkesan jantan dengan membentuk tubuhnya hingga memiliki otot-otot yang besar pada bagian tubuhnya. Akan banyak kita temui pria-pria yang sudah memiliki otot-otot besar melatih dirinya di sebuah gym atau bahkan pria-pria yang bertubuh cenderung terlalu kecil atau besar yang sedang berlatih demi mendapatkan tubuh yang lebih ideal sehingga mungkin akan terlihat lebih jantan.

Lalu bagaimana tubuh yang menarik untuk seorang pria sebenarnya ? Bagaimana bentuk tubuh yang akan menarik perhatian wanita? Apakah yang seperti ini?

steve-reeves

source : www.onestopmuscle.co.uk

“Believe it or not, our definition of what’s attractive is only partially a matter of “taste” and is more a matter of math. “ – John Romaniello

Sebuah studi pada tahun 2007 yaitu  “Archives of Sexual Behavior” menemukan bahwa kebanyakkan wanita tertarik pada pria yang memiliki tubuh bagian atas (pundak) 1,6 kali lebih lebar daripada pinggang mereka.

Tentu sudah tidak asing bagi kita dengan perbandingan angka 1,6 ini, yaitu apa yang biasa kita sebut sebagai “Golden Ratio”.  Sebagaimana artikel – artikel sebelumnya, telah dibahas bahwa beberapa bagian tubuh manusia, bila kita bandingkan akan menghasilkan angka 1,618. Pada kenyataannya, beberapa pematungpun menggunakan rasio ini dalam membuat patung berbentuk badan manusia. Angka 1,618 ini berhubungan dengan bentuk dengan proporsi yang ideal pada badan seorang pria.

Pada studinya, John Barban, mengatakan bahwa fokus dari sebuah ‘body building program’ yang Anda dapat pada gym bukanlah bagaimana membentuk otot badan sebesar-besarnya namun,  bagaimana anda mendapatkan tubuh yang proporsional. Dengan hasil studinya, ia pun mengeluarkan suatu metode pelatihan yaitu “Adonis Golden Section”.  Adonis dari mitologi Yunani adalah lambang akan keelokkan dan kejantanan pria, dan wanita pun akan jatuh cinta dengan melihat wajah tampannya.

Pada pertamanya, John Barban akan membantu Anda untuk mennghitung Adonis index anda yang mana akan menghasilkan perbandingan antara bahu dan pinggang Anda menjadi 1,618. Adonis index akan menentukan bagaimana Anda seharusnya melatih diri anda untuk mendapatkan badan yang proporsional dan hal ini sifatnya sangat spesifik. Berbeda tubuh maka akan berbeda pula programnya. Lihat contoh di bawah ini.

sc-calculator

source : http://adonisgoldenratio.net/

Maka untuk memiliki memiliki tubuh yang menarik menurut  “Archives of Sexual Behavior”, Anda harus mengoptimalkan Adonis index Anda. Anda perlu membidangkan bahu Anda sehingga memiliki dimensi sempurna dengan pinggang Anda. Jika pinggang Anda diberi nilai 1, bahu Anda harus 1,618. Ini akan dianggap sebagai Adonis Indeks ideal.

Viren Swami, Ph.D pun menambahkan dalam bukunya The Missing Arms of Venus de Milo: Reflections on the Science of Attractiveness. Untuk memudahkan Anda mengukur dengan akurat, Anda dapat mengukurnya melalui lebar dada Anda, dengan menghasilan angka 1,4 jika dibandingkan dengan lebar pinggang Anda. Angka ini adalah rasio yang lebih kecil dari 1,6 karena dada Anda lebih sempit daripada bahu Anda.

Lalu apakah badan yang menarik adalah badan pria pada gambar di atas?

steve-reeves

Ternyata tidak! Pria ini memiliki lebar dada 52 inch dan lebar pingang sebesar 29 inch. Apabila dibandingkan akan menghasilkan angka 1,8.

Bandingkan dengan tubuh John Barbas di bawah ini :

John-Barban-Lat-300x200

 

source: johnbarban.com

 

Lalu untuk para wanita, benarkah bentuk-bentuk tubuh ini yang menurut Anda menarik?  🙂

 

Sumber:

http://adonisgoldenratio.net/

http://www.goldennumber.net/adonis-golden-ratio/

http://www.menshealth.com/fitness/muscle-building-strategy-v-shaped-torso?cm_mmc=RSS-_-mhrsshome-_-NA-_-NA

http://m.askmen.com/sports/bodybuilding_900/974_the-golden-ratio.html

http://healthyliving.azcentral.com/waist-hip-ratio-adonis-effect-11900.html

 

 

Next Page »